Mohon tunggu...
Arum Sato
Arum Sato Mohon Tunggu... content writer -

pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Karut Marut Industri Bauksit Nasional ditengah Hilirisasi Industri Mineral

23 Juni 2015   21:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:38 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potensi dan cadangan endapan Bauksit tersebar di beberapa wilayah di Indonesia antara lain di Sumatera Utara, Bauksit terdapat di kawasan Kota Pinang. Di Riau, Bauksit banyak ditemukan di Pulau Bulan, Pulau Bintan, Pulau Kijang, dan Pulau Lobam. Di Kalimantan Barat, Bauksit terdapat di Tayan Menukung, Sandai, Pantus, Balai Berkuah, Kendawangan dan Munggu Besar. Di Bangka Belitung, Bauksit terdapat di daerah Sigembir. Hingga saat ini penambangan Bauksit di Pulau Bintan adalah satu-satunya penambangan Bauksit terbesar di Indonesia.

Proses pengolahan dan pemurnia bauksit adalah Aluminium. Sumber foto: APB3I

Dari batuan Bauksit bisa menghasilkan dua tipe Alumina, yaitu: Smelter Grade Alumina (SGA) dan Chemical Grade Alumina (CGA). 90% pengolahan bijih bauksit di dunia dilakukan untuk menghasilkan Smelter Grade Alumina (SGA) yang selangkah lagi akan menghasilkan Aluminium murni. Nama lain Alumina adalah Aluminium oksida.

Dalam prosesnya, Bauksit akan diolah menjadi Alumina, yang selanjutnya diolah menjadi Aluminium. Karena sifatnya yang ringan dan tahan api, Aluminium mempunyai banyak kegunaan. Mulai alat dan perkakas rumah tangga, hingga sebagai bahan untuk membuat pesawat.

Lalu bagaimana kondisi Bauksit ekspor kita? Bauksit yang selama ini di ekspor Indonesia, berjenis MGB, Metallurgical Grade Bauxite. MGB merupakan bahan baku SGA. SGA mempunyai kadar Aluminium oksida sebesar 98,5%. CGA berkadar Aluminium oksida 90%. Sedangkan bijih bauksit rata-rata berkadar Aluminium oksida 30-40 %. MGB yang diekspor Indonesia selama ini, menurut pakar LAPI ITB, telah melalui proses crushing, washing, screening, dan drying, yang otomatis telah meningkatkan kadar Aluminium oksida (Al203) dari 30-40% menjadi 47%. Menurut pakar LAPI ITB, berdasarkan penelitian tersebut Bauksit dari Indonesia layak disebut Bauksit olahan, bukan lagi Bauksit mentah atau ORE.

Larangan Ekspor dan Pabrik Pengolahan Bauksit

Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri, dalam Seminar Naional di Hotel Peninsula, Jakarta, secara blak-blakan menuding mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa sebagai biang keladi terhadap kacau-balaunya industri bauksit nasional saat ini.

Bermula dari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, melalui Menko Ekonomi , Hatta Rajasa, melarang ekspor mineral mentah (raw material). Saat itu, Hatta Rajasa mengatakan bahwa pelarangan ekspor mineral mentah sebagai bentuk pelaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang mewajibkan penambahan nilai tambah pada mineral mentah.

Dalam rangka memanfaatkan dan mengelola sumberdaya mineral, Pemerintah RI telah menerbitkan UU No. 4 Tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Guna melaksanakan Undang-Undang tersebut, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2010, dan baru menindaklanjuti dengan menerbitkan Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 tertanggal 6 Februari yang melarang ekspor bijih (raw material atau ore) paling lambat 3 bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri tersebut. Disusul kemudian dengan terbitnya Permen ESDM No.11/2012, pembolehan ekspor dengan rekomendasi menteri melalui Direktur Jenderal. Tahun 2013 pemerintah mengeluarkan lagi Permen ESDM No.20/2013 tentang pembolehan ekspor sampai dengan 12 Januari 2014. Pada 12 Januari 2014, Pemerintah menerbitkan Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 tentang pelarangan ekspor mineral mentah. Berubah-ubah dan bertubi-tubi tentang aturan ekspor barang tambang inilah yang menjadi dasar tudingan Faisal Basri terhadap Hatta Rajasa.

Diketahui, pada Februari 2014, Hatta Rajasa sebagai Menteri Koordinator Ekonomi menjadi saksi ketika United Company RUSAL menandatangani MoU atau nota kesepahaman dengan perusahaan tambang Bauksit Indonesia, PT Arbaya Energi untuk membangun pengolahan Bauksit menjadi Alumina (smelter alumina). Rencananya smelter alumina akan dibangun di Kalimantan. CEO UC RUSAL, Oleg Vladimirovich Deripaska, mengakui bahwa salah satu syarat pembangunan pabrik pengolahan adalah pelarangan ekspor Bauksit mentah oleh Pemerintah Indonesia. Namun hingga kini, rencana UC RUSAL tersebut belum terlihat realisasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun