"Kalau Minggu doang kita kan berkegiatan gini ya sebetulnya variatif enggak tentu, kadang paling besar itu pernah nyampe Rp 3 juta sekali turun ini all tim, Rp 3 juta itu dari keseluruhan all tim. Hasil dari foto bareng, dari (bayar) seikhlasnya itu kita enggak tarif juga," katanya.Â
Sebelum menjadi seniman cosplay, Nurman berprofesi sebagai buruh pabrik. Selama ini, kata dia, suka duka menjadi cosplay sudah dialaminya.Â
"Sukanya bisa saling mengikatkan satu sama lain, silaturahminya. Kalau dukanya itu ya namanya di jalanan kadang panas banget, kadang ya gerah, kadang kendalanya di jalan juga macet, pakai kostum kayak gini kan kurang nyaman juga," kata Nurman.Â
Dia mengaku belum pernah mengalami pengusiran dari petugas. Hanya saja, ia sempat tidak diperbolehkan untuk mejeng di area track Lapang Merdeka.
"Kalau diusir sih enggak ya cuma mungkin tempatnya emang kita dikhususkan sebelah sini. Pernah juga kita ke bawah cuma mungkin karena memang di sana kan tempat olahraga, jadi dipersilahkan di sini saja," ujarnya.
Selain menjadi cosplay di akhir pekan, sehari-hari Nurman membuat kostum di rumahnya. Pasalnya, tim mereka juga memproduksi kostum tersebut ke luar kota hingga luar negeri.
"Kalau hari-hari biasa saya di rumah fokus bikin kostum. Kita juga ada orderan dari luar daerah, jadi kalau sehari-hari di rumah. Walaupun enggak ada acara, kita fokus bikin kostum saja, ini ringan soalnya bahannya busa," tutupnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H