Pandemi Covid-19 yang berjalan hampir 2 tahun ini memaksa kita di seluruh dunia mendefinisikan makna kehidupan, tujuan pembelajaran dan hakikat kemanusiaan. Apabila selama ini kita dipaksa hidup dalam situasi serba cepat, pekerjaan tiada henti, dan kompetisi target pertumbuhan ekonomi. Krisis covid-19 yang kita lalui bersama memaksa kita sejenak bernafas, melihat kembali kehidupan, keluarga dan lingkungan sosial dalam definisi sesungguhnya. Kita dipaksa 'berhenti' dari rutinitas, untuk memaknai apa yang sebenarnya dicari dari kehidupan.
Begitu juga dari dunia pendidikan. Bangsa kita memiliki tantangan cukup besar dalam pelaksanaan kebijakan pembelajaran selama wabah corona ini. Mulai dari pembelajaran daring hingga pertemuan tatap muka terbatas hingga blended learning saat ini.
Fakta Pembelajaran Jarak Jauh di Pendesaan
Saya ingat dengan salah satu artikel saya yang tulis di kompasiana mengenai agar pembelajaran online efektif dibubuhi satu komentar dari salah satu pembaca. Ia membandingkan dengan fakta pembelajaran jarak jauh di perkotaan yang saya tulis dengan di pendesaan yang jauh dari keakraban gawai dan ketersediaan sinyal internetnya Indonesia.
Hal ini pun dialami oleh ibu saya sendiri yang berprofesi sebagai seorang guru. Ibu saya seorang guru bahasa inggris di salah satu kabupaten di Sukabumi. Dua tahun mengajar selama pandemi Covid-19 ini tidaklah semudah dibayangkan. Ketika bertanya pada siswa-siswa kelas 8 SMP kenapa tidak mengerjakan tugas.
Alasannya mulai tidak punya pulsa, bahkan ada yang tidak punya handphone! Beberapa anak malah lebih memilih membantu orang tua atau nenek dan kakeknya bekerja di ladang sawah. Sebab data dari data Kabupaten Sukabumi juga menunjukkan mayoritas penduduk Kabupaten Sukabumi mayoritas memiliki pekerjaan utama bidang pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan yaitu 264.238 orang atau lebih dari seperempatnya. Peringkat kedua memiliki pekerjaan bidang perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel yang mencapai 24,21%Â atau berjumlah 248.758 orang.
Ibu saya yang ingin menceramahi anak muridnya pun jadi serba salah. Ia tahu ketika memaksakan anaknya untuk membeli pulsa akan selalu berkilah
"ga punya uang Bu!"
Tak tega rasanya ibu saya memaksakan uang membeli beras harus berjalan ke pulsa dan kuota anak demi bisa belajar. Terkadang ibu saya pun membalas "Sini, Ibu beliin."
Ada yang nerima, ada yang langsung bilang "ada kok bu, ada."
Sudah dibuatkan solusi agar berkumpul di salah satu temannya untuk mengerjakan tugas bersama, namun tetap pelaksanaan pembelajaran jarak jauh masih di luar harapan. Ibu saya memaparkan jika paling besar setengah dari kelas dapat mengumpulkan tugas jarak jauh atau 20 dari 40 orang itu sudah sangat bagus. Handphone menjadi barang mewah di kabupaten itu. Walaupun ada yang memiliki, tentu harus mengisi pulsa dan kuota menjadi tantangan selanjutnya.
Simalakama Internet
Sedih ya ternyata banyak saudara-saudara kita di zaman merdeka kesuiltan belajar karena kuota dan gawai. Orang tua mereka pun atas nama pendidikan kadang harus menomorduakan pangan di rumah demi kuota internet untuk belajar. Simalakamanya mereka yang baru kenal internetpun jadi terdistraksi. Niatnya mau belajar dan mengumpulkan tugas. Tiba-tiba disuguhi konten joget-joget ala sosial media yang dijadikan status salah satu temannya. Penasaran, mereka unduh dan coba-coba mendapatkan panggung di ranah jagat sosial media.
Alih-alih kuota buat belajar eh malah habis buat nonton video-video yang kurang syarat maknanya. Pemandangan ini saya temukan juga saya bertugas di Purwakarta. Maksud hati mengajak anak-anak dan suami berjalan pagi di taman sri baduga.
Namun, pemandangan yang janggal tersuguh di hadapan kami. Lebih dari 10 kelompok anak muda yang asik berkumpul dan berjoget-joget di depan layar handphone. Kami yang harus melewati dan mengelilingi taman itu pun terpaksa harus berjalan cepat dan menutup telinga anak kami cepat-cepat.
Saya rasa jika ibu bapaknya tahu kuota yang dibelikan atas nama Belajar dari Rumah (BDR) itu habis karena unggahan dan unduhan konten joget-joget, pegel lah hati mereka.
Atas nama BDR mereka secepat kilat belajar tapi di dunia maya para siswa mau waktu online-nya lebih lama.Dan ini jadi memang jadi miris apalagi karena ruang gerak terbatas semenjak pandemi. Kontak sosial lebih banyak di dunia maya. Seperti obrolan chat, update status, sampai videocall belum lagi sosial media sebagai hiburan tanpa batas seperti yang saya jelaskan di atas.
Kembali ke masalah pembelajaran anak-anak di pendesaan. Lantas bagaimana ya agar anak-anak di pendesaan ini masih bisa belajar meski tak punya kuota. Mulai 1 April 2021 hadir tayangan Belajar dari Rumah (BDR) di TV Edukasi. Apakah bisa TV Edukasi ini bisa menjadi solusi BDR anak-anak di pendesaan?
Belajar Bersama TV EdukasiÂ
TV Edukasi (TVE) merupakan stasiun televisi di Indonesia yang dimiliki oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Saya sendiri mengetahui stasiun televisi ini semenjak adik saya di bangku SMP sekitar belasan tahun lalu. Siaran di televisi ini bertujuan secara khusus untuk menyebarkan informasi di bidang pendidikan dan berfungsi sebagai media pembelajaran di masyarakat.
Jika dahulu bisa hanya dinikmati dengan antena biasa. Hari ini, TV Edukasi bisa dinikmati dengan berbagai cara, TV digital, di gawai maupun streaming lewat computer yang terhubung dengan internet. Selain itu, TV Edukasi dapat dinikmati lewat UseeTV dari IndiHome. Menikmati TV Edukasi dengan UseeTV juga dilengkapi fitur TV on Demand (TVOD) jadi kita bisa menikmati tayangan ulang program TV tersebut selama 7 hari ke belakang.
Siang kemarin saya mencoba mengajak anak sulung saya untuk menonton TV edukasi ini. Kami mencoba menonton dr.sains yang sudah ditayangkan dua hari lalu. Kami jadi belajar cara membuat kilat dengan percobaan sederhana. Dengan alat dan bahan di rumah. Nah, ini juga bisa jadi solusi anak-anak untuk memilih ragam pilihan acara yang "santun dan mencerdaskan" (sesuai dengan taglinenya) sesuai dengan mata pelajaran yang diinginkan.
Jelas di TV edukasi ini tidak akan ada tayangan yang bikin dahi berkerenyit atau gosip bahkan drama yang mata melotot. Pelajarannya sangat menarik dari bahasa inggris, matematika hingga sains yang tadi kami tonton.
Setelah menikmatinya secara langsung, saya coba sampaikan kepada ibu saya manfaat dari TV Edukasi ini. Meskipun kini sudah Pertemuan Tatap Muka di sekolah ibu saya, TV Edukasi ini bisa jadi alternatif solusi. Walaupun tahap selanjutnya apakah anak-anak di pendesaan memiliki TV dan tertangkap sinyal TV Edukasi ini?
Namun, buat kamu yang bisa dan menupayakan TV Edukasi. Mari coba ditonton. Tayangan TV Edukasi juga sudah lebih komunikatif, jernih dan variatif. Dan ingat nontonnya gratis bisa streaming dari internet atau menggunakan aplikasi UseeTV GO.Â
Semoga anak-anak di seluruh Indonesia tetap bisa merdeka belajar ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H