Indonesia merupakan negara kepulauan. Sekitar 60% luas wilayahnya adalah hutan, tersebar hampir di seluruh pulau. Kawasan hutan terluas di Indonesia ada Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara, Jawa dan sebagian kecil berada di Bali dan Nusa Tenggara. Namun sungguh ironis. Kenapa?
Ketua Perkumpulan Forest Watch Indonesia (FWI), EG. Togu Manurung, mengatakan bahwa setiap menit hutan seluas tiga lapangan bola hilang. Tercatat dalam kurun waktu 2009-2013, Indonesia kehilangan hutan seluas 4,6 juta hektar. Itu setara dengan luas Provinsi Sumatera Barat, lima kali luas Singapura, atau tujuh kali luas Provinsi DKI Jakarta.
Bahkan Indonesia pernah masuk Guinness Books of Record pada tahun 2008, sebagai negara dengan laju kerusakan hutan paling cepat di antara 44 negara yang masih memilki hutan. Kerusakan terjadi akibat pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian maupun industri kayu. Juga penambangan yang dilakukan untuk mengeruk sumber daya alam mineral dan gas dari perut bumi. Penggundulan juga terjadi untuk pembangunan transportasi dan pemukiman sebagai akibat dari pemekaran wilayah.
Kini, kondisi hutan Indonesia apakah lebih baik? Seperti kita tahu bahwa, beberapa tahun ini bencana kebakaran hutan di beberapa wilayah di Indonesia tak pernah berhenti. Di tahun 2015 berita mengenai asap akibat kebakaran hutan tak pernah absen menghiasi laman depan koran nasional. Segala daya dan upaya telah dilakukan untuk menghentikannya. Salah satunya dengan membuat hujan buatan. Menyiram langsung dengan air melalui pesawat helikopter pun dilakukan. Namun api tak pernah menyerah. Negara tetangga pun ikut gerah, mendapat asap kiriman. Pemerintah kewalahan.
Saat kebakaran, sebagai makhluk hidup yang paling sempurna, manusia bisa berupaya untuk menyelamatkan diri. Bisa bertahan dengan segala usaha dan prediksi. Lalu, bagaimana dengan makhluk lain, yang mendiami hutan? Kemana mereka berlindung dari amukan api yang merampas habitatnya?
Ketika hutan sebagai habitat aslinya dirusak, satu-satunya jalan adalah melarikan diri, keluar hutan. Ada juga yang masuk ke perkampungan penduduk yang dekat hutan. Namun apakah mereka sudah aman? Tidak. Ketika masuk ke perkampungan penduduk, mereka ditangkap. Setelahnya, ada yang dipelihara, ada pula yang dibunuh karena dianggap hewan berbahaya. Bila itu anak orangutan maka diambil keuntungan dengan diperjualbelikan. Sungguhkah kita tidak kejam?
Salah satu organisasi yang peduli terhadap nasib orangutan tersebut adalah Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo, Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation. Pada Jumat, 24 Juni 2016 lalu, BOS Foundation bersama Bakti BCA berbagi tentang berbagai upaya penyelamatan orangutan di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur.
Didirikan pada tahun 1991, Bos Foundation adalah sebuah organisasi non-profit Indonesia yang didedikasikan sebagai pusat rehabilitasi orangutan Borneo dan habitatnya. Salah satu area penyelamatan BOS Foundation adalah Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur.
BOS Foundation mengambil orangutan yang dipelihara oleh masyarakat lalu merawat dan meliarkan meraka. Setelah dirasa cukup mereka akan dilepasliarkan kembali ke hutan, ke habitat aslinya. Setelah dilepasliarkan mereka dipantau hingga kurang lebih sampai dua tahun. Saat ini, sudah ada lima bayi orangutan di hutan, hasil pelepasliaran BOS Foundation.
Salah satu institusi yang juga peduli terhadap pelestarian habitat satwa yang dilindungi adalah Bank Central Asia (BCA) melalui Bakti BCA. Kali ini Bakti BCA memberi bantuan dana kepada BOS Foundation untuk pelepasliaran orangutan di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur. Kegiatan pelestarian alam ini merupakan salah satu bentuk dukungan nyata dari salah satu pilar Bakti BCA, yakni Solusi Sinergi. Pemberian donasi ini bukan pertama kalinya. Sejak 2012 Bakti BCA secara teratur memberi donasi kepada BOS Foundation.
Penyerahan donasi secara simbolis dilakukan di Menara BCA, Jl. MH. Thamrin No. 1, Jakarta Pusat pada 24 Juni 2016. Bakti BCA menyerahkan donasi senilai Rp 200 juta. Hadir untuk menyerahkan donasi Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja dan (CEO) BOS Foundation, Jamartin Sihite. Didampingi oleh Corporate Secretary BCA, Inge Setiawati serta Pembina BOS Foundation, Bungaran Saragih.
BCA sebagai lembaga perbankan terkemuka di Indonesia telah menunjukkan komitmen terhadap pelestarian lingkungan hidup, dalam hal ini konservasi urangutan dan habitatnya. tidak hanya itu saja. BCA juga mendukung pelestarian kawasan penyu yang dilakukan bersama organisasi lingkungan World Wide Funds for Nature (WWF) di kawasan rehabilitasi penyu di Pangumbahan, Jawa Barat.
“Upaya ini juga sekaligus menjadi bentuk dukungan BCA terhadap amanat pemerintah dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017,” jelas Jahja.
Kerjasama BCA dengan BOS Foundation selama ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya kerjasama-kerjasama lainnya serta dapat menggerakkan kesadaran dari seluruh lapisan masyarakat. Untuk dapat menciptakan habitat yang lestari bagi satwa-satwa dilindungi.
“Kepedulian dan kecintaan masyarakat Indonesia terhadap alam, juga sangat diperlukan untuk mengubah perilaku menjadi lebih ramah lingkungan,” tutup Jahja Setiaatmadja.
“Selamatkan orangutan, maka hutan akan selamat. Ketika hutan selamat, kita selamat” (BOS Foundation)
Jakarta, 29 Juni 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H