Mohon tunggu...
Setyo Ari Cahyono
Setyo Ari Cahyono Mohon Tunggu... Dokter - A man who love Literatures that trapped inside doctor's body.

Penggemar sains dan sastra klasik, pemerhati politik, pemerhati semesta alam, dan penulis curahan hati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mungkinkah Dunia Tanpa Gender?

24 Februari 2021   09:36 Diperbarui: 24 Februari 2021   09:52 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meskipun pilihan gender adalah hak masing-masing, saya tetap tidak setuju jika ada seseorang menyalahi kodrat gender nya. Yang saya tulis disini adalah tentang masalah diskriminasi gender. 

-

Di dunia kita yang baru sudah dikenal dengan emansipasi wanita, yang merujuk pada adanya kesetaraan gender. Karena di masa dahulu, kaum wanita sangat mendapatkan diskriminasi, dalam hal pendidikan, dan fungsi sosial nya di masyarakat. Wanita tak ubahnya sebagai barang pajangan di rumah, dan muncul terminologi bahwa tempat wanita di rumah adalah dapur-kasur-sumur. Dengan adanya pencetus kesetaraan gender seperti RA Kartini dan Dewi Sartika, banyak bermunculan lah "superhero" wanita Indonesia yang lain dalam melawan penjajahan Belanda. Wanita bisa menjadi Ratu penguasa kerajaan dan kesultanan. 

Gender dalam tatanan bahasa 

Rememberyourself.life
Rememberyourself.life
Salah satu cara yang bisa dicoba adalah dengan mengubah gaya bahasa sehari-hari. Penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kata ganti yang netral membantu mengurangi bias yang terjadi. Ini sudah mulai terjadi dalam beberapa kasus, kata-kata sudah kehilangan makna maskulin atau feminim nya seiring waktu; saya dan teman-teman menggunakan kata 'bro' sepanjang waktu untuk memanggil seseorang tanpa memperdulikan dia lelaki atau perempuan.  Seperti kata "mas bro", atau "mbak bro", yang cukup disingkat dengan Bro saja. 

Ini sangat normal bagi orang-orang generasi baru. Namun gender begitu tertanam dalam bahasa dan pola pikir masyarakat sehingga beralih menjadi sepenuhnya netral akan membutuhkan banyak pertimbangan.

Thesublimewoman.com
Thesublimewoman.com
Sebenarnya di Indonesia sebutan kata "dia" tidak terkait gender, beda di dunia Barat masih di bedakan She dan He. Padahal di luar sana paling getol penyetaraan gender bahkan ada yang melegalkan LGBTQ maupun pernikahan sejenis. 

Di dunia Barat 'they' sebagai kata ganti tunggal terasa tidak wajar bagi beberapa orang karena tidak terbiasa.

“Secara tidak sadar, kita selalu dihadapkan pada gagasan bagaimana harus menyesuaikan diri dengan peran gender"

Sekelompok penulis, komedian dan akademisi Jerman membuat surat terbuka menyerukan lebih banyak kata benda netral dalam bahasa. Dalam bahasa Jerman, segala sesuatu mulai dari kursi, meja hingga rumah diberi 'jenis kelamin'. Mencampurkan kata-kata feminim dan maskulin adalah kesalahan dalam tata bahasa. 

(Ini berlaku juga pada bahasa lain, dari Prancis dan Spanyol hingga Hindi dan Arab) Untungnya di Indonesia tidak terlalu diskriminatif dalam hal bahasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun