Mohon tunggu...
Git Agusti
Git Agusti Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger Cianjur

Suka menulis apapun yang diinginkan untuk ditulis

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Berbuka dengan yang Manis, Haruskah?

21 Mei 2019   19:18 Diperbarui: 21 Mei 2019   19:35 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki bulan Ramadan ini seringkali melihat iklan-iklan makanan dan minuman khas bulan puasa di layar televisi dengan kalimat-kalimat "Berbuka dengan yang manis". Dengan seringnya kalimat tersebut diperdengarkan oleh masyarakat dijadikan semacam anjuran yang menyebutkan bahwa berbuka puasa akan lebih baik dan seakan wajib jika dilakukan dengan mengkonsumsi makanan atau minuman manis.

Adapula sampai bersikukuh bahwa berbuka dengan yang manis memiliki kekuatan hadis dari Rasulullah SAW. Mungkin ini erat kaitannya dengan buah khas dari negeri Arab yaitu kurma sebagai salahsatu buah yang seringkali dijadikan makanan pembuka atau pun campuran untuk makanan dan minuman yang berasal dari Timur Tengah.

Tidak pernah diketahui siapa dan darimana pertama kali kebiasaan berbuka dengan yang manis menjadi semacam tradisi dalam mengawali berbuka puasa di masyarakat. Apalagi dengan makanan dan minuman beraneka ragam lainnya seperti es sirup, es cendol, es buah, teh manis dan sejenisnya, tidak ada anjuran yang beralasan kuat untuk hal ini.

Namun ada bagian dasar sunnah yang mungkin dapat dijadikan rujukan kajian mengenai anjuran berbuka dengan yang manis (saya tegaskan sebagai bahan kajian). Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa yang disunnahkan untuk berbuka dengan buah kurma ialah berbuka sesuai dengan urutannya yaitu dengan ruthab (kurma basah), apabila tidak ada dengan tamr (kurma kering), apabila tidak ada maka dengan meneguk air putih, sesuai dengan hadis berikut:

Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, beliau berkata:

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah (ruthab), jika tidak ada ruthab maka berbuka dengan kurma kering (tamr), jika tidak ada tamr maka minum dengan satu tegukan air" (HR. Ahmad, Abu Dawud, sanadnya shahih)

Sedikit menjelaskan tentang ruthab dan tamr, ruthab adalah kurma yang masih segar (baru dipetik dan belum dijemur) sedangkan tamr adalah kurma yang telah mengalami proses penjemuran. Jadi jika diperhatikan bahwa tidak ada anjuran yang kuat untuk berbuka dengan makanan yang manis.

Adapun untuk lebih mengenal lebih jauh tentang buah kurma yang biasa dikonsumsi memang memiliki rasa yang manis, maka dapat diperhatikan kandungan nutrisi dan kebaikan kurma itu sendiri. Diketahui bahwa dalam satu biji kurma biasanya mengandung karbohidrat (glukosa dan fruktosa), protein, lemak tumbuhan, berbagai jenis vitamin (A, C, B kompleks, tiamin, riboiflavin, niasin, dan asam folat), berbagai jenis mineral (kalium, kalsium, zat besi, fosfor, selenium, magnesium, natrium, cobalt dan zinc), dan serat.

Kembali pada topik utama bahwa ada masyarakat yang berpendapat bahwa berbuka harus dengan yang manis mungkin saja ini adalah kebiasaan yang merebak dan dijadikan kebiasaan pada awalnya karena pemikiran generalisasi yang menghubungkan buah kurma yang mayoritas memiliki rasa manis dengan makanan dan minuman manis yang tersedia di dalam suatu masyarakat sesuai dengan kultur kuliner di tempat tersebut. Sehingga seringkali beranggapan bahwa tidak ada kurma pun yang penting makanan manis. 

Hal ini kemudian menjadi kebiasaan yang salah kaprah ketika sebagian masyarakat kemudian membabi buta mengkonsumsi makanan dan minuman berkadar gula tinggi saat berbuka puasa. Hal ini tentu bertentangan dengan salahsatu tujuan berpuasa itu sendiri yaitu untuk membersihkan dari zat-zat yang dapat merusak kesehatan.

Untuk berbuka puasa sendiri, ada baiknya untuk memperhatikan jenis dan takaran makanan dan minuman berdasar pada aspek kesehatan dan kebaikan tubuh kita sendiri. Berbuka puasa tidak dianjurkan dengan langsung mengkonsumsi makanan berat dan minuman yang mengandung kadar gula terlalu tinggi. 

Justru kemudian lebih baik untuk berbuka dengan air putih secukupnya untuk kembali menghidrasi tubuh dan membuat persentase air di dalam tubuh sesuai dengan kebutuhan. Dilanjutkan dengan makanan dan minuman yang memiliki kandungan gizi yang tinggi seperti buah-buahan, sayuran, susu dan sumber makanan/minuman yang menyehatkan lainnya. 

Adapun jika kemudian ingin mengkonsumsi makanan dan minuman yang manis yang memiliki kadar gula yang cukup tinggi harus diperhatikan pula agar tidak sampai berlebihan karena dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Apalagi untuk orang yang telah memiliki riwayat penyakit kontra gula, ini tentu sangat berbahaya.

Makanan dan minuman yang gencar diiklankan tidak selamanya menyehatkan apalagi jika dikonsumsi dalam porsi berlebihan. Intinya adalah berbuka puasa boleh dengan makanan dan minuman apa saja selama itu halal dan menyehatkan. Jangan sampai kemudian manfaat berpuasa secara lahir menjadi tidak dapat dirasakan oleh kita sendiri karena kebiasaan buruk dalam bersantap menu berbuka puasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun