Mohon tunggu...
Setyo Purwoto
Setyo Purwoto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa pendidikan Sejarah universitas negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Asasi Manusia, Sejak Era Hamurabi Sampai Era Modern

26 Maret 2024   13:38 Diperbarui: 27 Maret 2024   11:34 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari zaman ke zaman, gagasan tentang hak-hak fundamental yang melekat pada setiap insan telah menjadi perjuangan abadi umat manusia. Meskipun akar-akarnya dapat ditelusuri hingga peradaban kuno seperti Hukum Hammurabi di Babilonia pada 1792 SM, yang meletakkan dasar-dasar sistem peradilan setimpal dan praduga tidak bersalah, konsep Hak Asasi Manusia (HAM) modern telah melewati perjalanan panjang dalam mengkristal menjadi seperangkat prinsip universal. Dimotori oleh pemikiran para filsuf dan cendekiawan visioner seperti John Locke, yang menegaskan hak alami atas kehidupan, kebebasan, dan kepemilikan, evolusi HAM telah membentang melalui tiga generasi yang mencakup spektrum luas hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga hak-hak kolektif atas pembangunan, perdamaian, dan lingkungan yang bebersih.

 Sejarah HAM

Sejak zaman dahulu, konsep Hak Asasi Manusia (HAM)telah berakar pada ide bahwa setiap manusia, tanpa memandang warna kulit, kewarganegaraan, atau jenis kelamin, memiliki hak-hak dasar yang tidak terpisahkan dari kemanusiaan mereka. Filsuf terkemuka seperti John Locke menegaskan bahwa hak untuk hidup, memiliki, dan kebebasan adalah hak alami yang tidak boleh direnggut oleh siapapun, termasuk negara.

Perjalanan HAM telah melalui tiga generasi evolusi:

1. Generasi Pertama : Hak-hak klasik termasuk hak hidup, kesehatan, kebebasan bergerak, dan kepemilikan pribadi.

2. Generasi Kedua : Hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya seperti pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan.

3. Generasi Ketiga : Hak kolektif dan solidaritas, mencakup hak atas pembangunan, perdamaian, dan lingkungan yang bersih.

Puncak penting dalam sejarah HAM adalah penandatanganan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada 10 Desember 1948, yang menetapkan standar hak-hak dasar yang harus dihormati secara global. Sejarah mencatat bahwa prinsip-prinsip HAM telah ada sejak zaman Hukum Hamurabi pada tahun 1792 SM.

Hukum Hammurabi, salah satu dokumen hukum tertulis tertua, dibuat oleh Raja Hammurabi dari Babilonia kuno. Prasasti setinggi 2,25 meter ini berisi 282 peraturan yang mencakup aspek-aspek kehidupan, termasuk perdagangan, perbudakan, dan hubungan keluarga. Prinsip "mata ganti mata, gigi ganti gigi" dari hukum ini mencerminkan sistem hukuman yang setimpal.

Hukum ini juga merupakan langkah awal menuju sistem peradilan yang adil, dengan prinsip bahwa terdakwa dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah. Prasasti ini kini menjadi bagian dari koleksi Museum Louvre di Paris.

Dalam konteks hukum internasional, HAM merupakan prinsip dasar yang diakui dan dihormati oleh negara-negara di seluruh dunia. Hukum HAM internasional terdiri dari perjanjian-perjanjian yang memiliki efek hukum mengikat bagi negara-negara yang menyetujuinya.

Instrumen utama dalam hukum HAM internasional termasuk DUHAM, Pakta Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), dan Pakta Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR). Meskipun tidak mengikat secara hukum, instrumen-instrumen ini berkontribusi pada implementasi dan pengembangan hukum HAM ininternasional.

Penegakan HAM Internasional: Sebuah Mosaik Keadilan

Di dunia yang sering kali dilanda konflik dan ketidakadilan, penegakan HAM menjadi suatu kebutuhan yang mendesak. Untuk mewujudkan keadilan global, berbagai lembaga internasional telah didirikan, masing-masing dengan peran unik dalam memperjuangkan hak-hak dasar manusia.

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) adalah dua contoh pengadilan internasional yang berdiri sebagai benteng terakhir bagi keadilan. ICC, misalnya, mengadili individu yang bertanggung jawab atas kejahatan paling serius yang mengguncang nurani umat manusia, seperti genosida dan kejahatan perang. Sementara itu, ECHR berfungsi sebagai pelindung hak-hak warga Eropa, memastikan bahwa setiap orang dapat hidup dengan martabat dan kebebasan.

Di sisi lain, Dewan HAM PBB (UNHRC) berperan sebagai pengawas global, memantau situasi HAM di seluruh dunia dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan. Dengan 47 negara anggota yang dipilih oleh Majelis Umum PBB, UNHRC mengadopsi resolusi dan melakukan investigasi atas pelanggaran HAM, berupaya untuk menjadi suara bagi yang tidak bersuara.

Komite Hak Asasi Manusia (HRC) dan Komite Penghilangan Paksa (CED) adalah dua badan pakar yang memantau kepatuhan negara-negara terhadap perjanjian internasional seperti Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Konvensi Internasional tentang Perlindungan Orang-Orang dari Penghilangan Paksa (ICDPED). Mereka meninjau laporan dari negara-negara dan mempertimbangkan pengaduan individu, memastikan bahwa setiap suara didengar dan setiap pelanggaran ditanggapi.

Terakhir, Pelapor Khusus PBB tentang Hak Asasi Manusia memiliki tugas untuk menyelidiki dan melaporkan situasi HAM di berbagai negara atau wilayah, serta isu-isu tematik tertentu. Mereka melakukan kunjungan ke negara-negara, menerbitkan laporan, dan memberikan rekomendasi yang berharga untuk meningkatkan situasi HAM.

Penegakan HAM internasional adalah sebuah jaringan yang saling terkait, di mana setiap lembaga memainkan peran vital dalam memastikan bahwa hak-hak setiap individu dihormati dan dilindungi. Meskipun tantangan masih ada, dedikasi dan kerja keras dari lembaga-lembaga ini terus menerangi jalan menuju dunia yang lebih adil dan berperikemanusiaan.

Dalam upaya memahami bagaimana negara-negara menjamin pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM), kita dapat melihat tiga kewajiban pokok yang mereka emban dalam hukum HAM internasional:

1. Menghormati (to respect) : Negara-negara diharapkan untuk tidak menghalangi penikmatan HAM oleh warganya, seperti menghindari pengusiran paksa atau pembatasan kebebasan berkumpul tanpa alasan yang sah.

2. Melindungi (to protect) : Tugas negara meluas ke perlindungan warganya dari gangguan pihak ketiga terhadap hak-hak mereka, termasuk akses ke pendidikan dan perlindungan dari larangan sekolah yang tidak adil.

3. Memenuhi (to fulfill) : Negara juga bertanggung jawab untuk secara aktif memajukan hak-hak tersebut, seperti dengan memberikan dukungan kepada kelompok yang terpinggirkan.

Konflik Pelanggaran HAM Berat

Selain itu, negara-negara berupaya memenuhi, melindungi, dan menegakkan HAM melalui pembentukan komisi dan lembaga HAM nasional, instrumen hukum, dan pengadilan HAM, serta menanggulangi pelanggaran HAM dengan membawa pelaku ke jalur peradilan.

Konflik global yang disebutkan memiliki akar yang dalam dan kompleks, sering kali terkait dengan sejarah panjang dan dinamika politik yang rumit. Misalnya:

- Konflik di Kongo : Bermula dari Perang Kongo Pertama, konflik ini telah menyebabkan jutaan korban jiwa dan melibatkan banyak negara serta kelompok bersenjata.

- Konflik di Sudan : Dipicu oleh perebutan kekuasaan antara faksi militer, konflik ini telah menyebabkan ketegangan dan perang saudara.

- Konflik di Suriah : Dimulai dari protes anti-pemerintah, konflik ini telah berkembang menjadi perang saudara yang kompleks dengan keterlibatan berbagai kelompok bersenjata dan kekuatan asing.

- Konflik Uighur di Xinjiang : Terkait dengan tindakan keras pemerintah terhadap etnis Uighur, konflik ini menimbulkan tuduhan pelanggaran HAM yang serius.

Meskipun upaya untuk menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di seluruh penjuru dunia telah berlangsung selama berabad-abad, perjalanannya masih jauh dari usai. Konflik dan ketegangan yang berkepanjangan di berbagai belahan dunia, seperti di Kongo, Sudan, Suriah, dan Xinjiang, terus menjadi tantangan besar bagi perlindungan martabat kemanusiaan. Namun, semangat untuk mewujudkan keadilan global dan menghapuskan pelanggaran HAM yang mengguncang nurani umat manusia tetap membara. Jaringan lembaga internasional seperti Mahkamah Pidana Internasional, Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa, Dewan HAM PBB, Komite Hak Asasi Manusia, Komite Penghilangan Paksa, dan Pelapor Khusus PBB terus berjuang tanpa lelah, masing-masing dengan peran unik dalam mengawasi, menyelidiki, dan merespons pelanggaran HAM di seluruh dunia. Meskipun tantangan masih ada, dedikasi dan kerja keras dari lembaga-lembaga ini terus menerangi jalan menuju dunia yang lebih adil dan berperikemanusiaan, di mana setiap individu dapat hidup dengan martabat dan kebebasan yang dijamin oleh hukum internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun