Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Berbagai platform seperti Instagram, Tik-Tok, Twitter, dan Facebook kini tidak hanya digunakan untuk berbagi informasi, tetapi juga telah menjadi tempat bagi individu untuk mencari validasi, popularitas, dan makna hidup. Fenomena ini menghadirkan sebuah istilah yang cukup menarik, yaitu "Agama Social Media," yang mencerminkan bagaimana media sosial menggantikan peran spiritualitas tradisional dan memengaruhi makna hidup manusia.
Transformasi Spiritualitas di Era Digital
Dalam masyarakat tradisional, spiritualitas berfungsi sebagai panduan moral dan pencarian makna hidup yang lebih dalam. Namun, di era media sosial, banyak orang yang beralih dari ajaran agama atau nilai spiritual ke budaya digital yang menawarkan pengakuan instan melalui "like,share dan followers."
Bagi sebagian orang, jumlah pengikut di media sosial menjadi tolok ukur keberhasilan dan identitas diri. Ritual keagamaan digantikan dengan aktivitas harian seperti mengunggah konten, mengecek notifikasi, dan memantau interaksi di dunia maya.Â
Alih-alih mencari makna hidup melalui refleksi spiritual atau hubungan dengan Tuhan, mereka justru mencari makna melalui interaksi digital dan pengakuan dari dunia luar.
Media Sosial sebagai 'Kuil' Modern
Media sosial telah menjadi semacam "kuil" modern, tempat di mana individu menyembah popularitas dan pencitraan diri. Mereka yang memiliki pengaruh besar di dunia maya (influence mrs) dipandang sebagai "imam" atau "nabi" digital yang mengarahkan pengikutnya pada gaya hidup tertentu, tren, dan pandangan dunia.
Namun, berbeda dengan nilai spiritual tradisional yang menekankan keikhlasan dan kerendahan hati, budaya media sosial lebih menitikberatkan pada penampilan, citra, dan validasi eksternal.Â
Akibatnya, banyak orang terjebak dalam siklus yang melelahkan untuk terus memperbaiki citra diri mereka agar tetap relevan dan diterima di dunia maya.
Runtuhnya Makna dan Spiritualitas