Mohon tunggu...
Setyo Ari Cahyono
Setyo Ari Cahyono Mohon Tunggu... Dokter - A man who love Literatures that trapped inside doctor's body.

Penggemar sains dan sastra klasik, pemerhati politik, pemerhati semesta alam, dan penulis curahan hati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mungkinkah Dunia Tanpa Gender?

24 Februari 2021   09:36 Diperbarui: 24 Februari 2021   09:52 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gender menjadi suatu hal penting dalam tatanan sosial (masyarakat). Ini bukan hanya masalah jenis kelamin di KTP, tapi juga terkait pembagian peranan sosial, norma serta etika. Suka atau tidak, perilaku kita sehari-hari banyak diatur oleh gender kita. Cara kita berpakaian, cara berbicara, memilih pekerjaan, dan berinteraksi dengan lingkungan kita. Semuanya secara terus-menerus mendasari pilihan yang kita ambil. 

Contoh sederhana ketika dua orang pelajar cowok dan cewek mendapati batang kayu di halaman sekolah yang jatuh dari pohon . Pelajar pria (jika insting gendernya normal) pasti akan bertindak duluan menyingkirkan batang itu dari jalanan. Sedangkan cewek pasti berteriak menyuruh temen nya yang cowok. Ini adalah pengambilan keputusan berdasarkan gender. 

(Kejadian ini hanya contoh, tapi wanita pemberani yang kuat dan tidak takut kenyataan berbicara lain)

frankaboutwomen.com
frankaboutwomen.com
Kenapa gender begitu penting?

Gender menjadi hal pertama yang dipertimbangkan saat bertemu dengan orang baru, sehingga saat kita ragu dengan jenis kelamin seseorang, hal itu bisa membingungkan. 

(Pasti kita pernah mengalami nya, itu cowok atau cewek ya? melihat dari penampilan luarnya). 

Selama dua dekade terakhir, banyak orang mempertanyakan apakah kita harus berusaha lebih keras untuk menciptakan dunia tanpa memperdulikan gender. Di lain sisi, sebagian pasti akan menentangnya karena gender itu adalah hukum alam, dengan fungsi dan aturan yang melekat padanya. Menabrak tatanan gender berarti upaya merusak hukum alam.

Menshairstylesnow.com
Menshairstylesnow.com
Membatasi diskriminasi gender mungkin akan menguntungkan banyak orang, itu berarti orang lebih bebas dalam membuat pilihan pribadi tanpa ditekan harapan masyarakat. 

Lingkungan inilah yang dianggap lebih cocok untuk orang non-biner dan trans juga,serta orang-orang yang tidak nyaman dengan gagasan stereotip kita yang terkotak dalam konsep 'maskulin' dan 'feminim'.

(Non-biner adalah orang yang tidak mau dikelompokkan gender lelaki atau perempuan, sedangkan trans merujuk pada transgender). 

Meskipun pilihan gender adalah hak masing-masing, saya tetap tidak setuju jika ada seseorang menyalahi kodrat gender nya. Yang saya tulis disini adalah tentang masalah diskriminasi gender. 

-

Di dunia kita yang baru sudah dikenal dengan emansipasi wanita, yang merujuk pada adanya kesetaraan gender. Karena di masa dahulu, kaum wanita sangat mendapatkan diskriminasi, dalam hal pendidikan, dan fungsi sosial nya di masyarakat. Wanita tak ubahnya sebagai barang pajangan di rumah, dan muncul terminologi bahwa tempat wanita di rumah adalah dapur-kasur-sumur. Dengan adanya pencetus kesetaraan gender seperti RA Kartini dan Dewi Sartika, banyak bermunculan lah "superhero" wanita Indonesia yang lain dalam melawan penjajahan Belanda. Wanita bisa menjadi Ratu penguasa kerajaan dan kesultanan. 

Gender dalam tatanan bahasa 

Rememberyourself.life
Rememberyourself.life
Salah satu cara yang bisa dicoba adalah dengan mengubah gaya bahasa sehari-hari. Penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kata ganti yang netral membantu mengurangi bias yang terjadi. Ini sudah mulai terjadi dalam beberapa kasus, kata-kata sudah kehilangan makna maskulin atau feminim nya seiring waktu; saya dan teman-teman menggunakan kata 'bro' sepanjang waktu untuk memanggil seseorang tanpa memperdulikan dia lelaki atau perempuan.  Seperti kata "mas bro", atau "mbak bro", yang cukup disingkat dengan Bro saja. 

Ini sangat normal bagi orang-orang generasi baru. Namun gender begitu tertanam dalam bahasa dan pola pikir masyarakat sehingga beralih menjadi sepenuhnya netral akan membutuhkan banyak pertimbangan.

Thesublimewoman.com
Thesublimewoman.com
Sebenarnya di Indonesia sebutan kata "dia" tidak terkait gender, beda di dunia Barat masih di bedakan She dan He. Padahal di luar sana paling getol penyetaraan gender bahkan ada yang melegalkan LGBTQ maupun pernikahan sejenis. 

Di dunia Barat 'they' sebagai kata ganti tunggal terasa tidak wajar bagi beberapa orang karena tidak terbiasa.

“Secara tidak sadar, kita selalu dihadapkan pada gagasan bagaimana harus menyesuaikan diri dengan peran gender"

Sekelompok penulis, komedian dan akademisi Jerman membuat surat terbuka menyerukan lebih banyak kata benda netral dalam bahasa. Dalam bahasa Jerman, segala sesuatu mulai dari kursi, meja hingga rumah diberi 'jenis kelamin'. Mencampurkan kata-kata feminim dan maskulin adalah kesalahan dalam tata bahasa. 

(Ini berlaku juga pada bahasa lain, dari Prancis dan Spanyol hingga Hindi dan Arab) Untungnya di Indonesia tidak terlalu diskriminatif dalam hal bahasa.

Ucapan menyangkut gender seperti itu akan berdampak pada pola pikir kita; Artinya, kita selalu dihadapkan pada persoalan bagaimana harus menyesuaikan diri dengan peran gender. 

Shuttershock.com
Shuttershock.com
Menghapus gender dari bahasa akankah membantu?

Beberapa berpendapat dengan berusaha mengubah bahasa, kita membuat gender menjadi masalah yang lebih besar. 

Untuk membuat bahasa tidak terlalu diskriminatif, sebagian orang memastikan penggunaan bahasanya benar dan gak menyesatkan. Asosiasi LGBTQ menempatkan kata ganti 'orang' saat memperkenalkan anggota mereka;  untuk menghindari asumsi gender, dan menggunakan kata ganti yang paling nyaman menurut mereka.

“Pada kenyataannya, kita sangat jauh dari dunia tanpa gender

Meskipun kita dapat dengan mudah menghapus (sepenuhnya) gender dari bahasa, namun pada kenyataannya, kita sangat jauh dari dunia tanpa gender. 

Jadi pada saat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi diskriminasi gender di masyarakat, kita juga harus menyadari bahwa pada saat ini, gender tetap merupakan masalah besar (bagi beberapa kalangan), tanpa perduli mereka mau menyesuaikan atau tidak. 

Baik pria atau wanita boleh menuntut kesetaraan gender, jika kita berfikir gender bisa dihapus: Terlalu!. 

Referensi:

www.redbrick.me

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun