Berangkat dari satu gagasan bahwa, proses menjadi Indonesia serta mengenal Indonesia juga bisa melalui jazz (Butet Kartaredjasa).
Jazz Gunung Bromo merupakan festival jazz tahunan, yang digelar di Amfiteater Jiwa Jawa Resort Bromo, Desa Wonotoro, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Jazz Gunung Bromo digagas oleh beberapa orang yang sangat peduli terhadap seni, yaitu Sigit Pramono, seorang bankir dan juga fotografer, Butet Kartaredjasa dan Djaduk Ferianto, dua seniman bersaudara yang penuh talenta.
Pagelaran Jazz Gunung Bromo 2016 merupakan yang ke-delapan kalinya. BCA kembali mewujudkan komitmennya untuk turut serta dalam pengembangan potensi industri kreatif serta pelestarian seni budaya dan pariwisata Indonesia, dengan mendukung sepenuhnya pagelaran Jazz Gunung Bromo 2016.
Bagi BCA, ini adalah keikutsertaan yang ke-lima semenjak Jazz Gunung Bromo digelar mulai tahun 2008. Sebagai salah satu bank yang mendukung perekonomian Indonesia, BCA tak ingin hanya ditafsirkan sebagai mesin ekonomi saja. Dukungan terhadap kegiatan Jazz Gunung ini merupakan salah satu implementasi atau bentuk nyata kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) pada pilar Solusi Sinergi Bakti BCA.
“Karena besar di indonesia, maka kita juga harus mendukung Indonesia,” ujar Direktur BCA, Santoso, saat konferensi pers di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, West Mall Lt. 8, Jl. MH Thamrin No. 1, Jakarta Pusat pada Kamis, 11 Agustus 2016 lalu.
Lebih lanjut, Santoso mengatakan, BCA terus memberikan dukungan terhadap Jazz Gunung Bromo sebagai bentuk komitmen terhadap musisi dan kebudayaan etnik tanah air yang senantiasa berinovasi, demi mempromosikan dan memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia. Diharapkan, nantinya dapat terus dilestarikan sehingga masyarakat Indonesia semakin bangga akan kebudayaan musik yang dimiliki.
“Pagelaran Jazz Gunung terdahulu dilaksanakan pada bulan Juni atau Juli. Berhubung tahun ini Juni-Juli adalah bulan Romadhon, maka diundur di bulan Agustus, bulan kemerdekaan Republik Indonesia. Untuk itu pula temanya adalah Pesta Merdeka di Puncak Jazz Raya, merayakan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia dengan musik jazz di puncak gunung,” jelas Butet Kartaredjasa.
Pagelaran Jazz Gunung Bromo ini bertujuan untuk meningkatkan apresiasi terhadap musik jazz. Juga untuk memberi nilai tambah pada pariwisata di Gunung Bromo dan menjadikan Jazz Gunung salah satu festival seni budaya andalan dalam program pariwisata Indonesia maupun internasional.
Ke-dua adalah, musisi penampil disetiap pagelaran selalu berbeda. Para musisi-musisi dari dalam negeri maupun musisi luar negeri. “Kali ini kami mengundang Ian Scionti Trio, musisi dari Spanyol untuk turut memeriahkan Jazz Gunung Bromo 2016,” jelas Sigit Pramono lebih lanjut.
Selain itu, desain panggung juga selalu berbeda setiap tahunnya. Baik itu dari segi bahan, tata letak, penataan lampu dan lainnya. Demikian juga area penonton, setiap pagelaran selalu berbeda.
“Kami selalu berbenah dari tahun ke tahun, untuk menjadi lebih baik. Baik itu untuk musisi penampil maupun untuk penonton. Dari jumlah penonton yang tadinya hanya 300 orang hingga saat ini mencapai 2000 orang,” papar Sigit Pramono.
Satu hal, lagi, yang tak kalah unik yaitu Jazz Gunung Bromo selalu melibatkan partisipasi pemusik tradisional di Jawa Timur, utamanya di Probolinggo. Pemusik tradisional menyuguhkan musik etnik daerah yang dikolaborasikan dengan musik jazz sehingga mengasilkan musik etnik khas Indonesia.
Waspada, namun Aman
Terkait status Gunung Bromo yang beredar di masyarakat luas, yang mengatakan dalam kondisi waspada, ini yang perlu diluruskan. Ini yang perlu dijelaskan supaya tidak saling tumpang-tindih informasi, yang berujung pada kebingungan atau menyesatkan.
Gunung Bromo memang berstatus waspada, namun aman untuk pariwisata yang ada di sekitarnya. Itu dijelaskan langsung oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Probolinggo bahwa, pariwisata Bromo selalu open kapan saja kepada siapa siapa saja.
“Pariwisata Bromo tidak pernah tutup sekalipun sedang erupsi. Hanya saja, kita perlu mematuhi aturan yang ditetapkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dengan jarak aman 1 kilometer. Jadi, tak ada alasan untuk khawatir dengan kondisi Gunung Bromo. Insya Allah semuanya aman dan terkendali,” jelas Anung Widiarto lebih lanjut.
Selama delapan kali pelaksanan pagelaran Jazz Gunung, status Gunung Bromo juga selalu dalam kondisi waspada. Namun tak ada hal diluar kehendak yang terjadi. Lokasi diselenggarakannya pagelaran jazz adalah 6 kilo meter dari puncak kawah Bromo.
Jazz Gunung Bromo ini akan dipandu oleh Butet dan dibantu oleh mc junior, Alit dan Gundhi. Aspek hiburan, jenaka, musik yang serius, yang kontemplatif, yang etnik serta happy menjadi suguhan khas Jazz Gunung Bromo, di kedinginan udara 2300 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Pada Jazz Gunung 2016, ada beberapa musisi akan tampil, baik dari dalam maupun luar negeri. Di antaranya Dwiki Dharmawan Jazz Connection ,Ermy Kullit, Shaggydog, The Groove, Ring of Fire feat Bonita and Ricad Hutapea, Samba Sunda, Nial Djuliarso Trio feat Arief Setiadi dan masih banyak lainnya. Musisi luar negeri ada Ian Scionti Trio (Spanyol).
Kedepan diharapkan, pagelaran Jazz Gunung Bromo bisa menjadi kebutuhan bersama, bukan menjadi kebutuhan orang-orang musik spesial jazz, apalagi kebutuhan partner semata. Tapi menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat, siapapun mereka.
“Dari kacamata pendidikan, bahwa jazz, musik, kesenian dan kebudayaan merupakan bagian dari ikhtiar bersama untuk menjadi manusia yang baik. Menjadi manusia yang baik tidak harus sekolah dari pagi sampai sore hari, cukup nonton jazz, itu sudah keren. Jadi, mari sehat jiwanya dengan ngejazz,” imbuh Butet Kartaredjasa.
“Indahnya Jazz, Merdunya Gunung”
Jakarta, 16 Agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H