Mohon tunggu...
Arum Sato
Arum Sato Mohon Tunggu... content writer -

pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Eksplorasi Bumi demi Kemandirian Migas Indonesia

17 September 2016   23:10 Diperbarui: 19 September 2016   09:10 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minyak dan gas (Migas) menduduki posisi utama atau primer di Indonesia sebagai sumber energi favorit. Belum ada sumber energi alternatif lain yang mampu atau setara kedudukannya dengan ke-favorit-an migas.

Kebutuhan minyak dan gas dalam negeri semakin pesat, meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2014 saja, kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah mencapai lebih dari 1,9 juta barel per hari.

Di satu sisi, ketersediaan akan minyak dan gas semakin menurun. Cadangan minyak di Indonesia saat ini sebesar 3,7 miliar barel. Jumlah cadangan tersebut jauh di bawah Venezuela dengan cadangan 298,3 miliar barel, dan Arab Saudi dengan cadangan 267 miliar barel.

Di lain pihak, minyak dan gas adalah sumber energi terbatas, tak terbarukan. Karena, untuk mendapatkan migas perlu investasi yang mahal. Selain itu juga dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengambilnya dari perut bumi. Sebagai contoh wilayah kerja Cepu, membutuhkan waktu 15 tahun untuk bisa berproduksi, sejak ditemukan tahun 2001 lalu. Juga, kilang gas alam cair Tangguh (Papua) membutuhkan waktu 16 tahun untuk bisa berproduksi.

Untuk mendapatkan Migas, selama ini pemerintah melakukan kontrak kerja sama, melalui mekanisme lelang maupun penawaran langsung, dengan sistem tender. Kontraktor Migas yang memenangkan penawaran langsung dan lelang tersebut, akan membuat kontrak kerja sama dengan SKK Migas. Kontraktor migas bekerja mengeksplorasi di bawah pengawasan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). 

Namun iklim investasi minyak dan gas sedang lesu. Terbukti tahun 2015 lalu tidak adanya investor yang mengambil tender yang ditawarkan oleh pemerintah. Hal ini dipicu oleh anjloknya harga miyak bumi dunia sehingga menyurutkan para pelaku industri migas.

Selain faktor harga, yang tak kalah menyurutkan adalah aturan-aturan yang wajib dilaksanakan oleh para investor, kalau mereka menang lelang.

SKK Migas adalah lembaga yang menjadi pelaksana lelang tersebut, bersama kontraktor Migas. SKK Migas bertugas sebagai pengawas dan pengendali kegiatan usaha hulu Migas di Indonesia, sejak dari eksplorasi hingga eksploitasi. Kontraktor Migas bekerja sesuai dengan kontrak kerja sama yang disepakati dengan SKK Migas.

Kondisi ketahanan migas Indonesia serta tantangan saat ini. Gap antara kebutuhan dan ketersediaan cukup besar sehingga perlu dicari solusi lain. Foto: slide SKK Migas
Kondisi ketahanan migas Indonesia serta tantangan saat ini. Gap antara kebutuhan dan ketersediaan cukup besar sehingga perlu dicari solusi lain. Foto: slide SKK Migas
Ada dua tahap utama di hulu Migas. Pertama adalah Eksplorasi Migas. Ini adalah tahapan, di mana berbagai industri di hulu Migas melakukan pencarian sumber-sumber minyak dan gas, di seluruh wilayah Indonesia. Pencarian tersebut mengacu kepada wilayah tertentu yang terindikasi memiliki kandungan minyak dan gas. Bila ditemukan sumber minyak dan gas yang memiliki nilai ekonomi untuk ditambang, barulah masuk ke tahap kedua yaitu Eksploitasi Migas. Ini tahapan penyedotan minyak dan gas dari perut bumi.

Karena tumpang tindihnya berbagai aturan antar institusi pemerintah, kadang tahap Eksplorasi tak bisa langsung dilakukan, menunggu semua perijinan selesai. Padahal, semakin lama tertunda, waktu Ekplorasi dan Ekspoitasi juga semakin pendek. Dan meskipun waktu untuk berproduksi berkurang, itu tak mengurangi biaya operasi yang harus dikeluarkan oleh para kontraktor Migas.

Saat ini di Indonesia memiliki 289 wilayah kerja. Dari 289 wilayah kerja, terdapat 85 wilayah kerja yang akan berproduksi. 85 wilayah kerja tersebut terdiri dari 67 wilayah kerja dalam tahap produksi serta 18 wilayah kerja dalam tahap pengembangan.

Setiap satu wilayah kerja adalah satu entitas bisnis. Menurut Taslim Z. Yunus, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat SKK Migas, bahwa 5 wilayah kerja mempunyai kontribusi lebih dari 50 persen produksi migas. Dengan 15 wilayah kerja akan mempunyai kontribusi lebih dari 90 persen produksi migas, mengingat ukuran setiap wilayah kerja tidak sama.

Secara jumlah, wilayah kerja di Indonesia naik, dari tahun 2001 sekitar 114 dan kini di tahun 2016 menjadi 289 wilayah kerja. Namun, meski terdapat banyak wilayah kerja, jumlah produksinya kecil, relatif turun. Kenapa?

“Karena penemuan migas di negara kita relatif kecil-kecil. Juga penurunan produksi dari wilayah kerja yang besar, akibatnya secara total produksi adalah menurun,” jelas Taslim Z. Yunus, saat Kompasiana Nangkring beberapa waktu lalu di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.

Berapa lama hasil produksi 67 wilayah kerja ini bisa menopang kebutuhan migas kita? Dengan kebutuhan yang terus-menerus naik, tentu hanya akan survive beberapa tahun kedepan saja. Hal ini bisa diantisipasi dengan mencari cadangan migas baru mulai sekarang.

Secara geografis, masih banyak peluang untuk menemukan cadangan migas baru. Potensi besar ditemukannya migas adalah di kawasan timur Indonesia. Hanya, kendalanya biaya eksplorasi akan semakin tinggi, mengingat kawasan timur Indonesia didominasi dengan lautan. Biaya produksi di lautan (offshore) dan daratan (onshore) tentu berbeda. Biaya produksi di lautan lebih mahal dari biaya di daratan.

Namun tak ada jalan lain. Cara lain yang bisa ditempuh agar investor tetap meminati wilayah kerja migas di negara kita mungkin dengan melunakkan aturan atau perijinan yang sudah ada.

Kebutuhan akan cadangan migas baru demi tercapainya kebutuhan akan migas di Indonesia. Foto: slide SKK Migas
Kebutuhan akan cadangan migas baru demi tercapainya kebutuhan akan migas di Indonesia. Foto: slide SKK Migas
Setidaknya itu yang kini sedang dilakukan oleh Marjolijn Wajong, Executive Director Indonesian Petroleum Association. Meti Wayong, panggilan akrab Marjolijn Wajong, telah mengupayakan kepada pemerintah untuk mengubah Peraturan Pemerintah (PP) No. 79/2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi.

Juga perpanjangan masa eksplorasi dan pengurangan jumlah perijinan yang diperlukan untuk memulai eksplorasi suatu wilayah kerja.

“Dulu, tak banyak institusi yang mengatur. Sekarang ini banyak yang mengatur tentang masalah pajak, lingkungan, tanpa berembuk dengan kementerian ESDM yang menjadi induk dari kegiatan industri migas ini. Berbagai aturan dari berbagai institusi (tanpa koordinasi) ini menyusahkan kerja para kontraktor migas,” jelas Meti Wajong saat itu.

Indonesian Petroleum Association (IPA) dalam beberapa kesempatan telah meminta pemerintah agar mulai memberikan insentif eksplorasi dan menghapus hambatan investasi. Insentif dan penghapusan yang diminta antara lain penghapusan pemajakan tidak langsung pada tahap eksplorasi, insentif fiskal yang bersaing secara global, penyederhanaan perizinan, serta koordinasi antar lembaga dan kementerian yang lebih baik.

Jakarta, 17 September 2016

(Ikuti saya di Facebook dan Twitter, ya..makasih :))

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun