Dibandingkan teknik pounding, teknik steaming lebih sering digunakan untuk pembuatan ecoprint yang dipasarkan, karena meski prosesnya lebih panjang, warna serta corak yang dihasilkan lebih indah dan dapat bertahan lama pada kain ataupun media lainnya.
Pada teknik steaming, kita akan diajarkan apa itu kesabaran. Sebelum membuat ecoprint, kain tidak asal digelar, tetapi harus mendapatkan treatment terlebih dahulu agar pori-porinya terbuka sehingga warna yang ada dalam tanaman bisa lebih melekat.
Untuk mendapatkan warna dasar agar tak monoton putih, kain juga bisa diwarnai terlebih dahulu, tentunya dengan pewarna alam seperti misalnya secang atau kunyit. Begitu pun dengan tanamannya, ada beberapa jenis daun yang harus direndam dengan bahan alami tertentu agar warnanya lebih keluar.
Setelah siap, kemudian dedaunan atau bunga-bunga dirangkai di atas kain sesuai imajinasi dan kreativitas. Lantas, di atasnya ditutup kain lagi yang biasa disebut blanket. Langkah berikutnya, ditutup selembar plastik, lalu dengan bantuan pipa digulung dan diikat erat untuk lanjut dikukus selama dua jam.
Setiap Karya Ecoprint Memiliki Keunikan dan Keindahan Corak Masing-Masing
Meski telah melakukannya ribuan kali, sepasang mata Ibu Hima selalu berbinar saat membuka kain yang selesai dikukus, takjub dengan indahnya corak serta lembutnya warna yang dihasilkan.
Setiap karya ecoprint memiliki keunikan tersendiri, satu dengan yang lainnya tidak mungkin sama, menyesuaikan jenis tanaman yang digunakan dan faktor alam lainnya, misalnya kondisi cuaca saat tahap fiksasi. Di sinilah semesta turut bekerja, dan inilah yang membuat ecoprint menjadi sebuah karya seni eksklusif.
Ditambah lagi, keragaman flora Indonesia juga menjadi ciri khas dan keunikan tersendiri pada karya yang dihasilkan oleh para pengrajin di negeri ini, dibandingkan ecoprint dari negara lain.