Dari kiri ke kanan: Trisulo, Siti Laela, dan Eleine Koesyono, di depan lokasi pameran Batik Betawi Terogong, di lobby Best Western Premier The Bellevue, JL. H. Nawi No. 1, Radio Dalam, Jakarta Selatan. Foto: koleksi pribadi.
Oleh Setyaningrum
Hotel internasional bernuansa tradisional. Itulah kesan pertama yang tertangkap mata saya, ketika menghadiri Kompasiana Coverage pada Rabu, 07 Oktober 2015 lalu, di hotel Best Western Premier The Bellevue, JL. H. Nawi No. 1, Radio Dalam, Jakarta Selatan. Kompasiana Coverage kali ini mengangkat tema tentang batik, Mengenal Nilai-nilai Budaya Betawi Lewat Batik Betawi Terogong. Event yang di komandani oleh Wardah Fajri ini menghadirkan 15 Kompasianer dari berbagai wilayah se-Jabodetabek.
Kenapa saya mengatakan Best Western Premier The Bellevue adalah hotel internasional bernuansa tradisional? Membaca namanya saja sudah terlihat bahwa itu bukan hotel biasa. Full English spelling. Saya agak keselip lidah kalo ngomong agak cepat. Namun ketika melihat beberapa sudut dan ruangan dalam rangkaian Tour Hotel bersama Marketing Communication Manager Best Western Premier-The Bellevue, Eleine Koesyono, memang terbukti ke-internasional-an rasa tradisional hotel tersebut.
Hawa tradisioal itu sudah terlihat pada bagian luar bangunan hotel. Di beberapa titik, terdapat dekorasi besi bermotif batik menghiasi. Dan unsur tradisional tersebut makin menguat begitu memasuki lobby hotel. Dua pilar besar sebagai penyangga yang berada di area lobby, juga berbalut besi bermotif batik. View di belakang meja resepsionis pun tak kalah seru. Yaitu, puluhan cap besi berbagai motif batik ukuran persegi, tertata rapi membentuk sebuah persegi panjang di belakang meja resepsionis. Cap besi merupakan alat untuk membatik pada jenis batik cap.
Selain pilar penyangga dan dekorasi ruangan yang banyak bermotifkan batik, dinding pelapis berbahan dasar kayu juga menambah ke-tradisional-an pada ruangan besar tersebut. Perpaduan seni budaya tradisional dan modern, sungguh terasa di area lobby Best Western Premier The Bellevue. Konstruksi bangunan hotel yang modern, berpadu dengan interior design yang penuh nuansa tradisional, menjadikan Best Western Premier The Bellevue hotel yang unik dan menarik.
Di sebelah kanan lobby, atau berhadapan dengan meja resepsionis, terdapat sebuah panggung kecil berbentuk persegi. Di atasnya terdapat alat musik tradisional, berupa kecapi siter dan gender. Pertunjukan musik rutin dengan alat tradisional tersebut dilakukan setiap hari Selasa dan Kamis di setiap minggunya.
Di pojok sisi kiri lobby terpajang sepasang ikon khas Jakarta, ondel-ondel Betawi. Disitulah pameran Batik Betawi Terogong diselenggarakan. Selama lima hari berturut-turut, mulai hari Senin, 05 Oktober 2015 hingga Jumat, 09 Oktober 2015, mulai pukul 17.00 hingga 21.00 WIB. Ketika rombongan Kompasianer (blogger dari Kompasiana) tiba, stan itu masih kosong, belum ada kegiatan membatik, karena jadwal acara Kompasiana Coverage memang lebih awal dari jadwal pameran.
Tak berhenti hanya di area lobby saja. Area sekecil lift yang sekiranya menampung belasan passangers pun bernuansa tradisional. Motif anyaman menghias pada bagian atas lift. Tak lupa, sekilas batik motif parang terselip pada papan penunjuk lift.
Memasuki lantai satu tempat diadakannya diskusi adalah sebuah mini restoran, Angsana Lounge & Wine Bar. Kembali, nuansa tradisional kental terasa. Mulai dari karpet, sarung bantal atau pun meja bar yang bermotifkan kembang menghias.
We Love Indonesia, We Love Batik
Dengan status hotel kelas internasional berbintang empat, Best Western Premier The Bellevue tetap ingin membumi Indonesia. Melalui sebuah program We Love Indonesia yang digagas, batik lah akhirnya yang diusung oleh Best Western Premier The Bellevue. Untuk sementara ini, baru beberapa motif batik yang sudah di apply di area hotel seperti motif kawung, parang, parang rusak, dan motif-motif tradisional lainnya dari Jawa. Ke depannya, menurut Eleine Koesyono motif Batik Betawi akan segera menyusul.
Meski saat ini masih dalam tahap penyempurnaan (restoran di roof top sedang on progress), The Bellevue sudah ready untuk di booking, lho. Bisa reservasi di sini. Meski sejatinya, hotel tersebut memang belum grand opening. Soft launching-nya saja baru pada 15 juli 2015 lalu. Dan event Kompasiana Coverage ini adalah event kedua bagi The Bellevue setelah sukses dengan The Sparkling Wedding Event, pada 17 September 2015 lalu.
“The Bellevue bermakna view atau pemandangan yang indah. Dominasi interior design dengan batik, dan view of Pondok Indah Golf Course, semoga bisa membuat nyaman tamu yang datang,” ujar Director of Sales and Marketing The Bellevue, Evrin Febrina, saat membuka diskusi malam itu.
Meski tidak besar, The Bellevue berupaya untuk menghadirkan segala fasilitas secara lengkap. Diantaranya fasilitas fitness dan kolam renang. Untuk kolam renang, The Bellevue mengusung konsep semi outdoor swimming pool. Fasilitas terapy dengan spa pilihan juga tersedia. Menurut Eleine Koesyono, ke depannya akan tersedia juga fasilitas sauna di hotel tersebut.
Kiri: Bussiness Centre di area lobby yang leluasa bisa digunakan oleh tamu. Kanan: swimming pool dengan view Pondok Indah Mall. Untuk event yang lebih besar seperti wedding, ada Grand Meeting Room yang bisa menampung 100-250 tamu. Foto: koleksi pribadi.
Tak ketinggalan adalah fasilitas kekinian dan selalu prioritas adalah fasilitas internet. The Bellevue menyediakan high-speed internet access lengkap dengan computer hook-up access di setiap kamarnya. Di area lobby pun keleluasaan mengakses internet tetap tersedia melalui Internet Corner.
Kembali ke topik bahasan mengenai batik. Program We Love Indonesia oleh The Bellevue tidak hanya sebatas program on paper, namun juga nyata adanya. Selain bertebarannya motif batik dan interior design di seluruh area hotel, The Bellevue pun berupaya mengangkat keberadaan batik asli Jakarta melalui Pameran Batik Betawi Terogong.
Berpakaian batik kini tak lagi harus di acara formal. Masyarakat mulai menempatkan batik sebagai fashion keseharian, seiring dengan di tetapkannya batik sebagai warisan dunia oleh Unesco.
Batik asli Jakarta mungkin sudah mulai hilang dengan masuknya batik-batik dari wilayah lain yang lebih disukai masyarakat. Sebut saja batik Cirebon, batik Solo, batik Pekalongan, maupun batik Madura adalah batik-batik yang banyak dicari dan dipakai oleh masyarakat kini.
Jakarta juga mempunyai batik khas Betawi sejak zaman Jakarta masih bernama Batavia. Namun seiring peralihan zaman, batik asli Jakarta mendekati punah. Salah satu putra daerah yang tak menginginkan warisan leluhurnya hilang tertelan zaman adalah Siti Laela.
Berawal dari keprihatinan terhadap semakin sedikit dan hilangnya tempat dan benda-benda bersejarah sekitar tempat tinggalnya. Bagaimana trauma dan sedihnya Siti Laela kehilangan Kampung Gebrug yang sekarang menjelma menjadi Pondok Indah.
Untuk itu, dengan tekad dan semangat untuk mempertahankan dan melestarikan warisan leluhurnya, serta untuk memberdayakan lingkungan sekitar dan mempertahankan tanah kelahirannya, terbentuklah Sanggar Batik Betawi Terogong.
Didirikan pada 05 September 2012, Siti Laela dengan telaten dan sabar menghidupkan kembali batik asli kampungnya, dengan batik andalan motif tebar mengkudu. Sambil bergurau Siti Laela mengartikan tebar mengkudu dengan tekun sabar emang kudu.
Dengan dibantu suaminya, Trisulo, Siti Laela selama tiga tahun ini terus berjuang untuk membesarkan sanggarnya. Dengan mengajak tetangga untuk ikut belajar membatik, terkumpul lah hingga saat ini 15 orang di sanggarnya sebagai pembatik.
“Tidak mudah mencari karyawan. Kebanyakan menolak pekerjaan yang saya tawarkan, karena mereka menganggap kalau bekerja itu harus ada kantor dan berpakaian rapi,” ujar Siti Laela, menungkapkan kesulitannya dalam mencari tenaga pembatik untuk sanggarnya.
Namun kesulitan-kesulitan seperti itu tak mematahkan niatnya untuk melestarikan warisan leluhurnya tersebut. Meski masih mengimpor kain dan perlengkapan membatik dari Pekalongan, tak menyurutkan tekad Siti Laela dalam mempertahankan kekhasan Batik Betawi tersebut, dengan terus berkarya.
Dengan memproduksi batik cap dan batik tulis, Siti Laela memasarkan hasil karyanya melalui web di batikbetawiterogong.com dan media sosial Batik Tulis Betawi Terogong maupun @terogongbatik. Juga dengan menitipkan di gerai Galeria Jakarta (@galeria_jakarta) dan pusat oleh-oleh khas Jakarta ( Jalan Suryo dekat Kota Kasablanka). Atau, bila kita ingin bisa langsung ke lokasi Sanggar Batik Betawi Terogong, di Jl. Terogong III No. 27-C, Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Sekalian bisa belajar membatik bersama pemilik sanggar, Siti Laela.
Siti Laela terus bersabar mengenalkan dan memasarkan batik tulis dan batik cap hasil karyanya ke khalayak luas. Harus siap bersaing dengan produng batik printing yang mana sebenarnya itu bukanlah batik.
“Di dalam batik printing tidak ada lilin atau malam. Itu tidak bisa disebut batik. Batik itu kain yang dilukis dengan lilin. Pada batik cap masih ada unsur lilinnya, tapi kalo printing tidak ada. Itu tantangan besar saya dalam memasarkan Batik Betawi Terogong ini,” kisah Siti Laela terkait produk batik di pasaran.
Batik Betawi tak mempunyai aturan atau pakem seperti batik di Jawa pada umumnya, sehingga Batik Betawi tidak berpola. Motifnya bebas seputaran ikon-ikon Betawi dulu dan kini. Lebih dari 30 motif telah dipunyai oleh Siti Laela. Ada motif Monas, Ondel-ondel, Pengantin Betawi, Tanjidor, Jembatan Semanggi, Sungai Ciliwung, Peta Ceila, Tugu Pancoran dan motif-motif lainnya yang terus dikembangkan.
Yang menjadi ciri khas Batik Betawi adalah motif bertumpal yang lebih dikenal dengan nama pucuk rebung. Warnanya pun cenderung ngejreng, lebih cerah karena ada unsur budaya Cina yang melekat. Dulu, Betawi adalah kampungnya pendatang Cina. Makanya muncul istilah-istilah pada bahasa Betawi seperti encik, encang, encing, babe, mpok dan beberapa istilah lainnya.
“Harapan saya, semakin banyak orang di Jakarta yang tahu dan memakai batik Betawi Terogong. Instansi pemerintah pun bisa membantu dengan menyosialisaikan batik betawi kepada para staff sebagai batik khas Jakarta,” imbuh Siti Laela menutup acara diskusi malam itu di Best Western The Bellevue.
Jakarta, 21 Oktober 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H