Beberapa hari ini saya mengamati kabar tentang permasalahan kata "anjay". Ada dua kubu, pro dan kontra. Jujur saya kontra dengan permasalahan pada kata tersebut. Sebab saya tidak mendapati kata tersebut bermakna seperti yang banyak dituduhkan oleh pihak pro.
Pihak pro ada yang berpendapat bahwa kata "anjay" termasuk dalam perundungan verbal (verbal bullying). Entah dari mana referensinya sampai berpendapat seperti itu. Saya saja mau difokuskan untuk memaksakan pendapat tersebut tidak ketemu juga.
Kalau mau ditarik akar katanya, anjay merujuk pada kata "anjing". Kata "anjing" dalam ekspresi percakapan memiliki dua makna, positif dan negatif. Pemaknaannya berubah sesuai konteks dan nada pengucapan. Ekspresi percakapan dari kata "anjing" kemudian berkembang menjadi beberapa kata, seperti anjay, anjrit, anying, hingga yang terbaru adalah anjim.
Untuk kata "anjay" tidak seperti kata anjing, anjrit, ataupun anjim. Anjay memiliki pemaknaan yang selevel seperti anying. Anjay dan anying cenderung susah untuk dicari makna dualismenya. Kata anjay sudah lekat dengan ekspresi ketakjuban, kekaguman, kecairan situasi.
Coba saja anda marah-marah dengan kata "anjay", lalu bandingkan bila dengan menggukana kata "anjing", sudah terasa bedanya, kan? Begitu pula dari sudut pandang pendengar, bila dimarahi atau ditegur dengan kata "anjay", ada rasa yang menggelitik di telinga. Mengapa? Karena memang konotasinya mengarah pada ekspresi yang bersahabat.
Maka, tolong jangan memaksakan makna yang tidak bisa disusupkan ke dalam kata "anjay". Mengapa harus mengadakan masalah yang seharusnya tidak perlu ada?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H