Mohon tunggu...
Dwi Sardjuningsih Setya Wardhani
Dwi Sardjuningsih Setya Wardhani Mohon Tunggu... -

tamat universitas Indonesia jurusan arkeologi tahun 1980 1982 beaswiswa di Leiden, Belanda 1983 menikah. sampai sekarang tinggal di Hamburg, Jerman

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika Misionar Ke Desa

6 Juni 2011   12:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:48 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Pertama kali saya mendengar nama suku Mohawk ketika saya membaca buku Suku Mohawk Tumpas yang dikarang oleh James Ferimore Cooper pada tahun 1826. Terus terang saya sangka memang suku Mohawk itu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Ternyata, meskipun tidak banyak, masih ada.


Mereka terkenal berani dan tidak punya rasa takut ketinggian sama sekali. Oleh karena itu banyak diantara mereka yang bekerja sebagai pembuat kerangka baja pecakar langit. Tanpa tali pengaman mereka dengan lincah berjalan diketinggian puluhan meter dari permukaan tanah. Keahlian yang diturunkan dari bapak ke anak ini membuat mereka terkenal dan dicari bila orang ingin membangun pencakar langit. Termasuk di luar Amerika Serikat, seperti di Eropa dan Dubai.


Uang yang diterima orang-orang Mohawk ini banyak mereka pakai untuk membangun sekolah. Penjajahan pemerintah Amerika Serikat selama 300 tahunan mengakibatkan banyak yang tidak mengenal lagi tradisi dan kebudayaan mereka sendiri.


Memang politik pemerintah Amerika Serikat untuk melemahkan orang-orang Indian adalah dengan membunuh bison-bison yang merupakan sumber makan mereka. Anak-anak dipisahkan dari orangtua mereka dan dimasukkan di sekolah-sekolah misionaris. Mereka dilarang memakai bahasa Ibu, dilarang menjalankan agama mereka, dilarang menari dan menyanyikan lagu-lagu tradisi mereka dsb. Akibatnya banyak yang kehilangan "arah" hidup.


Hidup sebagai orang Indian sangatlah berat. Pengangguran dan alkohol merupakan gambaran umum yang kita dapatkan dari mereka.  Bila kita lihat bahwa orang-orang Indian baru dianggap warga negara Amerika Serikat pada jaman Perang Dunia ke II, tidaklah heran kalau mereka sangat ketinggalan dibandingkan dengan pendatang-pendatang Eropa, Asia bahkan Afro Amerika.


            -------------

Munculnya gerakan kembali ke tradisi sendiri yang sekarang banyak muncul di reservat-reservat sebenarnya merupakan kelanjutan gerakan sama yang muncul pada awal abad 19.


Tenskwatawa yang di anggap orang suci dari suku Shawnee, pada tahun 1805 berusaha mengembalikan sukunya ke jalan benar, yaitu jalan nenek moyang mereka, lepas dari ajaran dan kebiasaan orang kulit putih. Ramalan-ramalan benar yang dibuatnya membuat Tenskwatawa terkenal. Tapi pada malam tanggal 6-7 November 1811 desa tempat tinggalnya dihancurkan tentara di bawah pimpinan William Henry Harrison. Sekitar 1000-1200 orang terbunuh. Tenskwatawa sendiri bisa lari ke Kanada.


Apa sebabnya pemerintah Amerika Serikat merasa harus membunuh Tenskwatawa beserta pengikutnya?


Tenskwatawa meminta pengikutnya untuk mengikuti tradisi nenek moyang, antara lain (dan ini saya anggap yang paling penting) tanah adalah milik bersama. Tuhan memberi tanah untuk manusia kerjakan, tapi manusia tidak mempunyai hak atasnya. Tentu saja ini tidak sesuai dengan rencana pemerintah.


Bagi pemerintah Amerika Serikat, tanah adalah milik pemerintah yang bisa dijual belikan. Kalau ada Indian yang tinggal di atasnya biasanya mereka membelinya dengan harga murah sekali (sering hanya dengan beberapa botol alkohol). Kalau sekarang orang Indian mempertahankan tradisinya, berarti tidak ada orang Indian yang bisa menjual tanahnya, karena memang itu bukan miliknya. Akibatnya tidak ada tanah lagi untuk emigran Eropa yang membanjir ke Amerika. Di samping tidak dapat uang penjualan tanah, pemerintah juga tidak mendapat uang dari exploitasi sumber dalam tanah.


            -----------

Di dalam film-film cowboy, terutama dari tahun 1960-70an, kita melihat betapa orang Indian digambarkan sebagai yang jahat, pembunuh kejam, tidak berbudaya. Hanya film-film cowboy Jerman yang berdasar buku-buku karangan Karl May yang jelas membela Indian.


Tapi kalau kita membaca buku-buku Karl May sendiri, kelihatan sekali betapa pengarang sebenarnya tidak kenal orang Indian, baik tradisi maupun kepercayaannya. Bagi Karl May, yang penting dalam bukunya itu , dia merupakan orang yang paling hebat, benar, baik, saleh. Tidak heran bila dia menulis tokoh-tokoh pentingnya kemudian masuk ke agamanya, Kristen.

                ------------


Banyak orang menyangka orang Indian mempunyai kepercayaan animisme karena mereka berdoa pagi-pagi menghadap matahari, pohon, di dalam air dsb. Benarkah anggapan ini?


Orang Indian percaya akan adanya Penguasa Tertinggi segala makhluk dan pencipta seluruh alam. Penuh rasa cinta sejati. Mungkin namanya berbeda-beda dalam bahasa yangh berbeda-beda tapi artinya satu, "Roh Agung"  atau "Roh Maha Besar".


Mereka berdoa menghadap matahari seperti juga orang kristen berdoa di depan salib, atau seperti orang Islam yang sembahyang menghadap kiblatnya.


Tidak pernah mereka menggambar Tuhan. Tidak ada orang yang lebih tinggi dari yang lain dalam keagamaannya. Tidak ada pastor, pendeta atau ulama. Secara perorangan mereka berdoa di tempat yang berlainan, sesuai dengan panggilan hati mereka. Mungkin ada tempat yang dipakai oleh banyak orang berdoa, tapi tempat itu tidak pernah dipilih bersama, ditentukan bersama. Hanya kebetulan orang banyak merasa tempat itu yang pantas untuk doa pribadi mereka.


Sitting Bull (1831-1890), seorang kepala suku Sioux yang terkenal, pernah berkata pada Stanley Vestal, pegawai khusus urusan Indian, sebagai berikut:  "Semua Indian berdoa ke Tuhan yang satu, yang menciptakan kita semua, untuk Hidup dan Jalan yang baik dan benar. Dan semoga dalam hidup ini tidak berbuat jahat."


Meskipun demikan banyak cerita-cerita tentang pertemuan misionaris yang dengan gigih ingin memasukkan orang Indian ke dalam agama Kristen. Di sini saya ambil satu cerita yang ditulis oleh Chief Buffalo Child Long Lance (1928).


Seorang misionar datang ke satu desa orang Indian. Sebagai Indian yang baik mereka tidak mengeluarkan satu katapun ketika misionaris berkotbah. Setelah kotbah selesai kepala suku bertanya: "Kenapa kamu menuntut kami untuk jadi orang baik? Kami bukan orang orang yang jelek. Kami tidak pernah mencuri kecuali bila orang mengambil kuda kami. Kami tidak pernah berbohong. Kami menjaga dan memelihara orang-orang tua, orang-orang miskin serta orang-orang yang butuh bantuan".


"Tapi" jawab misionar itu, " hanya ada satu Tuhan yang harus kalian sembah"


"Kalau begitu," jawab kepala suku "kita menyembah Tuhan yang sama, hanya dengan cara yang lain. Ketika Tuhan, Roh Agung, menciptakan dunia, dia memberi orang Indian satu jalan dan kepada orang kulit putih jalan yang lain  karena kita berasal dari dua bangsa yang lain dan cara hidup berlainan. Orang Indian sebaiknya tetap hidup dalam jalannya, dan kalian orang kulit putih hidup dalam jalan kalian sendiri. Tetapi kita seharusnya bekerja sama untuk Tuhan, tidak saling berlawanan. Kami senang melihat kalian memuja Tuhan dengan cara kalian karena kami tahu cara seperti itu yang kalian mengerti."


"Tapi Roh Agung yang kalian bicarakan itu tidak sama dengan Tuhan kami!"


"Kalau begitu itu berarti ada dua Tuhan. Tuhan kalian menciptakan tanah disebrang lautan. Dia memberi kalian rumah,makan dan kendaraan untuk berjalan cepat. Sedang Tuhan Indian memberi tipi (tenda) sebagai tempat tinggal dan bison untuk makan. Tapi kalian orang kulit putih tidak suka tanah yang diberi Tuhan pada kalian hingga kalian pergi ke mari mengambil tanah Indian. Karena itu kami ragu untuk menerima Tuhan kalian. Jangan-jangan Dia mengambil semua milik kami kalau kami meninggal dan masuk ke alam fana kalian".


"Tapi Indian harus belajar berdoa!"


"Kami berdoa", jawab kepala suku, "Ini adalah doa kami ketika panen.


"Roh Agung, Bapak kami. Bantulah kami dan ajarkanlah kami jalan kebenaran. Jagalah saya, keluarga saya dan suku saya untuk berjalan di jalan Bapak yang benar hingga kami sehat lahir batin. Ajarkanlah anak-anak kami ke jalanMu. Ciptakan kedamaian di seluruh dunia. Kami berterima kasih padaMu untuk matahari dan cuaca musim panas yang indah, rumput yang baik untuk binatang-binatang dan makanan untuk seluruh manusia".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun