Pelecehan dan kekerasan seksual kini ramai diperbincangankan oleh masyarakat Indonesia. Sebelum lebih lanjut, mari kita bahas, apakah pelecehan dan kekerasan seksual itu?
Kekerasan seksual menurut Badan Kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) dapat diartikan sebagai perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa mendapatkan persetujuan, dan memiliki unsur paksaan atau ancaman. Pelaku kekerasan seksual tidak terbatas oleh gender dan hubungan dengan korban.
Dikutip dari medcom.id. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengungkapkan angka kekerasan seksual terhadap perempuan meningkat tahun ini. Hingga Juli 2021, kata Nadiem, telah terjadi 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan.
"Angka ini melampaui catatan 2020 yakni 2.400 kasus," kata Nadiem dalam webinar'16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan', Jumat, 10 Desember 2021.
Pelecehan dan kekerasan seksual bisa terjadi di mana pun dan kapan pun. Mulai dari tempat umum, seperti sekolah, kantor, pasar atau bahkan di dalam kendaraan umum. Tak dapat dipungkiri bahwa pelecehan dan kekerasan seksual juga dapat terjadi di tempat tertutup, seperti rumah yang kita anggap sebagai tempat paling aman. Sungguh miris bukan?
Pelecehan seksual termasuk dalam kekerasan terhadap perempuan dan sering kali menjadi awal dari kekerasan fisik yang lebih lanjut. Laporan mengenai pelecehan seksual adalah sebagian kecil dari peristiwa nyata yang terjadi setiap hari di negara kita. Dalam kebanyakan kasus yang melibatkan pelecehan, pelaku selalu memiliki ancaman untuk korban atau menggunakan kekuasaan serta otoritasnya atas korban. Perempuan yang menjadi korban pelecehan maupun kekerasan seksual masih sulit mendapatkan keadilan di dalam proses hukum serta kurangnya perhatian di negeri ini.
Diskriminasi pada perempuan korban kekerasan seksual juga membuat korban cenderung tidak melaporkan kasusnya kepada penegak hukum maupun orang terdekat korban takut untuk speak up karena korban sering disalahkan terlebih lagi tidak adanya jaminan dan kepastian dari perlindungan hukum di negara Indonesia. Tidak hanya itu korban pelecehan biasanya selalu mendapatkan stigma buruk dari lingkungan masyarakat sekitar dan media sosial. Seharusnya korban mendapatkan bantuan dan dukungan, korban justru mendapatkan judge mental, dan victim blaming baik secara verbal maupun nonverbal yang dapat mengganggu psikis pribadinya.
Kondisi Indonesia sekarang ini sudah darurat akan tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Namun hingga saat ini, Rancangan Undang -- Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belum juga disahkan. Â Sementara itu, KOMNAS Perempuan telah mengusulkan RUU ini sejak tahun 2012.
Mengutip dari CNN Indonesia, bahkan sejumlah bagian orang sudah mendesak agar DPR segera mengesahkan RUU PKS sejak lama. RUU PKS diketahui masuk daftar Prolegnas Prioritas 2021.
RUU ini penting untuk didukung karena bukan hanya melindungi korban saja tetapi juga melindungi keluarga korban serta saksi yang akan memberikan kesaksian selama proses hukum berlangsung.
Kabar terbaru masyarakat Indonesia kembali digemparkan dengan kasus pelecehan seksual yang terjadi di wilayah Kepegawaian Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Kasus ini memang baru terungkap dan diketahui baru-baru ini yang pada kenyataan tersebut pelaku merupakan rekan kerjanya sendiri pada tahun 2015. Mirisnya, korban tidak mendapatkan keadilan, namun korban mengalami perundungan secara berkala sehingga membuat korban yang berinisial MSA mengalami depresi.
Hukuman bagi pelaku pelecehan seksual di negara Indonesia yaitu, dijerat dengan pasal pencabulan yakni pasal 289 hingga pasal 296 KUHP dengan hukuman paling lama 5 tahun dipenjara. Dapat dilihat bahwa negara kita ini belum memiliki undang-undang dan aturan yang jelas untuk menjerat pelaku pelecehan seksual yang bisa membuat korban merasa aman dan adil.
Setiap tahunnya, jumlah perempuan, anak-anak, maupun laki-laki yang mengalami kekerasan seksual belum juga berkurang secara drastis. Padahal, hal ini bisa menyebabkan korban mengalami dampak buruk pada kesehatan fisik maupun mentalnya.
Adapun beberapa dampak kekerasan seksual yang akan dialami korban seperti, kehamilan tak terencana, munculnya gangguan di alat vital, infeksi menular seksual, gangguan kesehatan mental, muncul keinginan untuk bunuh diri, dikucilkan dari lingkungan sosial, dan masih banyak yang lainnya.
Untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, seperti, selalu waspada, terutama saat sedang di tempat umum, termasuk kendaraan umum, bekali diri dengan semprotan merica atau alat pembela diri lainnya, lakukan perlawanan sebisa mungkin, waspadai orang yang tidak dikenal.
Mengurangi angka kekerasan seksual memang bukan perkara yang mudah, karena ini adalah permasalahan yang melibatkan banyak pihak. Namun, dengan semakin gencarnya edukasi untuk mengubah stigma seputar korban dan tindakan yang termasuk sebagai kekerasan seksual, diharapkan kesadaran mengenai permasalahan ini akan terus meningkat.
Penulis ;Â
Sevira Amelia PutriÂ
Sabrina Dhara Wahyudi
Rahma Putri Widyaningrum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H