Pertumbuhan ekonomi kreatif Indonesia saat ini cukup baik. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini, perkembangan sektor ekonomi kreatif tumbuh 5,76 persen atau di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,74 persen, dengan nilai tambah sebesar Rp 641, 6 triliun atau 7 persen dari Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) nasional.
Sebagai salah satu bentuk support terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, PT Bank Central Asia (BCA) melalui BCA Learning Service akan menyelenggarakan Indonesia Knowledge Forum (IKF) V. Kali ini mengambil tema Moving Our Nation To The Next Level: Optimizing Knowledge and Creativity to Ride the Wave of New Generation in Accelerating Indonesia Economy.
Event IKF merupakan event tahunan dan sudah memasuki tahun ke-lima. IKF V akan diselenggarakan selama dua hari pada Kamis dan Jumat, 6 dan 7 Oktober 2016 di Ritz Carlton Pacific Place Hotel, Jakarta. Rencananya, IKF V kali ini akan menghadirkan Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia sebagai keynote speaker.
Selain itu akan ada belasan pembicara nasional inspiratif lainnya yang akan hadir. Mereka antara lain adalah Emirsyah Satar (Chairman of MatahariMal.com), William Tanuwijaya (CEO Tokopedia), Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi), Yohanes Surya (Founder of Yayasan Surya Institute) Fauzi Ichsan (Kepala Lembaga Penjamin Simpanan), Pandji Pragiwaksono (Indipreneur, Stand-Up Comedian), dan 12 pembicara terkemuka lainnya. Sebagai info, BCA Learning Service merupakan unit usaha dari Yayasan Bakti BCA dalam membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan organisasi di luar BCA.
Guna menyambut gelaran IKF V tersebut, pada Senin 19 Oktober 2016 lalu, BCA mengadakan talkshow bertajuk Kafe BCA 3 dengan tema OK (Orang Kreatif): Generasi Baru Kekuatan Ekonomi Indonesia. Talkshow ini diselenggarakan di Menara BCA, Jl. M.H. Thamrin No.1, Menteng, Jakarta Pusat. Acara dibuka langsung oleh Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA (Presdir BCA).
Pembicara yang hadir pada kesempatan itu antara lain Erda Rindrasih, Pakar dan Pengamat Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dari Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM). Pembicara ke-dua yaitu Solihin Sofyan, Wakil Ketua Bidang Ekonomi Kreatif berbasis Budaya dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
Pembicara ke-tiga yaitu Cyrillus Harinowo, Pengamat Ekonomi yang juga Komisaris Independen BCA. Pembicara ke-empat dan lima ada Andi Martin, Chief Executive Officer (CEO) Kratoon Channel serta Lena Setiawati, General Manager BCA Learning Service. Dan yang terakhir terakhir ada Fiki C. Satari, Ketua Bandung Creative City Forum (BCCF). Acara ini dipandu oleh Fajar Anugerah, Konsultan dan Praktisi Entrepreneurship dari Kinara Indonesia.
Selain media dan blogger, acara ini juga dihadiri oleh mahasiswa dari beberapa universitas antara lain mahasiswa dari Universitas Indonesia serta mahasiswa dari PPA/PPTI BCA.
Pada kesempatan ini, Jahja mengungkapkan bahwa pelaku industri kreatif perlu mendapat fasilitas untuk kegiatan kreasi, serta memproduksi dan mendapatkan akses ke pasar. Selain itu, pelaku industri juga perlu mendapat fasilitas membangun pasar serta tempat menyimpan hasil produk-produk kreatif mereka.
“Kedua hal itulah yang menegaskan betapa pentingnya kehadiran Orang Kreatif dalam rantai kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, dan koservasi maupun institusi atau lembaga yang menopang tumbuh kembang Orang Kreatif. Oleh karena itu, BCA melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan jumlah maupun kapasitas Orang Kreatif, salah satunya melalui IKF ini,” papar Jahja.
“Think out of the box diperlukan oleh Orang Kreatif untuk bisa berkembang. Karena memang nature daripada creativity itu tidak boleh terpaku pada sesuatu yang tertata, betul-betul ide yang memberikan suatu hal yang baru,” jelas Jahja.
Namun sebagai kreator hendaknya juga harus mengukur diri, mengukur kemampuan untuk mencari gandengan dengan bisnis yang bisa mendukung untuk menaikkan atau meningkatkan kompetensinya.
“Penyerapan pekerja itu penting. Kalau industri kreatif ini bisa berkembang di mana-mana maka terjadi pemerataan. Itu sebabnya BCA mendukung sekali pengembangan industri kreatif di Indonesia,” ujar Jahja dalam sambutannya.
Keberadaan industri kreatif di Indonesia sebenarnya sudah lama. Adanya teknologi sebagai sarana, membantu posisi industri kreatif untuk tumbuh berkembang lebih cepat. Sebagai contoh, dulu pengeluaran terbesar dalam bisnis adalah biaya promosi atau iklan. Dengan adanya teknologi, promosi kini bisa dilakukan di berbagai platform media sosial. “Tinggal bagaimana backup sistem di belakangnya. Bagaimana meng-create sistemnya, supportnya, statistiknya, production, dan quality of the product,” terang Jahja.
Lebih lanjut, Jahja mengatakan kalau piramid bisnis tidak bisa dihindarkan. Itu yang harus disadari oleh setiap kreator bahwa seorang kreator harus bisa mengukur kemampuan untuk naik ke jenjang tangga mana dan bertahan.
Di sisi lain, bisnis kreatif merupakan sesuatu yang menjual masa depan. Perbankan tidak bisa masuk ke dalamnya. Perbankan, by regulation harus melihat past record, performance yang nyata, harus ada jaminan dan lain sebagainya, sehingga perbankan tidak bisa masuk ke bisnis kreatif.
“Kecuali bila ada motor yaitu pemerintah. Bila industri kreatif ini dimotori oleh pemerintah, diberikan semacam jaminan, maka perbankan bisa menyupport dari segi pendanaan,”jelas Jahja. Jaminan yang di maksud yaitu hal-hal yang sesuai peraturan perbankan.
Di akhir sambutannya, Jahja berpesan bahwa “industri kreatif harus dikembangkan tapi tetap pada rambu-rambu yang memang bisa dipenuhi oleh masing-masing individu.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H