Mohon tunggu...
setyaulitagloria
setyaulitagloria Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menyukai konten hiburan dan konten kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pencitraan dalam Politik di Era Sosial Media

26 Desember 2024   21:42 Diperbarui: 26 Desember 2024   21:42 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendahuluan

Di era media sosial, membangun citra dalam politik telah muncul sebagai komponen penting dalam penyajian strategi politik. Platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok memungkinkan politisi untuk terlibat langsung dengan publik. Metode ini memungkinkan mereka untuk menumbuhkan citra diri yang kuat dan membentuk persepsi publik dengan cara yang sebelumnya tidak terbayangkan.

Media sosial menyediakan pendekatan yang lebih personal dan menarik untuk berbagi informasi. Media sosial memungkinkan politisi untuk dengan cepat menjangkau berbagai audiens dalam jangka waktu yang relatif singkat. Dengan memanfaatkan kekuatan konten yang memikat seperti video, gambar, dan teks, mereka menyusun narasi yang meningkatkan reputasi internasional mereka yang baik. Selain sekadar mengelola hubungan masyarakat, politisi juga dapat dengan cepat menanggapi kritik politik atau melawan serangan lawan mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk secara efektif mempertahankan atau memperbaiki citra publik mereka. Sifat interaktif media sosial menciptakan rasa bersemangat, membuat pengguna merasa lebih terhubung dengan tokoh politik mereka. Mereka dapat berkomentar, mengajukan pertanyaan, atau berbagi pandangan mereka, yang berkontribusi pada pengalaman komunikasi yang lebih dinamis dan hidup.

Politik dalam pengertian modern tampaknya telah mengalami kemajuan pesat, dan hal ini dicapai melalui peningkatan partisipasi warga negara dalam masyarakat dan peradaban serta perdebatan politik  antara semua pemangku kepentingan. Terlebih lagi, dalam dunia maya yang kompetitif, kesuksesan seorang politisi akan selalu bergantung pada keterampilan media sosial yang mereka peroleh untuk menampilkan dan memperkuat merek politik mereka. Hal ini menimbulkan banyak tantangan dan risiko terhadap ekspresi politik di platform media sosial. Hal ini karena jika politik dan kapitalisme diungkapkan dalam asumsi modal sosial yang dijelaskan oleh Pak Sakharov dalam ``Bahaya'', dampak polarisasi politik kapitalisme kompetitif pasti akan terjadi. Hidup berdampingan dengan ketidakseimbangan kekuatan yang dramatis antara kapitalisme dan politik atau demokrasi.

Sayangnya, salah satu dampak yang paling nyata dan belum dimanfaatkan ketika kita berbicara tentang polarisasi politik adalah fenomena "peer echo". Hal ini menggeser persepsi masyarakat ke utara dan ke selatan berdasarkan tingkat dukungan mereka dalam mendukung seorang kandidat atau mempromosikan suatu ide. Kasus-kasus seperti ini seringkali menjadi penyebab utama terpisahnya seseorang dari masyarakat. Cukuplah dikatakan bahwa polarisasi politik mempunyai banyak dampak  sosial, yaitu berupa penjarakan sosial, termasuk menghindari orang-orang yang mempunyai ideologi berlawanan. Namun fakta bahwa mereka tidak mematuhi peraturan tersebut tidak hanya menimbulkan pemikiran baru yang meresahkan di hadapan masyarakat yang sangat tidak puas, tetapi juga mempersulit seseorang  untuk bersikap sopan dalam berdialog dengan lawannya akan menjadi lebih buruk.

Pembatasan seperti ini dapat menyebabkan kurangnya pemahaman dan penghargaan terhadap perbedaan pandangan. Selain itu, media sosial  telah menjadi tempat penyebaran informasi yang salah dan gelembung  informasi yang menyesatkan. Banyak orang menerima informasi begitu saja tanpa memeriksa sumbernya, sehingga dapat mengakibatkan keputusan yang buruk. Misinformasi semacam ini tidak hanya berdampak pada individu, namun juga melemahkan fondasi demokrasi. Pemilih yang terpengaruh oleh misinformasi dapat mengambil keputusan yang tidak didasarkan pada informasi yang akurat, sehingga dapat mengubah hasil pemilu.

Oleh karena itu, sangat penting bagi para politisi untuk menggunakan media sosial secara bijak dalam situasi ini. Kita perlu menyadari sepenuhnya  kekuatan yang dimiliki media ini di zaman sekarang ini. Kesadaran yang lebih besar terhadap potensi risiko ini dapat membantu menciptakan iklim politik yang lebih baik. Pemilih lebih cenderung menanggapi politisi yang bisa menyampaikan pesannya dengan  lebih ringkas dan dapat diandalkan.

Pembahasan

Politik saat ini, di era media sosial, sangat membutuhkan perubahan citra. Saat ini, para politisi dan partai politik semakin berupaya menggunakan strategi tersebut untuk menciptakan citra yang baik guna meraih dukungan masyarakat. Kehadiran media sosial seperti Instagram, Twitter, dan TikTok  memungkinkan  untuk menjangkau lebih banyak orang dengan lebih cepat. Media sosial memungkinkan politisi untuk terlibat langsung  dengan masyarakat dan menyampaikan pesan mereka secara lebih efektif.

Di era media sosial, pencitraan dalam politik sudah menjadi fenomena yang tidak bisa diabaikan. Media sosial, dengan jangkauan global dan kemampuannya untuk menyebarkan informasi secara instan, telah mengubah cara politisi berinteraksi dengan pemilih dan membangun citra mereka di mata publik. Dalam situasi ini, video tidak lagi sekedar alat komunikasi, namun menjadi strategi terpenting untuk merebut hati massa.

Aspek penting dari pencitraan politik di media sosial adalah penggunaan konten yang menarik dan mudah dipahami. Politisi kini semakin banyak menggunakan video pendek, meme, dan infografis untuk menyampaikan pesan mereka. Konten ini tidak hanya menyita perhatian, tapi juga membantu pemilih  memahami permasalahan yang kompleks. Misalnya, kampanye yang sukses sering kali menggunakan platform seperti TikTok dan Instagram untuk menjangkau generasi muda dengan cara yang lebih relevan dan menarik. Secara keseluruhan, branding dalam politik di era media sosial merupakan proses yang dinamis dan kompleks. Politisi harus mampu cepat beradaptasi dengan  perubahan tren dan perilaku masyarakat agar tetap relevan dan kredibel. Dengan memahami dinamika ini, politisi dapat menggunakan media sosial sebagai alat yang ampuh untuk membangun hubungan yang lebih kuat dengan pemilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun