Mohon tunggu...
Arum Sato
Arum Sato Mohon Tunggu... content writer -

pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Televisi Berita dan Inspirasi Indonesia dalam Kompas TV

2 Februari 2016   16:12 Diperbarui: 2 Februari 2016   23:31 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pimpinan Redaksi Kompas TV, Rosianna Silalahi, ketika menyampaikan sambutan sekaligus pesan Pendiri Kompas Grup, Jakob Oetama kepada tamu undangan, di gelaran “Suara Indonesia” di Jakarta Convention Center pada Kamis, 28 Januari 2016."][/caption]

Industri media terus mengalami perubahan. Perubahan yang menimbulkan tantangan sekaligus peluang. Dan setengah abad sudah Kompas Gramedia terus beradaptasi dengan dunia perubahan. Menyadari bahwa media dan teknologi yang semakin tak bisa dipisahkan, trend digital yang semakin modern, membuat Kompas Grup terus berinovasi. Kompas Gramedia memperkuat diri dengan media televisi dan media digital dalam Kompas TV.

Menjawab tantangan dan kebutahan publik akan informasi yang dapat di percaya, Kompas TV mengudara. Di mulai pada September 2011, Kompas TV kini lahir kembali sebagai televisi berita. Komitmen Kompas Gramedia untuk terus mendukung dan membangun masyarakat Indonesia, serta mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui berita televisi.

Transformasi menjadi televisi berita ditandai dengan digelarnya pertunjukan bertajuk “Suara Indonesia” pada Kamis, 28 Januari 2016 di Jakarta Convention Center. Dengan wajah baru sebagai televisi berita, Kompas TV bertekad untuk menyajikan berita independen, akurat, tepercaya serta bisa menyuarakan suara Indonesia.

Meski sudah empat tahun mengudara, sebagai televisi berita, Kompas TV baru memulai langkahnya. Semangat dan motivasi selalu “disuntikkan” oleh salah satu pendiri Kompas Grup, Jakoeb Oetama, kepada petinggi Kompas TV.

“Meski pendatang baru di dunia televisi, kita perlu tetap bersyukur karena bisa sampai pada pencapaian seperti ini. Saya yakin kita bisa menjadi besar, dengan keuletan, kegigihan dan kerja keras.,pasti kita bisa,” ujar Rosianna Silalahi, Pemimpin Redaksi Kompas TV, mengutipkan pesan dari Pak JO, begitu mereka memanggil Jakob Oetama.

Nama Kompas pun tak lepas dari sosok Soekarno. Beliaulah yang memberi nama, sekaligus amanah kepada Kompas, untuk bisa menjadi panduan, acuan atau penunjuk arah dalam dunia pemberitaan. Maka, Kompas TV, yang merupakan bungsu dari Kompas Grup berkomitmen untuk bisa menjadi panduan bagi jurnalisme televisi di Indonesia. Menjadi televisi berita yang dapat dipercaya yang menyuarakan Indonesia.

“Jurnalisme televisi adalah jurnalisme gambar. Jurnalisme yang juga memartabatkan kemanusiaan. Kompas TV akan selalu menjunjung tanggung jawab etika pers, meski harus berkejaran dengan detik,” lanjut Rosi pada malam pertunjukan tersebut.

Sejarah panjang mengawali lahirnya Kompas TV hingga menjadi stasiun televisi berita. Salah satu prestasi yang pernah diraih oleh Kompas TV adalah, berhasil menjadikan Jusuf Kalla sebagai host pada sebuah talkshow, Jalan Keluar.

“Berkat beliau, rekan penyiar di Kompas TV semakin bersemangat dan punya harapan besar. Barangkali saja bisa mengikuti jejak Pak JK, menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia setelah menjadi host di Kompas TV,” kelakar Rosi yang disambut riuh tepuk tangan tamu undangan.

Sebagai Penjaga Gerbang dan Pembawa Perubahan

[caption caption="Rosianna Silalahi (Pimpinan Redaksi Kompas TV) bersama Jusuf Kalla (Wakil Presiden Republik Indonesia), Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia), Liliek Oetama (Direktur Utama Kompas Gramedia Grup), dan Bimo Setiawan (Direktur Utama Kompas TV) bersiap untuk memencet tombol secara simbolik, tanda lahirnya Kompas TV menjadi stasiun televisi berita."]

[/caption]

Meski terbilang baru di dunia pertelevisian Indonesia, Kompas TV berkomitmen tinggi untuk memberikan alternatif, referensi informasi kepada publik, merekam peristiwa dari segala penjuru. Tak hanya cepat, juga dapat dipercaya.

Dengan motto khusus “Suara Indonesia” Kompas TV di harapkan bisa menjadi pelopor yang membawa perubahan terhadap jurnalisme televisi Indonesia. Sebagai mana Kompas TV memberikan penghormatan dan penghargaan terhadap agent of change Indonesia, di bidang yang mereka tekuni.

Adalah petinju kenamaan, Ellyas Pical, yang mengibarkan Merah Putih di pentas olahraga tinju dunia untuk pertama kalinya dengan menjadi juara dunia kelas bantam yunior International Boxing Federation (IBF) pada tahun 1985.

Kesuksesan seorang Ellyas Pical, menginspirasi pemuda Indonesia lainnya untuk berprestasi. Muncullah nama-nama baru di dunia tinju seperti Nico Thomas, Muhammad Rachman, Chris John, dan masih banyak lainnya.

[caption caption="Ellyas Pical, pelopor atlet olahraga tinju Indonesia."]

[/caption]

Penghormatan kedua terhadap pelopor di dunia komedi diberikan kepada grup komedi Warkop, yang terdiri dari Dono (alm), Kasino (alm), dan Indro. Grup komedi Warkop terbukti menjadi ikon komedi yang tak sekedar lucu dan menghibur, namun juga kritis. Kritik dan sindiran kepada pemerintahan berjalan, dibungkus dalam banyolan segar mereka.

[caption caption="Indrojoyo Kusumonegoro nama lengkapnya. Mewakili grup komedi Warkop, menerima penghargaan dari Kompas TV. "]

[/caption]

Di dunia pertelevisian Indonesia, ada Sumita Tobing. Bergabung dengan TVRI sejak tahun 1970. Terobosan dari seorang Sumita Tobing pada tahun 1980 adalah dengan membuat program berita berbahasa Inggris, English News Service. Doktor Komunikasi dari Ohio Univercity, Amerika Serikat ini juga pernah menjadi perempuan pertama sebagai pemimpin redaksi televisi swasta. Namun atas kasus wawancara fenomenal “Cabut Gigi” di stasiun televisi swasta tempatnya bekerja, Sumita Tobing dipanggil kembali ke TVRI untuk jabatan sebagai Direktur Utama TVRI. Sebagai Direktur Utama TVRI menjadikan Sumita Tobing sebagai perempuan pertama pemimpin Televisi Republik Indonesia.

[caption caption="Sumita Tobing, yang merubah gaya wawancara seorang pewawancara menjadi kritis dan tajam kepada narasumber."]

[/caption]

Media adalah pilar ke-empat. Apabila pilar pertama, kedua, ketiga, yaitu: eksekutif, legislative dan yudikatif tidak bekerja, maka media sebagai pilar ke-empat yang harus bekerja. As a gate keeper and agen of change, watchdog,” ujar Sumita penuh semangat.

Penghargaan terakhir diberikan kepada pelopor bidang kebudayaan yaitu pesinden kondang, Waldjinah. Karir Waldjinah di awali dari juara I Bintang Radio Indonesia tahun 1965. Lagu pertama Waldjinah adalah Yen Ing Tawang Ono Lintang. Lagu-lagu lain yang melambungkan namanya antara lain: Walang Kekek, Jangkring Genggong, Getuk, Ayo Ngguyu, Putri Solo, dan masih banyak lainnya.

“Seperti kata Pak Presiden, saya mengusulkan supaya anak-anak kita di didik untuk menyanyi keroncong. Karena keroncong itu asli milik Indonesia. Tidak ada Negara lain yang memiliki,” pesan sang Maestro keroncong Indonesia tersebut.

[caption caption="Senyum seorang Waldjinah, sang Maestro Keroncong Indonesia. Yang berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada Kompas TV, bahwa masih di ingat dan diberi penghargaan atas karyanya, meng-uri-uri budaya Indonesia melalui musik keroncong."]

[/caption]

Dan saya pun setuju, dan mendukung penuh, untuk pemerintah memperhatikan seni dan budaya yang di miliki masyarakat kita, juga pelaku kesenian tersebut untuk di payungi, di uri-uri keberadaannya untuk jangan sampai hilang tertelan jaman. Karena kebudayaan itu adalah identitas negara. Jangan sampai kita kehilangan jati diri sebagai bangsa yang berbudaya.

“Keroncong itu hanya cak cuk selo, apa-apa bisa. Di luar negeri selo itu di gosok, kalo keroncong itu di petik. Itu bedanya musik keroncong kita,” tambah Waldjinah.

Malam itu, lalu-lagu popular Waldjinah dinyanyikan beberapa artis masa kini. Waldjinah sendiri meyanyikan sepenggal Walang Kekek, yang di teruskan oleh Sruti Respati, salah satu murid Waldjinah. Yang tak kalah mengharukan adalah ketika aktor berdarah Batak, Maruli Tampubolon menyanyikan lagu Getuk. Di teruskan Cherrybell  dengan lagu Jangkrik Genggong, dan di rangkai oleh Candil dengan Ayo Ngguyu.

Cak Lontong, Butet Kertaradjasa, Trio Lestari, Kotak dan Iwan fals, juga ikut memeriahkan acara yang berlangsung selama tiga jam tersebut. Pertunjukan itu juga di hadiri oleh para pimpinan lembaga tinggi negara, para menteri Kabinet Kerja, politisi, seniman, dan para undangan terhormat lainnya.

After all, semoga kehadiran Kompas ke layar kaca, Kompas TV sebagai berita televisi atau televisi berita, bisa memberi perubahan yang berarti terhadap bangsa dan negara ini.

Jakarta, 02 Februari 2016

Foto selengkapnya bisa di lihat di bawah ini:

Dari kanan ke kiri: Rosianna Silalahi (Pimpinan Redaksi Kompas TV) bersama Jusuf Kalla (Wakil Presiden Republik Indonesia), Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia), Liliek Oetama (Direktur Utama Kompas Gramedia Grup).

Cak Lontong Dan Butet Kertaradjasa, ketika melawak, dengan memparodikan cara berbicara khas para Presiden Indonesia dalam candaaan humor namun menyentil.

Iwan Fals ketika menyanyikan Bongkar.

Iwan Fals ketika menyanyikan Bento.

 

Ellyas Pical bersama Trio Lestari (Tompi, Glen fredly, sandi sandoro) menyanyikan lagu Sio Mama.

Tantowi Yahya dan Ira Koesno, dua dari anak didik Sumita Tobing, pelopor di dunia jurnalis

Penampilan penuh semangat dari Kotak.

Sruti Respati, salah satu anak didik Waldjinah. Bersama menyanyikan lagu Walang Kekek.

Waldjinah, Sruri Respati, Maruli Tampubolon dan Cherrybell menyenyikan medly: Walang Kekek, Getuk dan Jangkring Genggong.

Para artis Kompasiana, yang berkesempatan nonton live di JCC. Terima kasih Kompas TV, dan Kompasiana.

 

**semua foto adalah dokumen pribadi.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun