Para Pemenang I, II dan III OSN Pertamina 2015 untuk Kategori Proyek Sains Tingkat Regional. Pemenang I dari Universitas Surabaya, Pemenang II dari Universitas Brawijaya, dan Pemenang III dari Universitas Indonesia. Foto: setyaningrum
Oleh Setyaningrum
Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan jati dirinya sebagai perguruan tinggi terdepan di bidang sains. Setidaknya, itu tercermin dari Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pertamina 2015. Bagaimana minat mahasiswa kita terhadap sains?
Secara komprehensif, dari 8 kali penyelenggaraan OSN Pertamina, kita sebenarnya patut bergembira, karena minat para mahasiswa kita terhadap sains, cukup positif. Ini terlihat pada jumlah mahasiswa yang mengikuti olimpiade tersebut. Tahun 2015 ini, misalnya, ada 26.000 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang mengikutinya. Mereka berasal dari berbagai kampus, yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Meski demikian, yang berhasil tampil sebagai Pemenang I di 4 kategori yang dilombakan, masih didominasi oleh perguruan tinggi yang berada di Pulau Jawa.
Minat Mahasiswa pada Sains
Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pertamina 2015 diselenggarakan oleh Pertamina, bekerjasama dengan Universitas Indonesia, yang didukung penuh oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, serta Perguruan Tinggi seluruh Indonesia. Pertamina sebagai perusahaan nasional yang berbasis minyak dan gas, melalui OSN Pertamina ini, menunjukkan kepeduliannya untuk melahirkan tunas-tunas bangsa yang unggul di bidang sains. Kita tahu, negeri ini tertinggal jauh, dibandingkan dengan negara-negara tetangga, khususnya di bidang sains. Salah satu indikatornya adalah alokasi dana untuk pengembangan sains.
Di Asia Tenggara, misalnya, alokasi dana untuk sains di Indonesia, termasuk yang terendah, hanya 0,09 persen dari total produk domestik bruto (PDB). Bandingkan dengan Malaysia (1 persen) dan Singapura (2,5 persen), dari PDB mereka. Padahal, jika dikorelasikan dengan jumlah penduduk, luas wilayah, dan PDB yang paling besar, seharusnya Indonesia bisa jadi pemimpin di bidang sains di Asia Tenggara.
Namun, karena komitmen pemerintah yang sangat rendah terhadap pendidikan sains, output sains kita pun berada di posisi paling rendah. Padahal, bila mengacu pada minat mahasiswa, sebagaimana terlihat pada jumlah peserta OSN Pertamina 2015, yang diikuti 26.000 mahasiswa, kita tahu, cukup banyak mahasiswa kita yang berminat mengembangkan sains. Maka, kesungguhan Pertamina mengadakan olimpiade sains ini, yang sudah memasuki tahun ke-8, tentulah patut kita apresiasi, dalam konteks melahirkan generasi sains.