Mohon tunggu...
Teddy Hambrata Azmir
Teddy Hambrata Azmir Mohon Tunggu... pegawai swasta -

Saat ini saya telah purna dini...bukan berarti pengabdian pupus, melainkan pengabdian selain dari dalam juga bisa dari luar lignkaran sebagai sebuah pilihan hidup...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Zamrud Khatulistiwa Yang Tak Berkilau

13 September 2017   15:57 Diperbarui: 13 September 2017   16:53 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tempatnya penggalan surga yang jatuh ke bumi, sehingga anak cucu Adam semua merasa bahwa disanalah milik siapa saja yang kuat mempertahankannya karena Sang Adam pun sejatinya turun dari surga yang sangat dirindukan.

Nusantara, adalah nama tempat itu, Indonesia saat ini menjadi sebagian besar wilayahnya. Dari dulu hingga sekarang tetap menjadi bagian berkemilau bagi seluruh manusia di dunia. Bahkan, konon beberapa tempat seperti India maupun bangsa Indian di Amerika Serikat adalah tempat-tempat pencarian daerah kemilau dari kemilau yang ternyata ada di Indonesia.

Nusantara yang berarti pulau-pulau, menjadi Indonesia yang berarti Indi dalam pulau-pulau atau bisa diterjemahkan sebagai bangsa kepulauan. Tak salah dan bukan sebuah cocokologijika kita rangkai huruf "mim lam dan kaf" selayaknya dalam kitab suci "AL Mulk" sehingga pertama kali Portugis menemukan kepulauan tersebut menyebutnya dengan "mim lam dan kaf" (Mallaca) pada 1511 dan kemudian tetap dengan "mim lam dan kaf" pada 1512 ketika mendarat di Molluca.

Demikian, saat untuk pertama kalinya sejak masa kegelapan bangsa Romawi menemukan sebuah "Jamrud Khatulistiwa" dengan misi "gold, gospel and glory".Terus dalam kondisi turun menurun berpindah tangan satu dengan yang lain antara sesama Bangsa Rum untuk menguasai wilayah yang berkilau oleh rempah-rempah, mineral bahkan di jaman modern ini berkembang dengan perolehan emas dan uranium.

Namun, apakah daerah yang berkemilau itu tidak ada yang memilikinya atau tidak bertuan sebelum bangsa barat yang bar-bar tersebut datang. Sejatinya, mereka adalah penduduk asli yang selalu terkenal akan keramahannya, bak orang kaya yang tak berbeban ketika disinggahi rumahnya selalu tampil dengan senyuman. Senyum oleh senyuman hingga mereka pemilik asli rumah kilauan  tersebut tak sadar tersisihkan oleh pendatang dari bagian barat bumi yang indah ini.

Sebelum bangsa barat datang dan menduduki serta mengembangkan ekspansinya, penduduk asli Nusantara telah banyak berinteraksi pula dengan bangsa-bangsa lain seperti China dan Arab. Dalam hubungan dagang yang damai tanpa ada intrik "gold, gospel and glory"seperti yang mereka para "rambut jagung" lakukan. Mulai dari Portugis, British, Spanyol hingga VOC (Belanda) saling silih berganti berbagi daerah jajahan.

Menggunakan jasa dan tenaga para komprador, yang saat itu bertugas sebagai penghubung antara bangsa pribumi dengan para "tuan" baru dari barat. Penduduk pribumi pada dasarnya diartikan oleh mereka yang sudah ada dalam kedamaian dan berinteraksi dalam persahabatan sebelum bangsa barat berekspansi menguasai nusantara.  Bangsa yang damai dalam "gemah ripah loh jinawi" ini hanya bisa bergigit jari akibat ulah para komprador yang lupa pada eksistensi saudaranya sendiri.

Jamrud Khatulistiwa itu sekarang semakin redup, redup dalam keikhlasan akibat pengkhianatan sesama saudara yang begitu diharapkan oleh para penjajah. Jangan sebut Indonesia tidak terjajah jika masih ada saudara kita yang kita lupakan eksistensinya di tanah yang indah ini.  Sungguh mudah menduduki kemilaunya Nusantara, tanpa perlu kekuatan senjata, tanpa perlu berlumuran darah. Cukup menggunakan iming-iming yang gemilang kepada salah satu sisi diantara mereka.

Akan tetapi, disinilah kita berdiri, jadi pandu ibu pertiwi, membangun jiwa dan raga, karena kita ingin sebagian besar Nusantara dalam Indonesia itu tetap satu dalam jiwa. Apa yang perlu diragukan dari kemampuan anak negeri, karena kemampuan bukan hanya butuh pembelajaran dan pelatihan, namun juga butuh kesempatan dan kepercayaan.

Salam Satu Jiwa, Indonesia Raya!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun