Ada sedu di hari pendidikan nasional (Hardiknas) kali ini. Selain masih berada pada kondisi pandemi, peringatan hari lahir Ki Hajar Dewantara sendiri, arti kata "pendidikan" yang biasa jadi bahan diskusi khalayak umum tak banyak menghayati.
Kebetulan tulisan yang tidak lebih hanya sekedar refleksi ini, selama masih duduk di bangku kuliah ingin sekali terpublikasi, bertepatan dengan Hardiknas di tanggal 2 Mei, catatan singkat ini semoga memberi arti.
Sebagai tamatan SMA yang masuk perguruan tinggi, yang kemudian menginjakkan kaki untuk meneruskan pelajaran ke jurusan ilmu pilihan hati.
Pada perguruan tinggi, dimana orang biasa menuntut ilmu yang tidak lagi menerima ilmu sekedar pengetahuan seperti yang diajarkan saat masih berstatus siswa-siswi.
Cita-cita mulia sekaligus bekal untuk seumur hidup bagi mahasiswa yang akan kembali ke masyarakat setelah menempuh ujian yang penghabisan, adalah pandai berdiri sendiri dalam mempelajari ilmu.
Segala pendidikan yang diraihnya dalam hal ini haruslah cinta akan kebenaran dan berani mengatakan salah dalam menghadapi sesuatu yang tidak benar.
Sehingga Mohammad Hatta pada sambutannya dihadapan ribuan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) tahun 1957 mengungkapkan, tanggung jawab seorang akademikus ialah mencitrakan adanya intelektual dan moral !
Ini terbawa dari tabiat ilmu itu sendiri yang ujungnya mencari kebenaran dan membela kebenaran.
Senada dengan hal itu, menurut undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, tugas universitas adalah membentuk manusia-manusia susila dan demokratis.
Harapan yang tertanam di dalam jiwa undang-undang perguruan tinggi, mahasiswa (sarjana) Indonesia yang dibentuk sebagai manusia susila dan demokratis akan cakap berdiri sendiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan.
Apalagi mereka dibekali kebebasan akademik untuk melahirkan pikiran-pikiran ilmiah yang kreatif dan produktif dengan gagasan barunya.