"Wajahmu jangan kayak manusia nggak bersalah begitu,"
"Ada apa sih Mbak?" tanyaku lagi semakin penasaran. Sangking penasaran sampai terkentut-kentut. Hehe maap jorok. Pengaruh cuaca dan kebanyakan makan angin.Â
"Mbak batal mengenalkanmu sama ke lima orang lainnya. Kapok lho! kamu pasti menyesal. Sana kamu pulang aja!"
Aku keluar dengan hati bimbang. Lalu lihat dia sedang membawa buku diary-ku berwarna pink maka lunturlah kebodohanku ini.
"Oke. Aku merasa mereka berempat sangat jauh dari kata layak buat menjadi mentor akting. Mereka aja sudah begitu apalagi yang lain. Ide bagus mbak ngebatalin." ucapku yang membuat mbak Echi nggak jadi mengusirku malah menarik tanganku lagi balik masuk ke rumahnya.Â
"Sungguh? Anda yakin?"
"Iya santai aja dong Mbak. Jangan tarik-tarik tanganku segitunya." sewotku. "Aku nggak mau latihan lagi sama Madam Rere, juga Manuk Dadali dan Miss Hening juga Komariah. Pokoknya nggak butuh mereka!"
"Nah ini dia mental orang Indonesia begini nih. Dan Xylona juga nggak butuh mental tempe kayak begini,"
Mendengar nama Xylona disebut-sebut aku kayak kebakaran jenggot!
"Ma-Maksud Mbak, Xylona yang punya yayasan Pandurata? lagi di Kutai Lama kan?"
"Sekarang sudah di Bogor. Ada apakah pake pegang-pegang tangan saya?"