Mohon tunggu...
Setyani Alfinuha
Setyani Alfinuha Mohon Tunggu... -

Alumni ISHS 3 Kediri | Psikologi UIN Maliki Malang '13\r\n13410056

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kudemo, Thank You!

25 Juni 2016   06:46 Diperbarui: 25 Juni 2016   10:18 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudut-sudut gedung Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang mulai dipenuhi beberapa gerombolan mahasiswa yang duduk ditemani laptop dan tumpukan kertas. Ruang-ruang kuliah mulai kosong dan perkuliahan beralih di ruang dosen untuk berkonsultasi. Wajah-wajah kusam dan penuh beban serasa biasa dipandang. Keluhan tentang beratnya semester enam makin sering terdengar di telinga. Bahkan, tak jarang ada yang bilang, “lelah kuliah, pengen nikah aja”. Begitulah kiranya, gambaran diri kami, mahasiswa semester enam Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang beberapa waktu lalu.

Jika ditelisik kembali, semua itu bukan tanpa alasan. Benar memang, perkuliahan semester enam ini lebih berat dari beberapa semestester sebelumnya. Oh, bukan. Bukan berat, lebih tepatnya adalah lebih menantang dan lebih greget dari beberapa semester lalu. Beban SKS yang sama, 24 SKS, tetapi kali ini jumlah mata kuliah lebih banyak, yaitu 11 mata kuliah. Hal yang paling membuat semakin menantang adalah kesebelas mata kuliah tersebut menuntut kita untuk bekerja ekstra. Jika pada beberapa semester lalu cukup membuat makalah dan mempresentasikannya. Tetapi kali ini berbeda, tugas yang diberikan lebih beragam dan lebih menuntut kesiapan, mulai dari tugas kunjungan, membuat laporan, mendesain eksperimen, melakukan eksperimen, praktikum, dan lain sebagainya.

Tuntutan tugas yang cukup menguras tenaga di setiap mata kuliah juga dibarengi dengan jenuhnya menjalani perkuliahan. Sudah enam semester duduk di bangku kuliah, tidak bisa dipungkiri kejenuhan itu muncul. Ditambah lagi, godaan-godaan lain yang lebih menggiurkan mulai menyapa. Godaan yang berbentuk ajakan travelling,ajakan nonton, hingga ajakan nggosip. Belum cukup sampai di situ, tiga mata kuliah yang berkolaborasi juga menambah gregetnya semester enam kami.

Tiga mata kuliah yang berkolaborasi pada semester enam ini adalah metodologi penelitian kualitatif, desain pelatihan, dan modifikasi perilaku. Kami dituntut untuk berkelompok guna menyukseskan tugas ketiga mata kuliah tersebut. Tugasnya hanya satu, mendesain sebuah pelatihan yang di dalamnya terdapat modifikasi perilaku dan meneliti menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Sebenarnya, kuliah kolaboratif ini bukan hal asing. Sudah terdengar desas-desus gregetnya kuliah kolaboratif dari kakak tingkat sebelum aku menginjak semester enam. Awalnya sempat bertanya-tanya, sebegitu mengerikankah ketiga mata kuliah tersebut? Hingga hari itupun tiba, hari dimana adanya sosialisasi tentang mata kuliah kolaboratif. Dr. Mohammad Mahpur, M.Si sebagai dosen pengampu mata kuliah metodologi penelitian kualitatif, Yusuf Ratu Agung, M.A sebagai dosen pengampu mata kuliah desain pelatihan, dan Dr. Yulia Sholichatun, M. Si serta M. Anwar Fuady, S.Psi, MA sebagai dosen pengampu mata kuliah modifikasi perilaku memaparkan sekilas tentang mata kuliah kolaboratif lengkap dengan manfaat dan tujuannya.

Sejujurnya, usai sosialisasi mata kuliah kolaboratif aku pun masih belum paham benar tentang apa dan bagaimana mata kuliah ini bisa bergabung menjadi satu bahkan menjadi momok yang menakutkan bagi kakak tingkat yang pernah menjalaninya. Yang aku tahu kala itu, kami hanya diminta untuk membentuk sebuah kelompok yang beranggotakan lima orang dengan satu manager di dalamnya. Kamipun membentuk kelompok, ada aku, Haniam Maria, Mukhodatul Afidah, Fina Maulida, Novita Lailatul Mubarokah dan aku sendirilah yang menjadi manager dalam kelompok ini. Kami menamai diri kami berlima sebagai Kudemo.

Alasan kami menamai diri kami sebagai Kudemo sebenarnya simpel saja, karena saat dimintai nama kelompok oleh salah satu dosen, kami sama sekali tidak memiliki inspirasi nama yang keren. Alhasil, Kudemo kami dapatkan dari akronim tiga mata kuliah yang berkolaborasi, yaitu metodologi penelitian kualitatif, desain pelatihan, dan modifikasi perilaku. Singkatan ini dibuat agar setiap anggota kelompok Kudemo selalu ingat tanggung jawab terhadap ketiga mata kuliah tersebut. Jika ditelisik dari potongan kata, “ku” memang sengaja diketakkan di awal akronim bukan karena metodologi penelitian kualitatif lebih penting dari mata kuliah yang lain, melainkan kata “ku” di sini selain mencerminkan metodologi penelitian kualitatif juga mengartikan sebagai “aku”. “Aku” yang dimaksut di sini adalah meskipun kami bekerja dalam kelompok, tetapi kami juga memiliki tanggung jawab secara individu atas tugas-tugas yang ada sehingga tidak membebani anggota kelompok yang lain. Kata “demo” yang dengan sengaja digabungpun juga bukan tanpa alasan. Kelompok kudemo berupaya mengambil sisi positif dari orang-orang yang sedang melakukan demo, yaitu dari segi semangatnya dan membara dan seiya sekata yang diterapkan ketika berdemo.

Semenjak hari itu, aku, Haniam, Fida, Fina, dan Novita (Pipop) sering berkumpul bersama. Bagaimana tidak, tugas datang menghampiri secara bertubi-tubi. Mulai dari merancang nama kelompok hingga membuat koding-koding ala kualitatif. Hal yang paling greget adalah kita harus mengerjakan bersama-sama. Pengalaman berharga yang didapat bukan sekedar materi perkuliahan, tetapi tentang bagaimana rasanya bekerja dalam tim, bagaimana harus berusaha saling menguatkan agar tak ada yang tumbang, bagiamana harus menghadapi karakteristik orang yang berbeda-beda, mengayomi semua anggota, hingga mengesampingkan ego demi kebaikan bersama. Tidak mudah bagiku menjadi manager di sebuah kelompok karena biasanya aku hanya tipe orang yang pengikut. Namun dalam mata kuliah ini, aku dipaksa, terpaksa, terbiasa, dan bisa memimpin teman-temanku untuk tetap bersemangat menjalani lika-liku semester enam ini. Akulah yang bertanggung jawab kemana arah Kudemo akan melangkah.

Beruntung, anggota kelompokku bukanlah orang yang baru kukenal. Haniam dan Fida, bukan orang yang asing bagiku. Kami memang sering bersama semenjak duduk di semester satu. Tidak sulit untukku beradaptasi dengan mereka. Sementara Fina dan Pipop masih belum begitu kuselami bagaimana sifat dan karakter mereka. Kumulai dari Haniam, gadis kelahiran Blitar ini adalah orang yang periang, rajin, dan kreatif dalam membuat desain grafis. Rasanya tidak salah jika aku tempatkan dia sebagai graphic designer dan illustrator.Karya desain grafisnya dalam membuat logo serta cover modul dan handuotkami merupakan sumbangsihnya yang patut diacungi jempol. Selanjutnya Fida, gadis kelahiran Lamongan ini terkenal sebagai sosok yang pandai menawar. Keahliannya dalam hal tawar menawar tidak perlu diragukan lagi, hampir setiap pedagang yang dagangannya dia tawar selalu mengelus dada dengan dasyatnya tawarannya. Jangankan pedagang, tak jarang, tugas dari dosen pun ditawarnya. Fina, gadis asli Malang ini adalah sosok yang pendiam, tutur katanya lembut, tetapi tegas. Dibalik kelembutannya, dia adalah gadis yang strong,terbukti dari ketegarannya menghadiri pernikahan sang mantan beberapa waktu lalu. Pipop, gadis yang bernama asli Novita ini adalah sosok yang doyan bicara. Tidak jarang, dia berubah menjadi sosok yang emakable(bersikap layaknya emakatau ibu) dan menuturi kami layaknya seorang ibu yang menasehati anaknya.

Banyak kisah yang terselip sepanjang perjalanan kami bersama Kudemo. Rumitnya menyatukan lima otak dan sifat yang berbeda, sulitnya menyamakan jadwal kerja kelompok hingga susahnya menyamakan persepsi. Tidak jarang pula, ada sedikit gesekan kecil yang membuat beberapa hati terluka. Tapi inilah dinamikanya, terasa berat memang di awal, tetapi setelah dijalani lebih jauh, nyatanya kamipun mampu tetap solid hingga akhir. Tidak jarang kita harus ngemper di teras rektorat bersama lembaran kertas yang berserakan hingga larut malam. Sesekali juga nugas di caffeala mahasiswa kekinian. Saat jenuh mulai menyapa, kami memilih berenang bersama dan piknik tipis-tipis untuk sejenak menghilangkan penat yang ada. Sekali lagi, kita menjalani ini semua bersama. Kuncinya hanya satu, saling menghargai usaha orang lain. Harus disadari, dari masing-masing diri kita memiliki porsi dan kapasitas yang berbeda, selagi masih ada usaha untuk berkontribusi, apapun hasilnya layak dihargai dengan baik.

 Perjalanan dalam mendesain pelatihan tidak semudah yang dibayangkan. Harus banyak membaca buku, banyak searchingdi internet untuk mendapat informasi dan inspirasi, hingga harus bolak-balik ke ruangan dosen untuk berkonsultasi. Ada cerita tersendiri saat kami berinteraksi dengan beberapa dosen mata kuliah berkolaborasi, yaitu Pak Mahpur, Pak Agung, dan Pak Aan. Pak Mahpur sebagai dosen pengampu mata kuliah metodologi benar-benar ahli di bidang penelitian kualitatif. Dosen yang terkenal menginspirasi ini sering menuturkan tentang asiknya melakukan penelitian yang memihak pada subyek. Pak Mahpur dengan segala kodingnya membuat aku mabuk kepayang, merevisi proposal penelitian hingga tujuh kali. Tetapi dari beliau, aku dapat belajar tentang bagiama memandang subyek dari perspektif subyek itu sendiri, bukan dari teori-teori yang sudah ada sebelumnya.

Desain pelatihan identik dengan Pak Agung, dosen yang supel dan menjadi trending topicmahasiswa semester enam. Jujur saja, awalnya aku sangat kesal dengan beliau. Bagaimana tidak, beliau tidak pernah mau memberikan contoh tentang bagaiaman tugas-tugas desain pelatihan, utamanya modul dan handout. Beliau hanya menjelaskan tentang materi-materi sekilas, tanpa memberikan contoh. Padahal, kala itu aku dan teman-teman menggebu untuk mengerjakan tugas namun bingung karena terbiasa dengan adanya contoh. Mulai dari itu, aku berusaha membuat modul dan handoutversi Kudemo. Hasil dari pemahaman bersama yang tertuang di sana. Kali pertama kami setorkan rancangan modul dan handout,tidak sedikit coretan yang diberikan oleh Pak Agung, pertanda masih banyak yang perlu kami perbaiki. Beliaupun masih sama, tidak memberikan contoh, hanya memberi beberapa penjelasan tentang formula apa yang kurang pada modul dan handoutkami. Kembali kami harus memeras otak, berpikir dengan keras bagaimana modul dan handoutkami diterima agar kami segera bisa melaksanakan pelatihan.

Hampir setiap hari datang ke ruang Pak Agung sembari membawa tumpukan kertas berharap dibaca dan dikoreksi. Sudah biasa rasanya keluar masuk ruangan dosen, sampai-sampai berasa jadi dosen. Entah berapa kali aku harus keluar dari ruang dosen dengan wajah yang lesu karena banyak hal dari tugaskuyang perlu diperbaiki lagi, lagi, dan lagi. Tetapi semuanya tidak pernah mematahkan semangatku. Semakin direvisi, semakin aku berusaha mempelajari dan semakin aku paham. Hingga saat itupun tiba, saat dimana modul dan handoutyang aku susun bersama teman kelompokku diterima. Akhirnya, aku tahu apa yang dimaksut Pak Agung. Setelah sekian kali salah dan harus revisi, kamipun berhasil menyusun modul versi kami sendiri, versi Kudemo. Kami pun diperbolehkan menuju tahap selanjutnya, yaitu role playsebelum melaksanakan pelatihan. Lebih dari semua itu, akhirnya aku memahami, sikap Pak Agung yang bersikeras tidak mau memberikan contoh modul dan handoutpada kami. Hal itu bukan tanpa alasan. Karenanya, kami mampu berpikir kreatif dan memeras otak untuk menciptakan karya versi kami sendiri, yang bisa jadi lebih bermakna daripada contoh modul dan handoutyang pernah kami inginkan dulu.

Berlanjut ke sosok dosen pengampu mata kuliah modifikasi perilaku. Diantara ketiga dosen kolaborasi, pak Aan yang paling mudah kami temui. Entah sudah berapa kali aku dan anggota Kudemo yang lain mencuri waktu beliau untuk berkonsultasi. Hal yang paling mengesankan adalah tidak jarang kami hanya ‘kosongan’ tanpa membawa materi secuil pun untuk berkonsultasi dengan beliau. Tidak jarang, kami hanya membawa kebingungan-kebingunan yang berputar-putar di otak. Ajaibnya, selalu ada pencerahan dan solusi atas kebingungan kami, tidak salah rasanya kami memilih beliau sebagai subject matter expertsdalam desain pelatihan kami. Kebingungan yang terjawab membuat kami semakin semangat meneruskan langkah perjuangan kuliah kolaboratif. Mungkin begitulah cara Pak Aan mengajarkan bagaimana memodifikasi perilaku seseorang.

Tak lengkap rasanya jika tidak bercerita tentang subject matter expertsdesain pelatihan kami yang lain, yaitu Ustad Yasin. Ustad Yasin adalah wali kelas dari subyek kami, yaitu kelas perkuliahan bahasa arab kelas B-2 Fakultas Ekonomi. Sosok yang kalem dan dekat dengan mahasiswanya ini menjadikan kami lebih mantap dan yakin untuk sering berkonsultasi dengan beliau terkait karakteristik subyek kami. Entah sudah berapa jam pelajaran beliau yang kami ‘curi’ degan berbagai alasan, mulai dari menyebarkan angket dan wawancara guna melakukan need assesment,konsultasi-konsultasian demi membangun rapportyang baik, hingga melakukan sesi-sesi pelatihan lengkap dengan evaluasinya.

Sama halnya dengan subyek kami, jam pelajaran yang seharusnya diisi dengan materi-materi bahasa Arab justru di isi oleh kami, mahasiswi psikologi yang baru mereka kenal. Awalnya, mereka kurang antusias dengan kehadiran kami. Aku tak bisa menyalahkannya, karena memang kami adalah orang asing yang belum begitu dekat dengan mereka. Tetapi setelah kami menjelaskan tujuan serta hal apa saja yang akan kita lakukan bersama, mulai ada antuasias di sana. Setelah lebih dekat, kami mengadakan konsultasi-konsultasian, membuka konsultasi psikologi setiap malam sebagai wadah mereka curhat. Motifnya hanya satu, untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan mereka, begitupun mereka semakin mengenal kami. Hingga saat pelatihan tiba, tidak sulit lagi bagi kami untuk mencuri perhatian mereka. Antusias dan semangat mereka membuatku merasa bangga. Semua kerja keras beberapa bulan terakhir terbayar lunas rasanya saat para peserta pelatihan rela berhujan-hujanan demi datang ke pelatihan kami, it’s so amazing.Belum lagi, pujian dari Ustad Yasin yang mengatakan salut atas totalitas kinerja kami saat membuka-buka handoutyang kami buat.

Sudah puas rasanya mengejar-ngejar dosen untuk berkonsultasi ini dan itu. Kini saatnya aku yang dikejar-kejar teman seangkatan yang menanyakan dan meminta aku untuk menjelaskan terkait tugas kolaborasi, utamanya membuat modul dan handout. Sebagai kelompok yang pertama kali melakukan pelatihan, tentu aku dan teman kelompokku menjadi sasaran empuk bagi mereka yang belum melakukan pelatihan, bahkan belum membuat modul dan handoutsama sekali. Di tengah ribetnya semester enam, aku dan teman kelompok harus menjelaskan satu persatu pada teman yang datang dan meminta dijelaskan tentang cara membuat modul dan handout.Tetapi dari itu semua, hal yang dapat kuambil adalah aku percaya perkataan Pak Agung bahwa pemahaman kita akan bertambah sempurna saat kita menjelaskan kepada orang lain, orang lainnya lagi, dan orang-orang yang lain lagi.

Tidak ada usaha yang sia-sia. Usahapun tak akan pernah menghianati hasil. Terima kasih untuk perjalanan satu semester ini, teruntuk teman kelompok Kudemo yang penuh semangat, untuk dosen yang membimbing tanpa lelah, untuk Ustad Yasin yang super sabar, dan untuk peserta pelatihan yang penuh semangat. Terima kasih Kudemo, telah mengajarkanku tentang banyak hal, tidak hanya tentang materi perkuliahan, tetapi lebih pada bagaimana bekerja dalam tim, memahami satu sama lain, dan meredakan ego demi kebaikan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun