Mohon tunggu...
Nunung Dwi Setyawati
Nunung Dwi Setyawati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi menulis kisah sehari-hari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangisan Pak Kyai

8 Januari 2023   18:56 Diperbarui: 8 Januari 2023   19:10 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

TANGISAN PAK KYAI
Oleh:Nunung Dwi Setyawati

Seorang santri di sebuah ponpes ijin pulang ke kampung halaman dan sekembalinya ke pesantren dia membawa oleh-oleh seekor burung Nuri untuk pak kyai. Pak kyai pun gembira dan memelihara burung itu dengan baik. Setiap hari burung itu diajarin berdzikir dengan mengucapkan kalimat "Laa ilaaha Illa Allah" dengan tujuan agar selalu mengingatkan pak kyai dan para santri agar senantiasa berdzikir pada Allah. Setiap saat burung itu mengoceh dengan kalimat tahlil, dan pak kyai pun tambah sayang pada Nuri tersebut. Burung Nuri pun bertambah jinak, walaupun tidak dimasukkan di dalam sangkar, tetapi dia tidak pernah terbang keluar , betah di dalam rumah pak kyai.

Pada suatu hari, ada santri lain yang membawa kucing ke pesantren dan dihadiahkan juga pada pak Kyai. Kucing berwarna belang itu tampak lucu dan menggemaskan. Pak Kyai yang memang sangat menyayangi binatang piaraan itu pun menerimanya dengan senang hati. Maka diberinya nama  'Muezza' seperti nama kucing kesayangan nabi Muhammad Saw.

Tak disangka, besoknya ketika si Nuri sedang ngoceh dengan kalimat "laa Ilaha Illa Allah" ,kucing itu menerkamnya, dan terdengar suara keras si Nuri 'wheek", lalu mati. Pak kyai pun sedih dan menangis. Beliau tampak murung bahkan mengurung diri di dalam kamar. Beliau hanya keluar kamar ketika akan ke masjid atau mengajar. Tampak kesedihan mendalam pada diri pak Kyai sampai membuat ibu Nyai khawatir, pasalnya beliau juga tidak berselera untuk makan.

Setelah beberapa hari melihat kesedihan pak Kyai maka Bu Nyai pun mulai menghibur suaminya.
" Sudahlah pak Kyai,..jangan terlalu bersedih. Bukankah si nuri mati diterkam kucing itu sudah menjadi takdir Allah. Nanti kita bisa  cari lagi"
Akhirnya dengan raut muka sedih sekaligus merasa bersalah pada istrinya,Pak Kyai menjawab, "Istriku, aku sedih bukan karena  kehilangan si Nuri. Aku tidak menangisi si nuri, tetapi aku sedang menangisi diriku sendiri"
" Kenapa pak kyai?", tanya Bu Nyai heran
Pak kyai pun menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Bu Nyai.
" Si Nuri telah aku ajari kalimat tahlil dan tidak ada kalimat yang keluar dari mulutnya kecuali kalimat "Laa ilaha Illa Allah" , tetapi ketika mati ,suara yang keluar adalah "wheek". Disitu aku menangisi diriku sendiri, bagaimana dengan kita yang setiap hari banyak berbuat dosa dan bahkan kurang berdzikir. Kalimat apa yang akan keluar dari mulut kita di akhir hayat nanti?" .

" Si Nuri biasa melafalkan kalimat tahlil tetapi hanya sebatas di mulut , bukan di hati. Begitu pula kita manusia, kita berdzikir setiap saat juga sebatas di mulut saja, tanpa menghadirkan hati dan memahami makna dan hakikat kalimat penghambaan itu. Semoga kisah si Nuri ini bisa menjadi pelajaran buat kita semua".

Jawaban pak Kyai sungguh mengejutkan Bu Nyai ,maka bu Nyai pun ikut bersedih dan meresapi nasihat mendalam dari pak Kyai. Begitulah orang yang cerdas dan berilmu akan selalu mengambil pelajaran dari setiap kejadian, dan menjadi tadzkirohuntuk sellau mengingat Sang Pencipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun