Mohon tunggu...
Setyo Budiantoro
Setyo Budiantoro Mohon Tunggu... Konsultan - Percikan pemikiran tentang transformasi pembangunan

Nexus Strategist, Development Economist, Entrepreneur, Writer https://www.budinomic.info/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Biarkan Orang Kelaparan

11 April 2020   09:25 Diperbarui: 11 April 2020   09:17 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Dengan pandangan mata penuh harap, tukang ojek itu berkata "enggak usah pakai uang mas, saya butuh beras saja kalau punya". Cerita teman ini, mengekspresikan kesusahan yang paling muram dari keluarga tukang ojek, yaitu kebutuhan makan. 

Makin sering saya mendengar cerita pedih ini. Tukang ojek, sopir taksi atau tukang becak, tidak makan. Keluarga mereka, kesulitan makan.

Seorang pria dengan jaket lusuh & tas kumal, terduduk memegangi perut, saya lihat beberapa hari lalu. Tampaknya, ia kelaparan. Tetangga seberang, pegawai toko telepon genggam diberhentikan, terpaksa menjadi tukang becak. Meringkuk tidur di dinginnya malam, dengan becaknya. Istrinya risau, mengusir pergi tak boleh tidur di rumah bila belum ada rejeki. Keluarganya, butuh makan. Mereka kelaparan.

Kelaparan dideskripsikan secara mengerikan oleh WS Rendra "kelaparan adalah tangan-tangan hitam, yang memasukkan segenggam tawas, ke dalam perut para miskin". Inilah kini kenyataan yang terjadi di sekitar kita. Sekitar kita, mulai banyak yg kelaparan. Tukang becak, ojek, pemulung, pedagang informal, dll mereka & keluarganya lapar. Makan adalah apa yg didapatkan hari ini. Kini, mereka mulai mengurangi makan.

Hidup mereka adalah nafas harian yg tersengal-sengal. Pembatasan jarak (physical distancing) apalagi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) makin membatasi rejeki mereka yg sudah pas-pasan. Kini saatnya mengurangi narasi, namun memperbanyak aksi. Saya sebenarnya agak jengah, namun dengan tujuan supaya yg lain juga tergerak, maka saya menuliskan ini.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Ada 35 bungkus. Beras 5 kg, minyak goreng seliter & mie instan beberapa bungkus. Mau dengan telur, tapi agak ribet & takut pecah. Ya sudahlah, apa yg gampang. Semoga bisa utk menyambung napas beberapa hari. Inisiatif kecil dari kami, eh lalu ada beberapa teman yg rupanya tergerak hatinya. Syukurlah..

Kini saatnya kita membantu orang sekitar kita yg sedang sangat susah. Ingatlah, membiarkan orang kelaparan di sekitar kita, akan menghalangi masuk surga. Bagi yg agnostik-humanis, ini saatnya melakukan hal kongkrit bagi kemanusiaan.

Kini saatnya kita semua bersolidaritas, gotong royong menghadapi persoalan yang mungkin tidak akan segera berakhir. Sungguh mengharukan berbagi yang membutuhkan. 

Bingkisan sembako penyambung nafas beberapa hari, disambut dengan sorot mata berbinar. Mendengar alhamdulilah berkali2 & ucapan terima kasih, sungguh meluruhkan hati & perasaan. Mereka yang melihat hari ini dan beberapa hari ke depan, sudah sangat gelap & buntu.

Bantuan meskipun kecil, namun akan sangat bermakna bagi yang benar-benar membutuhkan. Setidaknya, meringankan sedikit beban yang kini bukan main beratnya. Apa gunanya ber-Tuhan bila membiarkan orang di sekitar kita kelaparan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun