Nyong karo rika kudu sinau bareng kiye.. (doc.pribadi)
Beberapa waktu lalu kabupaten Banyumas heboh dengan hak paten makanan khasnya, Mendoan, yang diklaim sebagai hak milik individu. Orang-orang yang belum tahu mendoan mendadak penasaran dengan makanan yang berbahan dasar tempe ini. Tapi tunggu dulu, kali ini saya tidak akan membahas kuliner di Banyumas, karena Banyumas tidak hanya punya mendoan lho…
Anda pernah dengar bahasa NGAPAK? Itu lho kalo di film-film bahasa ini sering dijadikan plesetan oleh beberapa comedian. Seperti almarhum Kasino WARKOP yang sering mengucapkan bahasa daerah, “Lha kepriben, bocah koh ora nana pendidikane babar blas!” Hayo silahkan tebak, bahasa apakah ini? Sebagian dari Anda pasti akan menjawab “bahasa Jawa”.
Eit…no..no..! Kalau dalam bahasa Jawa yang dikenal umum tidak ada dialek semacam itu. Bagi penikmat seni pewayangan juga pastinya akan asing dengan dialek itu. Kecuali bagi penikmat CURANMOR (Curahan Perasaan dan Humor), sebuah program humor yang diperankan oleh kaki Samidi di radio Cilacap (Program ini mengudara jauh sebelum booming stand up komedi di tanah air). Disana akan terdengar dialek-dialek khas Banyumasan-yang tidak semua orang Jawa paham. Yang konon program ini bisa menghilangkan stress baik bagi yang paham atau pun tidak paham dengan bahasanya. Karena sungguh, bagi saya kaki Samidi ini memang benar-benar gila! Bikin ngakak guling-guling…
Baiklah, agar kita saling mengenal, saling menyayang, mari kita belajar bahasa daerah. Kali ini telah hadir Kamus dialek Banyumas-Indonesia. Jangan kaget ya-bagi yang mengidentikan Jawa itu dengan Solo atau Jogja- perlu jelajah lebih dalam lagi dengan keragaman budaya daerah-daerah di Jawa.
Solo dan Jogja itu daerah dengan kultur keraton/kasunanan, maka bahasa yang lahir disana itu ada muatan strata sosialnya. Misal untuk mengatakan “makan” kepada bupati-orang biasa, orangtua-anak-anak, itu berbeda-beda. Nah, di Banyumas akan ditemukan keegaliteran dalam relasi bahasa sosialnya, tidak ada perbedaan. Lalu Banyumas dikenal dengan “CARABLAKA” yang kurang lebih berarti blak-blakan, apa adanya.
Kitalah Penjaga Bahasa Lokal
Penyusun kamus ini adalah budayawan sekaligus sastrawan lokal yang karyanya udah mengglobal. Pasti Anda tidak asing lagi dengan novel “Ronggeng Dukuh Paruk”, masterpiece Ahmad Tohari. Ya, Ahmad Tohari adalah sastrawan kelahiran asli Banyumas. Membaca trilogi Ronggeng Dukuh Paruk serasa masuk ke dalam relung suasana pedesaan di Banyumas tahun 1960-an. Tak heran jika akhirnya novel tersebut difilmkan dengan judul “Sang Penari”. Wah, saya jadi cerita novel nih... Baiklah, soal Ahmad Tohari dan karyanya mungkin akan saya ceritakan pada episode selanjutnya ya...
Kita kembali soal kamus bahasa Banyumas. Bagi Anda para pegiat bahasa atau pun budaya, atau bahkan orang awam sekali pun, saya rekomendasikan banget untuk mempunyai kamus ini. Sah-sah saja Anda belajar bahasa Inggris, Mandarin, Korea, Arab dan semua yang berbau asing, tapi siapa yang akan menjaga bahasa lokal kita kalau bukan kita sendiri? Ayolah mulai bangga dengan apa yang kita punya. Jangan sampai bahasa Banyumas itu nanti akan mengancam kita seperti syair lagunya Mulan Jameela, “Kamu pasti nanti kan menyadarinya, saat aku tak lagi ada...”hiks...
Anak-anak wajib dikenalkan
Bagi para orang tua sebaiknya tak lupa mengenalkan bahasa lokal kepada anak-anaknya. Kalau Anda orang Banyumas dan sekitarnya, bahasa lokal tersebut adalah bahasa Banyumas tentunya. Kita, anak kita, cucu kita, harus dipahamkan betul akar budayanya. Jangan sampai anak cucu atau generasi kita lupa dan asing dengan bahasanya sendiri. Jangan sampai juga nanti anak cucu kita harus ambil kuliah Bahasa Banyumas di Belanda. Gak lucu kan?
Maka dari sekarang kita harus jadi penjaga gawang bahasa lokal, pokoke aja nganti kebobolan. Aja nganti getun neng mburi. Sebab apa? Sebab sedikitnya 169 bahasa daerah di Indonesia saat ini terancam punah. Owalah biyung… Selamatkan bahasa daerah!
Saya bersyukur di Banyumas masih ada orang-orang yang mengupayakan pendokumentasian bahasa lokal seperti ini. Apresiasi mendalam saya ucapkan kepada Bapak Ahmad Tohari dan tim. Ini adalah antisipasi cerdas untuk menghindari kepunahan bahasa Banyumas. Mudah-mudahan kita akan semakin fasikh lagi dalam melafadzkan dialek Banyumasan. Bagi yang sudah lupa-lupa ingat, mari kita buka kamus ini…
Saya kasih bocoran sedikit ya, beberapa kata yang ada di kamus. Mungkin Anda akan bernostalgia dengan beberapa kata karena sudah jarang menggunakannya, atau Anda yang usianya masih remaja akan mengernyitkan dahi karena baru mengetahuinya. Atau Anda bahkan lupa karena sudah saking lamanya tinggal di Arab atau Hongkong.
Contoh:
Blendhing : perutnya buncit tubuhnya kurus.
Kalimat : Bocah koh ora gedhe-gedhe, mung wetenge thok sing mblendhing.
Kisut : Berkerut, keriput.
Kalimat : Pipine baen wis kisut ning esih lenjeh
Genthoak : Berteriak-teriak, bicara keras-keras
Kalimat : Wis wengi cah, aja genthoakan bae!
*Sumber tulisan dari blog pribadi saya, dwisakhadi.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H