Mohon tunggu...
Arum Sato
Arum Sato Mohon Tunggu... content writer -

pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Commuter Line, Pilihan Favorite Masyarakat Urban

6 Desember 2015   21:55 Diperbarui: 6 Desember 2015   22:46 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap individu di suatu kota pasti butuh sarana dan prasarana yang nyaman untuk mendukung mobilitas. Sebutlah di Jakarta. Kota metropolitan yang juga merupakan Ibukota Negara Indonesia ini termasuk dalam kategori padat penduduk, meski pun itu terjadi hanya di siang hari.

Bukan rahasia lagi kalau penduduk Jakarta pada siang hari mencapai hampir dua kali lipat jumlah penduduk asli. Pada malam hari, penduduk Jakarta sekitar 4-5 juta jiwa. Namun pada saat siang, melonjak menjadi 9 jutaan jiwa. Siapa sajakah mereka? Mereka adalah orang-orang yang bekerja di Jakarta namun berdomisili di luar kota Jakarta. Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, Banten adalah beberapa kota asal para pekerja yang bekerja di Jakarta.

Setiap pagi hari, para pekerja tersebut datang dan bekerja di Jakarta. Rata-rata mereka pekerja kantoran di wilayah segitiga emas Jakarta, yaitu area Sudirman-Thamrin-Kuningan. Nah, saat sore hari mereka pulang ke rumah masing-masing, yang umumnya berdomisili di kota-kota sekitar Jakarta.

Seiring dengan semakin tingginya jumlah penduduk di suatu kota, dan mobilitas penduduknya, akan timbul pula masalah-masalah yang menyertainya. Dan jika tidak dicarikan solusinya segera, masalah-masalah tersebut akan semakin kompleks dan semakin berat.

Salah satu permasalah yang timbul dari tingginya jumlah penduduk dan perpindahan penduduk di suatu kota adalah masalah transportasi. Tak bisa dipungkiri bahwa perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lainnya di dalam suatu kota yang padat penduduk adalah masalah yang tidak kecil.

Nah, tingginya mobilitas para pekerja kantoran dari luar Jakarta ini adalah sesuatu hal yang perlu dan harus di pikirkan solusinya. Kalau dulu, untuk masuk ke Jakarta dan sebaliknya mungkin cukup dengan mengandalkan angkutan bis antar kota. Namun dengan semakin tingginya jumlah penduduk, itu saja tidak mencukupi bahkan bisa dibilang kurang.

Tahun 2015, pengguna KRL Commuter Line sudah menyeluruh dari segala lini, dari mulai ibu rumah tangga, pedagang, anak sekolah maupun pekerja kantoran. Sebuah prestasi bagi PT. KCJ dalam memajukan transportasi massal di Jakarta. Foto: setyaningrum.

Area parkir yang selalu penuh oleh kendaraan para pengguna KRL Commuter Line. Foto: liputan6.com

Solusi alternative yang dibutuhkan masyarakat urban di perkotaan terkait dengan transportasi adalah angkutan massal yang nyaman, aman dan terjangkau.

Dan untuk saat ini, hal itu perlahan-lahan diwujudkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI), melalui anak perusahaannya yaitu PT. KAI Commuterline Jabodetabek (PT. KCJ). Meski perlahan namun pasti, langkah itu sudah menunjukkan hasil. Dari mulai pembenahan besar-besaran yang dilakukan PT. KCJ mulai tahun 2013, bisa dilihat terus meningkatnya jumlah pengguna KRL Commuter Line Jabodetabek. Dari mulai 600.000 per hari pada 2013 hingga sekarang mencapai 800.000 per hari pada 2015. Itu adalah sebuah prestasi yang patut dibanggakan.

Area parkir di hampir seluruh stasiun Commuter Line di Jabodetabaek pun selalu terisi penuh oleh kendaraan pribadi para pelaju (pengguna Commuter Line), baik itu motor atau mobil. Bahkan, banyak pula masyarakat yang tinggal di sekitar stasiun yang menyediakan tempat parkir untuk para pelaju tersebut.

Commuter Line Semakin Prima dari Tahun ke Tahun

Mungkin saya pengguna baru Commuter Line. Baru lima tahun, hehehe. Tapi dalam waktu lima tahun tersebut, saya bisa merasakan dan takjup terhadap perubahan yang dilakukan oleh PT. KCJ. Saya masih ingat pas awal-awal saya tinggal di Jakarta dan menggunakan kereta listrik ini. Bagaimana antrian di loket stasiun yang tak pernah sedikit. Bagaimana was-was dan deg-degan dengan tiket yang sudah dibeli.

Map rute perjalanan kereta ini bisa di temui di setiap stasiun dalam berbagai bentuk. Namun intinya adalah info yang bisa dijadikan pegangan buat pengguna kereta bila akan melakukan perjalanan. Foto: setyaningrum

Ya, waktu awal-awal saya menggunakan transportasi ini, pertengahan tahun 2011, tiket yang digunakan masih berupa tiket kertas. Kertas kecil tak lebih dari 10 cm persegi dengan tertera stasiun keberangkatan dan stasiun tujuan, yang seperti jimat saya menyimpannya ketika sudah terbeli. Karena kalau hilang, kita akan kena denda, karena dianggap sebagai penumpang gelap. Dan ketika akan keluar di stasiun tujuan, takut dan panik menyergap bila ingatan di mana tiket di selipkan agak miring alias lupa. Wah, bisa pusat pasi wajah ini kalau dilihat.

Belum lagi ketika kita tidak tau pasti di mana kita akan turun. Saya pernah mengalami perjalanan dengan KRL Ekonomi AC, yang kalau diibaratkan itu seperti makan tak enak tidur pun tak nyenyak. Ketika itu saya akan mengunjungi adik saya di wilayah Tangerang Selatan. Dan waktu itu kunjungan pertama kalinya, saya tidak tau di mana letak stasiun tersebut.

Waktu itu saya berangkat dari stasiun Pasar Minggu. Namun sistem penjualan tiket masih manual. Dalam pengertian, untuk beberapa stasiun tujuan, pembelian tiket tidak bisa sekaligus bisa dilayani, harus membeli tiket lagi di stasiun transit. Untuk tujuan stasiun Rawa Buntu, misalnya. Dari stasiun Pasar Minggu saya hanya bisa membeli tiket tujuan stasiun Tanah Abang. Saya harus transit di stasiun Tanah Abang dan membeli tiket baru menuju stasiun Rawa Buntu.

Saat itu, ada 2 tipe kereta rel listrik, KRL Ekonomi AC dan KRL Ekonomi non AC. Namun sekarang sudah melebur menjadi satu nama yaitu KRL Commuter Line Jabodetabek. Saat melakukan perjalanan itu saya sendirian makanya tidak membeli tiket KRL Ekonomi Non AC tapi saya memilih membeli tiket KRL Ekonomi AC, yang lebih mahal. Saya tidak membeli tiket ekonomi bukan karena tidak mau berdesakan dengan pedagang asongan maupun pengamen, namun lebih kepada faktor keselamatan. Pada KRL Ekonomi Non AC, ketika kereta berjalan, tidak semua pintu kereta tertutup. Sedangkan pada KRL Ekonomi AC, semua pintu kereta selalu tertutup. Dan itu bagi saya sangat penting.

Tapi meskipun KRL Ekonomi AC, tetap saja tak nyaman berkereta karena tetap saja panas. Kebetulan saya naik saat peak hour orang pulang kerja. Pengap, berhimpitan dan tak tau arah. Ya, dulu saat kereta akan berhenti di stasiun, dari dalam kereta tidak ada informasi sama sekali. Bila siang saya masih bisa melihat nama stasiun ketika kereta berhenti, meski itu tidak mudah. Tapi malam hari itu tidak bisa dilakukan, Akhirnya saya beranikan diri bertanya kepada penumpang sebelah saya di mana stasiun tujuan saya. Oh, masih jauh, mbak, turun setelah stasiun Sudimara, atau, satu stasiun lagi bareng saya, itu adalah beberapa jawaban atas pertanyaan saya selama saya naik dari stasiun Tanah Abang.

Di dalam rangkaian kereta, di atas pintu pun terpasang info rute perjalanan kereta. Jadi penumpang tak perlu lagi menduga-duga berapa stasiun lagi akan sampai di stasiun tujuan. Juga, telah dipasang CCTV (Closed-Circuit Television) di dalam kereta, untuk keamanan pengguna KRL Commuter Line. Foto: setyaningrum

Nah, kejadian yang demikan itu sekarang ini sudah tidak terjadi lagi. Kenapa? Karena PT. KCJ telah berubah. Pelayanan di dalam kereta maupun di area stasiun telah berubah. Tak perlu takut kesasar karena sudah ada leaflet rute jalur kereta di atas pintu keluar setiap kereta. Tiket kereta juga tak lagi menakutkan karena sudah diganti dengan bentuk yang lebih memudahkan, tak takut akan nyelip lagi. Dan yang pasti, harga tiket sudah jauh lebih ramah kepada semua golongan, dan juga sangat praktis karena sudah memanfaatkan teknologi.

Tiket kereta listrik Commuter Line saat ini sudah berbentuk e-tiket. Sudah terintegrasi juga dengan beberapa bank penyedia jasa keuangan. Jadi sudah cashless banget. Kita cukup mengisi saldo e-tiket sesekali sesuai kebutuhan. Kalau saya pribadi, saya menggunakan kartu khusus Commuter Line, Kartu Multi Trip atau KMT, jadinya melakukan pengisian saldo cukup pada loket stasiun Commuter Line.

Begitu juga dengan pelayanan di dalam rangkaian keretanya sendiri. Saya sudah tidak bingung lagi di mana saya harus turun, karena announcer selalu menyebutkan nama stasiun setiap kereta akan berhenti di satiap stasiun. Namun terkait pelayanan ini, saya masih sering melihat orang yang ketinggalan untuk turun di stasiun tujuan. Penumpang asyik ngobrol dengan penumpang di sebelahnya sehingga ketika stasiun tujuan di sebutkan announcer penumpang tidak nggeh. Baru menyadari ketika pintu sudah tertutup. Tidak jadi soal, sih kalau tidak dalam situasi terburu-buru. Tinggal turun di stasiun berikutnya dan putar arah.

Sudah Jatuh Hati Sejak Pertama Kenalan

Pengalaman berdesakan dan tak tau arah di dalam kereta tak menjadikan saya putus hubungan dengan KRL. Saya malah semakin intensif berhubungan. Dan hasilnya sudah bisa di tebak, saya jatuh cinta dengan KRL. Cinta yang bener-bener cinta, tidak dibuat-buat. Apalagi sekarang area stasiun yang sudah steril dari pedagang kaki lima, rapi dan bersih, membuat kadar cinta ini juga semakin meninggi.

Bahkan sempat hampir kecopetan di dalam kereta pun, tak melunturkan cinta saya terhadap KRL Commuter Line. Ceritanya ketika saya dan suami menuju stasiun Pasar Senen untuk perjalanan kereta jarak jauh. Rencana dari stasiun keberangkatan kami akan transit di stasiun Manggarai dan pindah kereta tujuan Jatinegara untuk turun di stasiun Pasar Senen.

Mendekati stasiun Manggarai, ketika pintu akan dibuka, tiba-tiba suami saya teriak memanggil petugas PKD. Ternyata tanpa saya ketahui, seorang pemuda merogoh tas selempang saya yang kebetulan saat itu saya taruh ke belakang, karena banyaknya barang bawaan.

Dengan sigap, petugas PKD langsung meringkus dan menginterogasi pemuda tersebut. Tapi saya tak bisa berlama-lama dan langsung pindah ke jalur kereta tujuan Jatinegara. Dan ketika Komunitas ClicKompasiana didirikan beberapa bulal lalu, dengan antusias saya menyambut dan ikut aktif di dalamnya. Untuk berbagi kepedulian dan berbagi kebaikan dalam bertransportasi.

Tak heran hingga saat ini, Commuter Line selalu menjadi pilihan, kemana pun saya bepergian di Jakarta. Bahkan, bila sedang janjian ketemu sama teman sebisa mungkin di dekat stasiun. Pingin tahu kenapa? Karena KRL Commuter Line anti mabok, hahaha. Jujur saja, saya mabok dengan kemacetan di Jakarta, meskipun dengan kendaraan pribadi. Tapi dengan KRL perjalanan saya aman, nyaman dan terkendali. Belum sekali pun kejadian mabok di dalam Commuter Line meski dalam keadaan penuh banget sekali pun.

Kini, pengguna KRL Commuter Line tak perlu takut kesasar lagi. Banyak PKD ditempatkan, baik di dalam stasiun maupun di dalam rangkaian kereta untuk keamanan sekaligus tempat bertanya dan minta pertolongan. Foto: setyaningrum

Selain anti mabok (bagi saya pribadi), perjalanan menggunakan Commuter Line bisa diprediksi waktunya. Sehingga waktu kita tak terbuang percuma di jalanan. Keamanan dalam perjalanan juga terjamin dengan di tempatkannya para PKD (Pembantu Keamanan Dalam) stasiun. Sebuah prestasi yang gemilang di lakukan oleh PT. KCJ dalam mensterilkan area sekitar stasiun dan memperbaiki pelayanan di dalam stasiun.

Masih terbayang dulu bagaimana beratnya ketika memasuki area stasiun. Terlalu banyaknya rintangan di jalan oleh PKL itu sudah sesuatu yang melelahkan. Dulu, untuk bisa berdiri di peron stasiun Pasar Minggu menunggu Commuter Line tujuan tak semudah seperti sekarang. Harus berjalan seperti berkilo meter di bawah terpal pedagang kaki lima yang menyemuti area stasiun.

Tapi dengan fantastis PT. KCJ bisa mengembalikan kemurnian dan fungsi stasiun Pasar Minggu seperti sakarang ini. Prestasi yang patut diacungi jempol. Dan ke depannya, saya yakin PT. KCJ terus akan berbenah hingga tercapainya pelayanan publik yang berkualitas sebagai solusi permasalahan transportasi perkotaan yang semakin kompleks.

Untuk menuju transportasi yang berkualitas bagus memang butuh waktu, karena semua berproses, tidak bisa terjadi dalam instant. Gangguan-gangguan yang terjadi di stasiun Manggarai saat ini, atau pun di stasiun-stasiun yang lain adalah bagian dari proses tersebut. Bagi saya pribadi, prestasi PT. KCJ hingga saat ini adalah tidak kecil. Prestasi yang luar biasa fantastik dan perlu di apresiasi.

Yang masih harus dibenahi juga adalah sarana prasara penunjang di sekitar stasiun. Fasilitas seperti JPO (Jembatan Penyeberangan Orang), lampu penerangan di JPO, lampu jalan dekat stasiun, trotoar maupun zebra cross masih perlu dibenahi. Juga integrasi sarana dan prasarana dari dan ke stasiun masih belum tertata dengan baik. Beberapa JPO sudah ada sih yang sudah mulai berlampu terang, tapi masih banyak yang masih remang-remang.

Dalam hal ini adalah Pemda (Pemerintah Daerah) perlu campur tangan karena fasilitas tersebut adalah tanggung jawab Pemda, bukan tanggung jawab PT. KCJ. Dan untuk sarana angkutan kota di sekitar stasiun perlu penataan yang serius, karena di situlah sumber kemacetan timbul. Juga terkait dengan perlintasan sebidang. Sudah waktunya flyover maupun underpas perlu dibangun untuk mengurangi jumlah kecelakaan dan kemacetan Jakarta.

Kini, sudah waktunya Pemda bersinergi dengan PT. KCJ dalam mewujudkan sarana dan prasarana transportasi publik yang terjangkau, nyaman, aman berkualitas dan terintegrasi. Penataan sistem transportasi yang baik di suatu kota adalah salah satu indikator kemajuan suatu kota.

Salam Click, salam cinta KRL.

 

Jakarta, 06 Desember 2015

Oleh: Setyaningrum

*) Keterangan Gambar Utama: KRL Commuter Line Jabodetabek menjadi transportasi favorite bisa dilihat dari tingginya antusias pengguna KRL Commuter Line yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Foto: antaranews.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun