Dari zaman ke zaman, gagasan tentang hak-hak fundamental yang melekat pada setiap insan telah menjadi perjuangan abadi umat manusia. Meskipun akar-akarnya dapat ditelusuri hingga peradaban kuno seperti Hukum Hammurabi di Babilonia pada 1792 SM, yang meletakkan dasar-dasar sistem peradilan setimpal dan praduga tidak bersalah, konsep Hak Asasi Manusia (HAM) modern telah melewati perjalanan panjang dalam mengkristal menjadi seperangkat prinsip universal. Dimotori oleh pemikiran para filsuf dan cendekiawan visioner seperti John Locke, yang menegaskan hak alami atas kehidupan, kebebasan, dan kepemilikan, evolusi HAM telah membentang melalui tiga generasi yang mencakup spektrum luas hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga hak-hak kolektif atas pembangunan, perdamaian, dan lingkungan yang bebersih.
 Sejarah HAM
Sejak zaman dahulu, konsep Hak Asasi Manusia (HAM)telah berakar pada ide bahwa setiap manusia, tanpa memandang warna kulit, kewarganegaraan, atau jenis kelamin, memiliki hak-hak dasar yang tidak terpisahkan dari kemanusiaan mereka. Filsuf terkemuka seperti John Locke menegaskan bahwa hak untuk hidup, memiliki, dan kebebasan adalah hak alami yang tidak boleh direnggut oleh siapapun, termasuk negara.
Perjalanan HAM telah melalui tiga generasi evolusi:
1. Generasi Pertama : Hak-hak klasik termasuk hak hidup, kesehatan, kebebasan bergerak, dan kepemilikan pribadi.
2. Generasi Kedua : Hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya seperti pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan.
3. Generasi Ketiga : Hak kolektif dan solidaritas, mencakup hak atas pembangunan, perdamaian, dan lingkungan yang bersih.
Puncak penting dalam sejarah HAM adalah penandatanganan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada 10 Desember 1948, yang menetapkan standar hak-hak dasar yang harus dihormati secara global. Sejarah mencatat bahwa prinsip-prinsip HAM telah ada sejak zaman Hukum Hamurabi pada tahun 1792 SM.
Hukum Hammurabi, salah satu dokumen hukum tertulis tertua, dibuat oleh Raja Hammurabi dari Babilonia kuno. Prasasti setinggi 2,25 meter ini berisi 282 peraturan yang mencakup aspek-aspek kehidupan, termasuk perdagangan, perbudakan, dan hubungan keluarga. Prinsip "mata ganti mata, gigi ganti gigi" dari hukum ini mencerminkan sistem hukuman yang setimpal.
Hukum ini juga merupakan langkah awal menuju sistem peradilan yang adil, dengan prinsip bahwa terdakwa dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah. Prasasti ini kini menjadi bagian dari koleksi Museum Louvre di Paris.