kalian anak-anakku
kita telah sampai dibatas langit
setelah sekian jauh berjalan memetik hikmah
menulis tapak demi tapak terjejak di belantara
mendengar nyanyian burung dan desauan angin
pilu merambat setiap relung bukit
bahkan tarian pakis-pakis dideru angin di tebing
merenda gundah tidur panjang lembah
juga derai retas buraian air tercurah di ngarai
menikam perut bumi menebar senyap
semua tercatat meronai wajah legam kita
diam dalam kertak gigi menggeram
mari anakku duduk di kaki langit ini
pakailah daun-daun jati untuk alas bersila
sebab dihelainya tercatat keteguhan pohonnya
melewati hujan, badai dan kemarau
membesarkan akar kehidupan
memberimu sajak-sajak ode
enyahkan khianat, perambah harta negeri
buikan penyatron daulat rakyat dan negeri
seharum jati ditangan pengukir tahta keadilan
semedikan sejenak dibingkai merahnya hatimu
lihatlah dalam diangmu
berawal dari simpang jalan negeri
engkau akan mendengar sorak sorai tanpa irama
diantara mereka tegak berjubah khianat
menyeringai bak serigala haus darah
berbendera merah putih
berpalu ketuhanan yang maha esa
bersumpah demi kitab sucinya
mengaku pembawa suara rakyat
tegak melangitkan keangkuhannya
keserakahannya habisi lumbung negeri
bahkan merengkuh nyawa tak bersalah
membiarkan ibu-ibu menangis meratap
anak sibuah hati tumpuan derita
setiap hari sepanjang hayat
anak-anakku
bangunlah dari semedhi
kibaskan daun-daun jati
menderukan anginnya tak henti
meruntuhkan khianat
lalu kita bumi hanguskan
kuburkan dalam-dalam
juga dibatas langit ini
segera......
Belantara Jati, 16 Mei 2014
*atas daulat rakyat yang hilang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H