Mohon tunggu...
F. Sugeng Mujiono
F. Sugeng Mujiono Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Kedelapan

4 September 2021   21:30 Diperbarui: 4 September 2021   21:38 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terpukau dengan kata-kata itu. Namun kekhawatiran itu masih juga menindas hatiku. Aku menggigil di hadapan pemuda yang baru kukenal itu. Aku tahu, di luar sana ayahku sedang mempersiapkan sebuah lobang untuk pemuda itu. Sebelum fajar, jasadnya sudah akan ditimbun di sana.

Tidak, Sara, aku tidak akan mati sebagaimana tujuh lelaki itu, katanya lagi seolah mengerti isi hatiku. Bangunlah, dan berdirilah. Marilah kita bersama-sama berdoa di sisi pedupaan yang masih menguarkan wewangi ini agar segala doa dan puji membubung bersama asap dupa itu. Kita bersama bersyukur atas rahmat perjumpaan kita. Dan mohon kepada Sang Pencipta, agar menyucikan percintaan ini menjadi sebuah sakramen yang kudus. Esok hari, engkau akan mendapati lobang itu sudah ditimbun tanpa jasad pun, dan kita akan bersukacita bersama kedua orangtuamu. Aku akan segera membawamu pulang kepada orangtuaku.

Aku terhibur oleh keyakinan pemuda itu. Dan aku menyerahkan diriku sepenuhnya kepadanya. Berdua aku mendaraskan puji dan doa, sementara asap dupa semakin menebar aroma yang semakin mewangi, seolah membawa serta puji dan doa itu membubung sampai kepada Sang Pencipta.

Tobia mengakhiri doa dan puji. Hatiku tetap saja berdebar. Namun dengan keyakinan, aku menyerahkan diri sepenuh-penuhnya. Belum pernah aku berserah kepada seorang lelaki. Belum pernah tubuhku terjamah oleh tangan lelaki, bahkan tujuh lelaki itu pun. Namun bagi tangan yang sudah dikuduskan dengan aroma dupa ini aku berserah. Maka terjadilah persatuan itu, di mana lelaki dan perempuan menyatu erat dalam satu hati dan  satu nikmat. Di sana pula aku mengalami dan menyelami kesejatian hidup penuh misteri. Kemudian, kata Tobia yang sekarang adalah suamiku itu kepadaku,

Cinta kita sudah dikuduskan oleh Sang Pencipta menjadi sebuah sakramen. Maka, apa yang sudah disatukan ini tidak akan diceraikan oleh manusia. Kita akan dimampukan untuk mengarungi bahtera cinta ini sampai akhir usia di hari tua nanti.

Malam yang tersisa serasa dipenuhi bintang gemintang, diiringi nyanyian burung-burung malam. Bulan pun seolah ingin tetap bertengger sampai fajar. Sementara fajar terasa begitu cepat menyingsing sebelum waktu. Seribu pelangi menebar di seluruh cakrawala. Laksana seluruh alam ikut merayakan sukacita dari dua insan yang sedang memadu kasih. Dan ketika ayah dan ibuku mendapatiku masih berdua, bersoraklah mereka. Jamuan segera dipersiapkan dan segera diundangkan kepada seluruh kerabat untuk menyambut kebahagian mempelai berdua.

Jambi, 11 Juli 2021

Direka dari kisah Sara dan Tobia dalam Kitab Deuterokanonika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun