Mohon tunggu...
Senorita Andria Septy
Senorita Andria Septy Mohon Tunggu... -

Sanguine-melancholia, Mujer la soñadora (Wanita Pemimpi), Penikmat serta Pengagum Espanola dan Amerika Latin. Kunjungi juga blog saya di : www.seventhautumn.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bagaimana Cara Mencintai Samarinda yang Minim Destinasi Wisata?

9 Juli 2016   05:36 Diperbarui: 9 Juli 2016   16:08 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hujan sedikit saja sudah banjir. Kayaknya bisa jadi destinasi wisata juga nih. judulnua wisata banjir (dok. Pribadi)

Sebagai orang yang lahir dan besar di Samarinda, mesti mencintai dengan tulus sepenuh hati kota kelahiran. Tapi aku yang sebenarnya berdarah jawa tulen ini tidak sama sekali cinta. Oke, mungkin karena aku bukan penduduk asli dan atau karena kurang piknik, sehingga mengakibatkanku seperti ini. 

Namun, ada yang bikin sedikit bergembira dengan mengumpulkan foto-foto (yang-katanya-bisa-menjadi-aset-wisata). Baik aku ikuti kata hati untuk foto sana-sini di seputaran kota Samarinda. Ketimbang merengut dengan nggak ada apa-apa, lebih baik mencari-cari yang ada. 

Waktu itu saya bertanya dengan salah seorang senior, "Kak kenapa Samarinda kok gini-gini aja? Nggak ada yang istimewa daripadanya." Kataku kepo.

"Memang begitu namanya juga banyak pendatang. Mereka ke sini sibuk mencari uang dan orang-orang pada sibuk bekerja, menjadi pengusaha dan agak mengabaikan yang namanya tempat rekreasi."

"Lho, setidaknya pemerintah kota dong yang turun tangan,Kak!"

"Ya maunya begitu, mau bagaimana lagi?"

"Seharusnya sebagai ibukota provinsi itu punya museum gitu lho, biar banyak yang makin cinta sama kota sendiri. Kayak saya ini kan sebenarnya dibilang pendatang juga nggak, dibilang penduduk asli juga bukan. Tidak bisa mencintai Samarinda sebagaimana mestinya."

"Ya mau nggak mau kita harus belajar mencintai,"

"Ah, bosen Kak! Nggak ada yang patut dicintai."

Setelah itu senior hanya membalas dengan senyuman.

Tidak berhenti sampai disitu , aku mencari jawaban. Aku juga bertanya sama beberapa teman backpacker yang kebetulan mereka pendatang. Dan harus tinggal di Samarinda dan sekitarnya. Sebut saja mereka Putu dan David.

Aku : Menurut kalian apa spesialnya Samarinda?

Putu : Tempatnya mencari uang hehehe.

David : Biasa-biasa aja, tapi ya harus dibetah-betahi namanya juga tempat menuntut ilmu.

Aku : Tuh kan rata-rata Samarinda tempat mencari uang dan ke jawa untuk menghambur-hamburkan uang. Setuju?

Putu : Bisa aja kamu. Memang kenapa kok tanya-tanya begitu?

David : Samarinda cantik kok kalau kita bersepedaan sepanjang tepian.

Aku : Cantik dari mana? Jadi begini mas Putu dan David. Kenapa Samarinda nggak punya tempat wisata yang aduhai? diluar Desa Pampang mana ada yang istimewa. Iya kan?

Putu : Betul di Samarinda memang begini adanya tapi Andria harus coba ke pedalaman Kalimantan. Asik lho bercengkerama dengan hutan, orang utan dan laut. Dan kembali ke pasal satu, Samarinda tempat yang aduhai buat cari uang hehehehe.

David : Aku ulangi lagi ya, Kota Samarinda cantik dengan tepian mahakamnya. Nggak ada lho kota lain yang seindah kota Samarinda. Aku sudah bertanya sama teman-temanku yang pendatang juga sependapat. Tapi kalau yang tinggal dan lahir di sini kebetulan jawabannya serupa dengan kamu. Bosan dengan minimnya wisata Samarinda. Nggak apa-apa Samarinda mau mencoba-coba jadi kota Metropolitan.

Putu : Maksudmu Vid?

David : Iya. Sekarang mobil-mobil mewah dan motor keluaran paling baru,  Samarinda sudah punya. Itu menunjukkan orang-orang Samarinda yang update dan nggak mau  ketinggalan dengan kota-kota besar.

Putu : Ngerinyaaa. Serem.

Aku : Aku lho pengen Samarinda punya museum lalu buku-bukunya juga update dan lengkap. Perpusnya pengen sebesar Biblioteca Palatina di Italia.

David : Memangnya Mbak Andria pernah ke sana?

Aku : Ya nggak pernah makanya pengen punya perpus yang sebesar itu.

David : Jangan mbak, orang-orang kita hobi ngutil, nanti pada hilangan kan bisa berabe. Lihat tuh fasilitas umum yang di rusak dan dicorat-coret karena nggak punya lahan untuk corat-coret.

Putu :Maksudmu Grafiti Vid.

David : Kayaknya itu sih namanya. Iya kan Mbak Andria?

Aku : Mana saya tahu. Pokoknya itulah hehehe.

Aku : By the way, jadi Indonesia  belum bisa disamakan dengan mindsetnya orang Eropa?

Hujan sedikit saja sudah banjir. Kayaknya bisa jadi destinasi wisata juga nih. judulnua wisata banjir (dok. Pribadi)
Hujan sedikit saja sudah banjir. Kayaknya bisa jadi destinasi wisata juga nih. judulnua wisata banjir (dok. Pribadi)
Putu : Beuh jauuuuh. Mungkin ada segelintir orang yang mindsetnya sama kayak uni Eropa tapi yang nggak sepaham banyak! Kita lho negara berkembang, bukan maju. Saya lho pernah tanya sama penghuni Eropa asli. Mereka juga bilang nggak mungkin. Ya kita memang nggak bisa disama-samakan dengan mereka.

David : Kalau bercita-cita seperti negara eropa boleh saja, tapi asal jangan ketinggian. Nanti jatuh bisa babak belur alias sekarat alias moddar hihihi.

Aku : Pemimpin kita kan suka begitu.

Putu : Betul. Makanya pernah dibuat Republik Mimpi dan cuman bisa ada di mimpi-mimpi.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Bermimpi boleh tapi jangan terlalu tinggi? Benarkah seperti itu? Jadi apa nih solusinya buat Samarinda yang minim tempat wisata? Museum aja nggak punya. Hanya kota kecil tetangga sebelah aja yang ada, Museum Mulawarman Tenggarong. Dan itu bukan milik Samarinda. Oke secara umum, milik kita semua orang Indonesia tapi yang murni dari Samarinda itu lho nggak ada. Ada komunitas Samarinda Bahari yang punya Gallery foto-foto jaman dulu kala, tapi ya cuman berupa foto-foto. Koleksinya belum begitu lengkap dan dikelola secara pribadi. Katanya bagus seperti itu aja, kalau dikelola pemkot malah bisa berabe. Duh kayak buah simalakama begini. Fokus untuk mencintai kota Samarinda jadi blur. Itulah yang dikatakan hati nuraniku. 

Nggak tahu kenapa, kayak ada belum plong dengan kota Samarinda. Mungkin aku harus buang jauh-jauh pikiran negatif ini. Tapi masa nggak mencintai kota Samarinda termasuk negatif thinking?! Semoga saja ada yang memberikanku pencerahan. Amin Ya Rabbal Alamin.

^^

Salam hangat dan selamat berakhir pekan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun