F. Sugeng Mujiono
Kalau aku menulis sebuah puisi,
itulah ungkapan dan curahan apa yang berkecamuk dalam hati,
apa yang bergejolak dalam hati.
Bilamana hati sedang sedih,
hati sedang gundah,
hati sedang putus asa,
maka tulisan akan bernuansa sendu,
keluh kesah dan mengaduh,
protes dan berontak.
Bilamana hati sedang gembira,
sedang berbunga-bunga,
penuh harap dan cita-cita,
maka tulisan bernuansa ceria,
pemuliaan dan sukacita,
syukur dan permohonan.
Kalau aku menulis sebuah cerpen atau fiksi,
itulah ungkapan atas apa yang pernah kualami,
atas apa yang pernah kusaksikan,
atas apa yang pernah kulihat,
atas apa yang pernah kudengar,
yang baik maupun yang buruk
dalam kehidupan keseharian,
yang direka menjadi sebuah cerita.
Ya, puisi adalah ekspresi atas apa yang berkecamuk dalam hati,
maka diksi pun didasari hanya atas perasaan,
kadang tak mudah dipahami,
perlu tafsir dan interpretasi,
yang berjiwa sastrawi bisa mengerti.
Cerpen adalah ungkapan atas apa yang dialami dan disaksikan,
dirangkai dan direka menjadi sebuah cerita,
ya, hanya rekaan,
menggambarkan sebuah realitas kehidupan,
realitas sebuah kebenaran maupun ketidakbenaran,
maka diksi pun didasari atas sesuatu yang nyata, sesuatu yang riil,
agar makna mudah dipahami
tanpa perlu tafsir dan interpretasi,
sehingga semua bisa menemukan arti.
Puisi ibarat sebuah lukisan ekspresionisme,
tak semua mampu mengapresiasi.
Cerpen ibarat lukisan naturalisme atau realisme,
semua bisa mengagumi dan menikmati.
Jambi, 04 April 2021
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI