Mohon tunggu...
Adhi Setyawan
Adhi Setyawan Mohon Tunggu... profesional -

Pemikir pikiran manusia. #koder

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pendidikan Anti Korupsi yang Bagaimana ?

18 September 2016   00:47 Diperbarui: 18 September 2016   02:02 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, 18 September 2016, Berita di koran koran dan media online adalah tertangkapnya ketua DPD. Irman Gusman. Masih lekat di ingatan, beliau adalah salah satu kandidat presiden yang mengikuti konfensi presiden dan wakil presiden dari partai yang berkuasa saat itu. partai demokrat. Di kemudian hari, ternyata perolehan suara demokrat jauh dari harapan dan jangankan presiden, partai tersebut di dalam koalisinya ternyata tidak mendapat seberapa persen suara sehingga presiden dan wakil presidennya yang di angkat pun tidak ada yang dari partai demokrat. 

Kita lihat, dahulu di TV. Banyak iklan di TV yang menunjukan beliau sebagai orang yang sempurna untuk di pilih memimpin negara. anak anak pada saat itu melihat orang yang ada di TV sebagai orang hebat yang akan di pilih menjadi presiden. image dekat dengan rakyat kecil, anti korupsi, bersih, berwibawa. dan beberapa hal klise lain tentang kesempurnaan untuk dijadikan presiden. 

itu semua luntur hari ini, Beliau yang dulu iklan di TV dengan dengan rakyat dan Anti Korupsi, sekarang tertangkap tangan menerima suap. Dulu anak anak yang menonton iklannya menerima pendidikan, bahwa seperti inilah sosok anti korupsi, seperti inilah sosok ideal penerima amanah. Toh selama ini dia tidak pernah terjerat kasus apapun. Anak anak itu sekarang menerima kenyataan bahwa pendidikan anti korupsi dari promosi citra beliau sangat salah. apa yang beliau katakan di TV ternyata tidak seperti yang dia lakukan di dunia nyata. 

Saya bertanya, kapan korupsi ini akan berakhir di bumi pertiwi? 

Beberapa rekan diskusi saya saat di kantor berpendapat kalau nanti sudah ganti generasi.

Saya kok sangsi,

Pendidikan Anti Korupsi yang masih multi tafsir, mana yang termasuk korupsi, mana yang bisa di maklumi, antara satu orang dengan yang lain masih berbeda.

Ada orang tua yang mendaftarkan anak nya ke sekolah bergengsi melalui kepala sekolah di sekolah tersebut karena belum lolos test kriteria masuk. orang tua tersebut saya yakin juga anti korupsi yang dilakukan pejabat pejabat negara. tetapi melakukan praktek korupsi di depan generasi yang diharapkan merubah jalan hidup bangsa. Anak tersebut sudah merasakan enaknya korupsi dari kecil. enak, lha wong yang lain harus berusaha biar lolos eh dia tinggal bawa orang tua (yang mungkin bawa duit juga -- yang alasanya buat pembangunan sekolah -- )

Padahal kata bu risma, Korupsi itu kayak narkoba, sekali nyobain, ke dua dan tiga kalinya adalah keterusan.  selebihnya adalah kebutuhan. 

Semacam mencekoki narkoba dari usia dini. 

Sekali lagi, mungkin hal tersebut masih belum termasuk korupsi oleh orang tua anak itu. Sang anak pun kebingungan. dan buruknya, bukan hanya hal sekolah, ternyata hal hal lain pun di lakukan agar lebih praktis dan enak prosesnya. 

Jadi, saya rasa, harus ada standar apa yang di sebut korupsi dan di ajarkan di sekolah sekolah. Seorang guru khusus yang mendidik mental anak untuk menjauhi perilaku korupsi dengan alasan apapun. Seorang yang mengajarkan teladan teladan kejujuran. dan ketangguhan karena mempertahankan kejujuran akan mendapat rintangan untuk beralih ke perilaku korup. 

Kalau ada yang seperti ini. saya bisa yakin. beberapa generasi lagi. indonesia yang negeri kaya ini bisa kaya beneran. indonesia yang merupakan bangsa besar dan maju. bukan jalan di tempat karena generasi selanjutnya pun korupsi juga karena di biasakan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun