Mohon tunggu...
Arum Sato
Arum Sato Mohon Tunggu... content writer -

pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Sayangi Nyawa, Lewatlah Jembatan Penyeberangan Orang!

2 Juli 2015   06:49 Diperbarui: 2 Juli 2015   11:40 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Spanduk diatas saya ambil tanggal 27 Juni 2015, pukul 17:57 WIB, saat menaiki anak tangga di JPO Lenteng Agung, persisnya JPO (Jembatan Penyeberangan Orang) di depan Stasiun Lenteng Agung sisi timur, arah menuju Depok. Foto: dokumen pribadi.

 

Oleh: Setyaningrum

Penggagas spanduk bertuliskan kata-kata di atas, mungkin sudah jengah. Dalam artian lelah fisik dan juga lelah pikiran. Mungkin Ia salah satu dari pengguna Jalan Raya Lenteng Agung, yang telah merasakan bagaimana situasi arus lalu-lintas disana. Barangkali saja ada pembaca Kompasiana maupun Kompasianer yang kebetulan berdomisili di Lenteng Agung, atau sekedar pengguna Jalan Raya Lenteng Agung, tentu akan memahami dan memaklumi terpasangnya spanduk tersebut. Mungkin juga bisa merasakan kejengahan penggagas spanduk tersebut, terhadap arus lalu-lintas di Lenteng Agung.

Sebelumnya, di pagar tempat spanduk di atas dipasang, juga telah terpasang spanduk tentang himbauan aman untuk menyeberang. Namun sepertinya warga tak mengacuhkan dan malah membiarkan spanduk menggantung di balik pagar dengan posisi terbelah dua alias terpotong. Mungkin saja, warga tidak suka diingatkan terus menerus. Dengan terpasangnya spanduk tersebut, tak mengurangi jumlah penyeberang sembarangan, juga tak menambah jumlah pengguna JPO (Jembatan Penyeberangan Orang) sisi timur depan Stasiun Lenteng Agung, tempat spanduk dipasang. Warga menyeberang seperti biasa seperti tak ada spanduk itu disana.

Warga yang Nekat, atau Kendaraan yang Berlipat?

Kemacetan yang ada di Lenteng Agung tak lepas dari banyaknya perguruan tinggi di seputaran wilayah tersebut. Ketika Universitas Indonesia (UI) berpindah kampus ke Depok pada tahun 1987, dari Salemba dan Rawamangun, mulai bermunculan universitas-universitas di sepanjang Depok-Pasar Minggu. Beberapa universitas tersebut berada di Lenteng Agung. Itu salah satu faktor yang menjadikan Lenteng Agung menjadi wilayah yang strategis, berada di tengah-tengah antara Depok-Pasar Minggu. Namun, karena letak yang strategis itu juga yang menjadikan Lenteng Agung tak luput dari imbas makin padatnya arus lalu-lintas, yang berujung pada kemacetan yang hingga kini belum bisa teratasi.

Jalan Raya Lenteng Agung adalah jalan nasional yang menghubungkan antara Provinsi DKI Jakarta dengan Provinsi Jawa Barat, antara Jakarta Selatan dengan Depok. Orang Depok yang bekerja di Jakarta, atau orang Jakarta yang bekerja di Depok, sebagian besar pasti melewati jalan ini.

Sebelum JPO di Lenteng Agung tersebut dibangun, Kompas.com pernah menuliskan berita, Macet "Abadi" di Jalan Lenteng Agung, pada Senin, 15 Juli 2013. Kini, setelah terwujud JPO di kedua sisi Stasiun Lenteng Agung tersebut, hilang kah kemacetan di Lenteng Agung? Tidak. Berkurang mungkin iya, itupun saya rasa persentasenya tidak besar.

Kehadiran JPO yang semula diharapkan menjadi satu-satunya solusi untuk menghilangkan kemacetan di Lenteng Agung, ternyata juga tidak berfungsi dengan optimal. Mengapa? Banyak warga dan pengguna kereta yang enggan menyeberang melalui JPO.

Di sepanjang Jalan Raya Lenteng Agung-Tanjung Barat berderet 3 stasiun, yaitu: Stasiun Universitas Pancasila (UP), Stasiun Lenteng Agung (LNA), dan Stasiun Tanjung Barat (TNT). Dua diantara tiga stasiun tersebut berada di wilayah Lenteng Agung, yaitu Stasiun Universitas Pancasila dan Stasiun Lenteng Agung.

Setiap harinya, banyak pengguna kereta yang keluar masuk di stasiun-stasiun tersebut, terutama jam-jam sibuk seperti di pagi hari saat jam berangkat ke kantor ataupun sore hari saat jam pulang kantor. Di Stasiun Tanjung Barat, pengguna kereta sudah lebih tertib, sudah menggunakan JPO untuk masuk ataupun keluar stasiun. Karena, pihak KAI (Kereta Api Indonesia) telah menghubungkan JPO dengan pintu masuk stasiun, di kedua sisi stasiun. Tidak ada celah bagi pengguna kereta untuk menyeberang melalui jalan raya. Mau atau tidak, mereka harus masuk atau keluar stasiun melalui JPO tersebut.

Kondisi tersebut tidak terjadi di Stasiun Lenteng Agung. Pintu masuk Stasiun Lenteng Agung, dikedua sisi, masih terbuka sehingga untuk masuk atau keluar stasiun pengguna kereta masih bebas menyeberang lewat jalan raya. Para pengguna kereta di Stasiun Lenteng Agung masih enggan memanfaatkan JPO. Selain lebih jauh, JPO disana dirasa terlalu sempit dan tinggi. Hanya sedikit yang memanfaatkan JPO untuk menyeberang. Mereka memilih menyeberang lewat jalan raya. Di jam-jam sepi mungkin masih bisa ditoleransi, tapi saat jam sibuk hal itu sangat mengganggu arus lalu-lintas, juga membahayakan pengendara dan penyeberang itu sendiri.

Penyeberang tidak hanya pengguna kereta saja, sih. Orang yang mau menuju Pasar Lenteng Agung maupun Pasar Minggu juga melewati jalan di belakang spanduk tersebut. Demikian pula sebaliknya, orang yang mau berbelanja di minimarket area sisi timur depan stasiun atau yang akan meneruskan perjalanan menuju Kelapa Dua atau Depok, juga menyeberang di area tersebut.

Lalu apa guna dan fungsi JPO di sana, bila masyarakatnya masih nekat menyeberang melalui jalan raya? Demi tak mau kehilangan beberapa menit, haruskah kita pertaruhkan nyawa menembus deru laju kendaraan? Berpikir duakali saya untuk melakukannya, meskipun kadang penuh beban di tangan.

Peduli Nyawa Sendiri Cerminan Peduli Nyawa Sesama

Akibat masih banyaknya penyeberang sembarangan, di sore hari menuju malam, Jalan Raya Lenteng Agung arah Pasar Minggu-Depok tak pernah absen dari kemacetan. Pada jam pulang kerja, antrian kendaraan menuju Depok sudah mulai mengular mulai dari Gang Seratus, tak jauh setelah melewati Stasiun Tanjung Barat. Terus mengular sepanjang kurang lebih satu kilometer hingga Stasiun Lenteng Agung. Arus lalu-lintas mulai lancar kembali setelah melewati Stasiun Lenteng Agung.

Akibat masih banyaknya penyeberang sembarangan, di pagi dan sore hari, Jalan Raya Lenteng Agung arah Depok-Pasar Minggu selalu digilir macet. Antrian kendaraan sepanjang dua kilometer mengular mulai dari Stasiun Universitas Pancasila hingga Stasiun Lenteng Agung. Di pagi atau siang hari, tak jarang kemacetan berlanjut hingga flyover T.B. Simatupang.

Seandainya para penyeberang tersebut menggunakan JPO, pastinya tak akan ada antrian panjang kendaraan sepanjang itu. Seandainya penyeberang punya sedikit empati, banyak menit dari sekian pengendara terselamatkan. Seandainya para sopir angkot juga tidak ngetem sembarangan, alangkah itu sebuah harapan.

Dan semoga pula, terkait dengan JPO, pihak KAI akan memperlakukan Stasiun Lenteng Agung sama dengan Stasiun Tanjung Barat, sehingga kemacetan maupun kecelakaan bisa diminimalkan. Supaya tercipta keamanan dan kenyamanan berlalu-lintas antar sesama.

Sekali waktu, mungkin ada yang berminat atau tertarik untuk melihat langsung kemacetan di sekitar Stasiun Lenteng Agung, bagaimana klakson-klakson kendaraan saling bersahutan, menjelang pagi pun menjelang malam. Meskipun dari sana jualah geliat ekonomi warga dimulai.

Inti dari tulisan ini adalah, mari kita sayangi diri dan nyawa kita. Paling tidak demi keluarga kita, demi orang yang menyayangi kita. Tidak ada lho toko yang menjual nyawa di dunia ini. Sekali kita kehilangan nyawa, paripurnalah peran kita di dunia. Mumpung masih di bulan yang penuh berkah dan ampunan ini, mari merubah sikap dengan menyeberang di tempat penyeberangan yang benar. Dan berlanjut terus untuk bulan-bulan berikutnya. Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga barokah.

 

Jakarta, 02 Juli 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun