Mohon tunggu...
Butsaina Hamida Tabriz
Butsaina Hamida Tabriz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswi yang gemar sekali membaca novel saat luang dan selalu mendengarkan musik disetiap kegiatannya.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Ketika Bahasa Indonesia Jadi Komoditas: Risiko Privatisasi di Dunia Digital

17 Desember 2024   15:18 Diperbarui: 17 Desember 2024   15:18 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Dampak ini dapat memperparah kesenjangan digital di Indonesia, di mana sebagian besar masyarakat masih bergantung pada teknologi yang terjangkau untuk mendukung pendidikan dan pekerjaan mereka. Selain itu, privatisasi juga dapat menyebabkan eksklusi bagi kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Akses terhadap teknologi sering kali terbatas bagi mereka yang kurang mampu secara ekonomi atau tinggal di daerah terpencil. Hal ini menciptakan kesenjangan digital di mana hanya segelintir orang yang dapat memanfaatkan sumber daya berbahasa Indonesia secara optimal.

Ketika bahasa digunakan sebagai alat pemasaran atau produk komersial, ada risiko bahwa makna asli dan nuansa budaya akan hilang. (Irham dkk, 2022) peneliti sosiolinguistik yang fokus pada studi tentang dampak globalisasi terhadap penggunaan bahasa-bahasa minoritas, menekankan bahwa ketika sebuah bahasa diperlakukan sebagai barang dagangan, aspek-aspek penting dari identitas kolektif penuturnya bisa terancam punah.

Di tingkat global, bahasa-bahasa dominan seperti Inggris atau Mandarin sering kali memiliki keunggulan karena investasi teknologi yang besar. Namun, bahasa-bahasa seperti Indonesia sering kali kurang diperhatikan dalam pengembangan teknologi ini. Sebagai hasilnya, pengumpulan data linguistik bahasa Indonesia lebih cenderung berada di bawah kendali perusahaan asing, yang memiliki potensi untuk mendikte bagaimana bahasa tersebut digunakan dan dipersepsikan di dunia digital.

Platform digital sering kali memiliki kebijakan konten yang ketat yang dapat membatasi cara orang menggunakan bahasa Indonesia. Misalnya, algoritma media sosial mungkin memprioritaskan konten tertentu berdasarkan popularitas atau potensi keuntungan iklan daripada berdasarkan nilai kultural atau edukatif. Ini dapat menyebabkan hilangnya keragaman suara dan perspektif yang seharusnya ada dalam diskusi publik.

Salah satu contoh nyata adalah bagaimana istilah asing sering kali mendominasi percakapan sehari-hari di media sosial. Istilah-istilah seperti “influencer,” “content creator” dan “viral” menjadi bagian dari kosakata sehari-hari meskipun ada padanan kata dalam bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk menggunakan bahasa lokal, pengaruh globalisasi sering kali lebih kuat, banyak istilah asing mulai masuk ke dalam kosakata sehari-hari masyarakat Indonesia tanpa proses adaptasi yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan makna asli dari kata-kata tersebut serta merusak kekayaan linguistik lokal. Oleh karena itu, penting untuk menjaga integritas bahasa melalui kebijakan publik yang mendukung pelestarian budaya lokal.

Lebih jauh lagi, eksklusivitas akses ini tidak hanya terbatas pada masyarakat pengguna teknologi tetapi juga lembaga pendidikan dan riset yang ingin memanfaatkan data linguistik. Jika data-data linguistik bahasa Indonesia hanya tersedia melalui model berbayar, maka pengembangan penelitian bahasa menjadi terbatas hanya untuk pihak-pihak yang memiliki dana besar, sehingga mempersempit ruang inovasi.

Bahasa merupakan cerminan budaya dan identitas suatu bangsa. Privatisasi berisiko mengubah makna, struktur, atau konteks penggunaan bahasa Indonesia. Menurut (Baron, N. 2003) ketika algoritma kecerdasan buatan mengolah bahasa tanpa memahami nuansa budaya, hasilnya sering kali distorsi linguistik yang merugikan keaslian bahasa. Sebagai contoh, adaptasi bahasa Indonesia ke dalam konteks perangkat lunak sering kali menghasilkan terjemahan literal yang menghilangkan kekayaan budaya dan ekspresi lokal.

Jika dibiarkan, manipulasi data linguistik dapat mengarah pada homogenisasi bahasa, di mana variasi dialek dan idiom lokal tergeser oleh bentuk bahasa yang lebih "standar" sesuai kebutuhan pasar global. Kehilangan keberagaman linguistik dapat mengikis kekayaan budaya bangsa, yang selama ini terwujud dalam berbagai dialek dan bentuk bahasa Indonesia. Sebagai contoh, penguasaan data linguistik oleh perusahaan asing dapat digunakan untuk memengaruhi kebijakan lokal melalui propaganda atau manipulasi informasi.

Perusahaan-perusahaan teknologi besar sering kali mengumpulkan data dari interaksi pengguna dengan platform mereka untuk tujuan analisis pasar atau pengembangan produk baru. Data linguistik ini bisa jadi sangat berharga bagi perusahaan-perusahaan tersebut tetapi tidak memberikan manfaat langsung kepada komunitas penutur asli. Hal ini menjadi ancaman nyata dalam era digital, di mana data adalah kekuatan utama dalam membentuk opini publik dan keputusan politik. Lebih parah lagi, kedaulatan budaya bisa hilang jika masyarakat mulai bergantung sepenuhnya pada teknologi asing untuk kebutuhan bahasa mereka, sehingga kehilangan kendali atas bagaimana bahasa tersebut dipahami dan digunakan.

Fenomena privatisasi bahasa Indonesia di dunia digital membawa tantangan serius bagi keberlangsungan penggunaan dan perkembangan bahasa tersebut. Meskipun teknologi memberikan peluang baru untuk akses informasi dan pendidikan, kita harus tetap waspada terhadap dampak negatifnya terhadap identitas budaya dan keberagaman linguistik. Upaya kolektif diperlukan untuk memastikan bahwa penggunaan bahasa tetap berada di tangan masyarakat luas daripada dikuasai oleh kepentingan bisnis semata.

Dengan memahami risiko-risiko ini serta melibatkan berbagai pihak baik pemerintah, akademisi, maupun Masyarakat kita dapat menjaga agar Bahasa Indonesia tidak hanya menjadi komoditas tetapi juga tetap hidup sebagai bagian integral dari identitas bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun