Galau banget menunggu kabar berita dari penerbit. Meskipun telah berulang kali mencoba senyum tapi hati berkata tidak.Ā
Intuisiku bersabda, Cobalah usahakan lebih sabar dan peka terhadap sekitar.Halah, kok ya klise sekali si Intuisi ini?
Masalahnya, kapan tulisan-tulisanku akan terbit inilah yang harus menjadi titik fokus sekarang. Bukannya membabi buta atau gimana?
Aku menganggap menulis adalah sesuatu kebahagiaan atau hal yang membahagiakan. Di sisi lain juga sebagai aktualisasi diri. Masalahnya, penghasilan dan lain-lain itu nomor sekian. Halah, kok ya aku munafik begini?
Selain naskahku bisa bermanfaat bagi orang lain juga sebagai ladang penghasilan pun tak mengapa.Ā
Oke, jujur itu tujuanku juga sebelum paham bener apa sesungguhnya keinginanku. Dan semakin aku berpikir untuk mencari penghasilan di bidang ini akupun stress sendiri. Tulisanku malah nggak selesai-selesai jadinya gara-gara kepikiran mulu. Perlahan aku pindah mindset aku untuk mencari kebahagiaan di dunia lain. Maksudku, menganggap dunia menulis sebagai 'dunia lainku' dan aku nggak apa-apa dibuat mabuk kepayang karenanya.
Masalahnya apa aku yakin teknik tulisanku sudah bener?
"Gampang itu bisa dipelajari" ujar Otak Kananku.
walaupun begitu otak kiriku pun tak mau kalah, "Ingat Sis, kita hidup ini butuh penghasilan. Jarang banget orang bisa menjadi kaya dengan mengambil profesi sebagai penulis. paling hanya beberapa saja yang terkenal. Ada juga yang hanya untung-untungan. Pokoknya hidup ini keras Sis. Lebih keras lagi hidup sebagai penulis!"
Otak kananku membela diriku, "Nggak masalah asal kita bener-bener mau belajar dari kesalahan. Dan fokus memperbaiki diri. Belasan kali ditolak nggak masalah. Ada lho yang sembilan puluh sembilan kali ditolak lalu setelah diterima jadi fenomenal. Itu karena apa? Ya karena nggak menyerah itu tadi!"
"Kamu jangan mau dibohongi sama otak kananmu yang sedeng itu! Bener tuh kata temen dan Mamakmu. Kebanyakan mengkhayal! Nggak ada hasilnya apa-apa. Cuman bikin capek badan. Tuh badanmu kurus kering. Sariawan mulu lagi!" ucap Otak Kiri mulai main hati.
"Jangan menyerah dan fokus aja. Itu cukup untuk saat ini. Selesaikan apa yang sudah-sudah. Percayalah, Tuhan nggak tidur," kata Otak Kanan dengan suara rendah takut kedengaran sama si Otak kiri.
"Ngomong kok pakai bisik-bisik sih? Ya aku dengerlah!" sewot Otak Kiri. "Sudahlah. Fokus aja sama dunia nyata. Dunia fantasi mah cuman mengada-ada. Percayalah, kamu nggak mungkin bisa hehehe,"
"Anggap aja An, otak kirimu tuh setan!"
Dan aku hanya bisa garuk-garuk kepala mendengar percakapan ganjil ini. Ya sudahlah, yang penting hatiku sudah tau aku mengikuti siapa.Ā
Samarinda, 29/06/2016
efek insomnia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H