Mohon tunggu...
Setyoningsih Subroto
Setyoningsih Subroto Mohon Tunggu... Dosen - Pekerja

Kutu buku, penyesap kopi, pencabik senar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Balada Kesejahteraan Guru yang Masih Sendu

25 November 2022   16:33 Diperbarui: 25 November 2022   16:43 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru iku digugu lan ditiru

Kelima kata di atas adalah penjabaran akronim guru dalam Bahasa Jawa. Digugu memiliki pengertian dipercaya, sedangkan ditiru adalah dicontoh. 

Dengan demikian, makna guru secara keseluruhan adalah sosok yang dapat dipercaya dan patut dicontoh. Secara lisan memang mudah dikatakan, tetapi pada kenyataannya tidak semudah mengunyah boba.

Mengapa tidak mudah? Anda tentu sudah memahami bahwa guru adalah garda terdepan dalam menjalankan secuil bagian dari amanat UUD 1945. "Mencerdaskan kehidupan bangsa", demikianlah amanat yang diemban oleh seluruh guru yang bernaung dalam lindungan ibu pertiwi. 

Frasa "mencerdaskan" diimplementasikan dalam bentuk transfer ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh para guru, khususnya di sekolah formal. 

Tidak hanya menyampaikan mata pelajaran saja, seorang guru juga turut andil dalam membentuk budi pekerti insan-insan muda. Melelahkan tetapi tetap dilakukan oleh para guru. 

Mulai dari pendidikan dasar hingga menengah, tidak ada yang mudah bagi para guru. Setiap kelompok usia memiliki perilaku khas yang perlu disikapi dengan cermat agar ilmu pengetahuan dapat diserap dengan baik oleh para siswa. 

Para guru juga dituntut untuk selalu mengembangkan diri dengan perkembangan terkini agar para siswa dapat lulus tepat waktu, syukur-syukur jika nilainya memuaskan. Lantas, apakah kesejahteraan guru sudah berbanding lurus dengan tanggung jawab yang diemban?

Ibarat mode rewind di Spotify, isu kesejahteraan guru selalu menguak setiap tahunnya. Anda tentu sudah familiar dengan kisah-kisah sendu para guru, khususnya yang bertugas di pelosok negeri. 

Mari segarkan ingatan Anda dengan beberapa contoh yang bukan cuplikan opera sabun, tetapi kondisi riil di lapangan. Di usia Republik Indonesia yang sudah 77 tahun, ternyata masih ada guru yang hanya memperoleh upah Rp 300.000,- setiap bulannya.  

Masih ada pula yang upahnya diberikan setiap 3 bulan sekali. Bahkan tidak sedikit yang harus menempuh jarak jauh dengan rute off road demi mengajar. Belum lagi kisah-kisah sedih guru honorer yang tiada habisnya bak coffee shop di ruas-ruas jalan.  Memang miris, tetapi itulah faktanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun