Mohon tunggu...
Sevira Ferdinan
Sevira Ferdinan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hi! i'm vira

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Si Nona Tua

21 November 2024   09:58 Diperbarui: 21 November 2024   10:47 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Masa muda sengsara

Tua diterkam habis semesta

Disia-siakan kedua orang tua

Dikawinkan diusia muda

Hidupnya digantungkan pada seorang lelaki gila wanita

Diam, mendekap luka

4 manusia terlahir dari rahim sucinya

1 mati, dirampas tumor ganas menyelubungi tubuhnya

Merenggut kebahagiaannya, merengut masa jayanya

Hidup dibelenggu salah seorang prajurit militer angkatan udara

3 tahun setelahnya, berjuang menghidupi buah hati

Seorang bayi dari putrinya yang telah mati

Nyawa, harta, dipertaruhkannya

Hutang terbendung dimana-mana

Ia pertaruhkan untuk buah hati dari putri kesayangannya

Kesana, kemari, rela dibenci

Tetangga, sanak saudara ikut serta merenggut jiwa

Berhati baja demi buah hati putri kesayangannya

"Terlalu kau manja" kata mereka

Tak dihiraukannya cemooh mulut tak berguna

Menjelang setengah tua, sang belahan jiwa kembali bermain wanita

Tak ada lelahnya, dikira puas sudah dimasa muda

Hati hancur, nyawa sasarannya

“Biarkan saya mati saja!” bentaknya

Sang buah hati diam tak berdaya, berharap tak jadi hilang nyawanya

Semalam tak jadi,

Malam yang hampir merenggut nyawa si nona

Meski begitu, ia menjalani hidup tak lagi bersuka cita

Memendam luka akibat perselingkuhan sang prajurit negara

Bediri ia di jalanan desa,

Berharap bus bagong datang menghampiri nya

Tas merah dilengan kanan, tangan kiri sang buah hati digandengnya,

Ia pergi meninggalkan rumah kejayaannya

Luka perselingkuhan tertutup waktu,

Namun begitu, tak akan sembuh dalam batinnya yang lusuh

62 sudah, tak lagi bisa berpura-pura perkasa melawan dunia

Bajingan itu mulai hidup dilehernya

Tiroid sialan setahun belakangan menggerogoti tubuhnya

Si tua meminta pertolongan jua

Harap-harap tuhan mendengar rintihannya

"Tolong sembuhkan aku" katanya,

"Tolong gus, bantu aku" ucap pada salah satu menantunya

"Bu, belum waktunya" bajingan itu menjawabnya

Entah si tua pun tak tau apa maksud cemoohnya

Sejak muda ia berdiri sendiri di kakinya

Melawan hidup yang tak pernah merasa bahagia

Lagi-lagi dunia tak berperilaku adil padanya

Sampai di hari terakhir detik-detik kematiannya

Tak seorang pun ada menemani disisinya

Terbaring sendiri, sakaratul maut dihadapannya

Malaikat menanti-nanti saat ini tiba

Berhenti sudah nyawanya

Tuhan membawanya pergi, si nona tua

                                                                                   

Jumat, 06 Oktober 2017

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun