Mohon tunggu...
Seylin Amran
Seylin Amran Mohon Tunggu... Mahasiswa - STIKes Mitra Keluarga

Mahasisiwi Jurusan Keperawatan di STIKes Mitra Keluarga

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Lakukan Abdominal Massage untuk Mengatasi Masalah Konstipasi pada Lansia!

17 Januari 2023   14:29 Diperbarui: 17 Januari 2023   14:47 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: (Fritz, 2016))

Nama : Seylin Ni'mah Amran

NIM : 201905082

Tingkat : 4B

Prodi : S1 Keperawatan

STIKes Mitra Keluarga

Lanjut usia (elderly) biasanya didefinisikan sebagai usia kronologis rentang 65 tahun atau lebih. Usia 65-74 tahun sering kali disebut dengan early elderly dan usia lebih dari 75 tahun disebut dengan late elderly. 

Populasi penduduk lansia meningkat secara cepat di seluruh dunia. Jumlah penduduk lansia (65 tahun atau lebih) diperkirakan akan meningkat 25 tahun kedepan sebesar 72 juta orang dan menduduki 20% dari populasi di Amerika Serikat pada tahun 2030. Berdasarkan data suatu proyeksi penduduk di Indonesia pada tahun 2017, diperkirakan terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia (9,03%). 

Diperkirakan untuk tahun berikutnya akan mengalami peningkatan prediksi pada tahun 2020 mencapai 27,08 juta jiwa, tahun 2025  menjadi 33,69 juta jiwa, tahun 2030 mencapai 40,95 juta jiwa, dan tahun 2035 diperkirakan mencapai 48,19 juta jiwa (Sunarti et al., 2019).

Seiring bertambahnya usia pada lansia banyak sekali masalah kesehatan yang mudah terjadi pada lansia salah satunya adalah efek penuaan pada persarafan intrinsik dan ekstrinsik (yaitu simpatik dan para simpatik) dari saluran pencernaan, didaptkan hasil bahwa usia mempengaruhi adanya penurunan fungsi neuron yang mempersarafi saluran gastrointestinal. 

Hal ini menunjukan penurunan fungsional pada sistem saraf otonom pada saluran gastrointestinal  bekaitan erat dengan bertambahnya usia. Masalah penurunan struktur dan fungsi pada sistem gastrointestinal salah satunya adalah masalah konstripasi (Phillips & Powley, 2007).

Konstipasi atau impaksi fekal didefinisikan sebagai gangguan buang air besar pada lansia yang berhubungan dengan asupan lansia itu sendiri seperti kurangnya supan serat, kurangnya minum, atau penggunaan obat-obatan tertentu. Karena penyebab tersebut terjadilah masalah pengosongan isi usus yang menjadi sulit terjadi atau isi usus yang menjadi tertahan, waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama, peristaltik usus melemah dan kemampuan absorbsi yang menurun. Pada keadaan konstipasi feses di dalam usus menjadi keras dan kering dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut. Batasan kondisi konstipasi klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah besar feses memenuhi ampula pada rektum pada timbunan tinja pada kolon, rektum, atau keduanya yang tampak pada foto polos perut (Sunarti et al., 2019)

Menurut Kemenkes RI (2013) prevalensi lansia yang mengalami konstipasi sebesar 3,8% pada rentang usia 60-69 tahun dan 6,3% pada lansia usia >70 tahun. Di Amerika Serikat terdapat 6,5%, 1,7% dan 1,1% lansia yang mengalami konstipasi fungsional, konstipasi predominant IBS, dan konstipasi yang diinduksi opioid (Deb et al., 2020). Angka prevalensi kejadian konstipasi kronis lebih sering terjadi pada lansia perempuan, dengan angka konstipasi 2-3 kali lebih tinggi daripada lansia pria. Menurut studi epidemiologis mengatakan bahwa prevalensi penggunaan pencahar yang lebih tinggi oada pasien lansia yang tinggal di komunitas contohnya seperti lansia yang tinggal di panti jompo memiliki kejadian konstipasi yang lebih besar (hingga 50%) dengan 74% diantaranya menggunakan pencahar setiap hari. Konstipasi kronis ini mempunyai dampak negatif seperti menurunnya kualitas hidup, fungsi sosial, dan psikologis (Roque & Bouras, 2015).

Penatalaksaan yang bisa dilakukan pada pasien lansia yang mengalami konstipasi dibagi menjadi farmakologis dan non farmakologis. Pada penatalaksanaan farmakologis yaitu dengan pemberian obat dengan  golongan osmotik yang tidak serap, gliserin untuk merangsang peristaltik usus, sedangkan penatalaksaan non farmakologis bisa berupa Latihan usus besar, diet, olahraga, dan terapi abdominal massage (Sunarti et al., 2019)

Terapi abdominal massage mempunyai nilai lebih yaitu dapat digunakan secara efektif dan diaplikasikan kepada siapa saja termasuk pada lansia untuk mengatasi masalah konstipasi. Manfaat abdominal massage sendiri dapat menstimulasi saraf parasimpatis yang berada di area abdomen, sehingga cara kerjanya dapat meningkatkan gerakan peristaltik menjadi lebih cepat dan otot-otot abdomen menjadi kuat  sehingga membantu sistem pencernaan menjadi lancar (Ginting et al., 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan Munira & Aisah (2020) terapi abdomen massage dilakukan terhadap 38 responden dengan sample 2 orang, kedua pasien mengalami peningkatan frekuensi defekasi, mengedan saat defekasi menurun, merasa tuntas setelah defekasi, perasaan tidak nyaman pada perut menjadi hilang dengan kesimpulan terapi abdomen massage ini efektif untuk menurunkan tingkat konstipasi pada lansia. Pada penelitian yang dilakukan Ikaristi et al. (2015) didapatkan hasil analisa data bahwa ada perbedaan skor konstipasi pada pasien kelompok kontrol dan kelompok intervensi menunjukan ada perbedaan skor konstipasi pada pasien yang diberikan intervensi dengan abdominal massage dengan responden yang tidak diberikan abdominal massage.

Teknik massage yang bisa digunakan antara lain adalah massage clockwise direction, stroking, effleurage, kneading, vibration dan massage direction of the colon. Teknik massage ini bermanfaat untuk mengurangi ketegangan otot organ perut, memberikan stimulasi mekanis yang ditujukan untuk memindahkan beban feses ke usus besar (Nur Alpiah, 2022.).

Berikut tahap-tahap abdominal massage menurut  Baran & Ates (2019) yang bisa dilakukan dirumah, yaitu :

  • Lansia berbaring dengan posisi supine dan kaki mereka dibengkokkan dan diantaranya diletakkan bantal.
  • Bagian abdomen dibiarkan terbuka dan dioleskan baby oil supaya mempermudah pengaplikasian dan tidak menimbulkan iritasi
  • Selanjutnya diberi sedikit tekanan dari daerah epigastrium atas ke bawah hingga spina iliaka sampai kedua sisi pelvis dan selangkangan
  • Dari penekanan ini ketegangan perut reaktif akibat sentuhan pertama dapat dicegah.
  • Setelah abdomen lansia menjadi lebih lembut atau elastis, semua gerakan akan dilakukan secara memutar searah jarum jam
  • Penekanan secara memutar mempertimbangkan area dari depan belakang puncak iliaka ke kiri depan belakang puncak iliaka dari costa. Selanjutnya area kuadran kanan bawah, kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, dan kuadran kiri bawah
  • Pijat diberikan selama 1 menit pada setiap kuadran dengan tekanan sedang.
  • Setelah effleurage, petrissage dilakukan dengan telapak tangan dalam urutan yang sama dan diterapkan berturut-turut selama 15 menit.
  • Setelah itu, dalam 1 menit berikan getaran dengan ujung jari dan proses diakhiri dengan effleurage.
  • Kemudian lansia berbaring dengan posisi yang nyaman dengan menutupi perut

Abdominal massage ini bisa rutin dilakukan selama 7 hari dengan durasi 10-15 menit dan sangat mudah untuk dilakukan dirumah oleh lansia itu sendiri atau keluarga bisa membantu lansia untuk melakukan terapi abdominal massage ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun