Hari kemarin, aku melayat tetangga. Seorang ibu guru yang mestinya masih memiliki kesempatan untuk 'meniti karir' harus meninggalkan dunia karena sakit yang dideritanya. Ya, ia menderita sakit selama beberapa bulan. Suami dan anaknya pun harus ikut menderita untuk mendampinginya. Selain itu, dana juga ikut terkuras untuk biaya perawatan. Walaupun ia anggota BPJS, tapi masih banyak biaya sampingan yg perlu dikeluarkan.
Setelah bersalam-salam dengan keluarga duka dan para pelayat yang hadir, aku bergabung dengan beberapa tetangga. Aku berjumpa 'sesepuh' kampung itu, dan terlibat dalam obrolan tentang berbagai hal. Kami juga berbicara tentang yang meninggal, bahwa usianya masih muda, bahwa mestinya ia akan diangkat menjadi pimpinan sekolah, bahwa kasihan keluarga yang ditinggalkan.
Tiba-tiba seseorang bertanya kepada 'sesepuh' Â kampung itu.
"Mbah usia berapa?"
"Sembilan puluh," jawab sesepuh itu.
"Nah, sembilan puluh masih sehat walafiat!" komentar yang lain.
"Ya, tapi sudah lelah," lanjut sesepuh.
"Lelah gimana Mbah?"
"Sudah lelah dengan dunia," lanjutnya lagi. "Sebenarnya aku sudah minta dipanggil, kok dak segera dipanggil. Â Yang masih muda malah duluan. Aku sudah siap meninggalkan rumah, meninggalkan ayam-ayamku, meninggalkan kambing-kambingku, meninggalkan segalanya. Kuyakin, di sana telah tersedia tempat yang lebih indah, yang lebih enak. Aku bisa istirahat. Teman sebayaku sudah tidak ada semuanya."
"Ayam dan kambingnya untuk siapa, Mbah?"
"Ya untuk yang membutuhkan."
Aku berfikir, mungkinkah aku akan mencapai usia seperti sesepuh itu? Apakah aku juga akan merasakan lelah......? Tentu kelelahan itu bukan hanya secara fisik, namun juga jiwa.
Ada yang bisa kuteladani dari sesepuh kampung itu. Â Dalam kelelahannya, ia masih mampu dan mau bersosialisasi dengan masyarakat, melawat tetangganya yang mendahului. Dalam kelelahannya, ia tidak putus asa. Ia masih bekerja sesuai kemampuannya, piara kambing dan ayam, yang bukan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Karena ia telah siap meninggalkan segalanya tanpa ingin membawanya bila suatu saat Tuhan memanggilnya. Dan ia merindukan panggilan itu. Dalam kepasrahan kepada Yang Mahakuasa, ia tidak putus asa dalam kelelahannya. Ia tetap berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Sebuah pelajaran yang sangat berharga bagiku, yang memberikan semangat dalam menjalani hari tua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H