Manusia merupakan makhluk unik. Manusia bisa dikatakan makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk yang ada di bumi. Akallah yang membuat manusia itu unik dan menjadikan manusia sebagai makhluk sempurna. Karena keunikan manusia ini, dewasa ini banyak cabang-cabang ilmu yang menjadikan manusia sebagai objek kajiannya. Cabang-cabang ilmu yang mengkaji manusia itu seperti ilmu psikologi, antropologi, sosiologi, dan lain sebagainya.
Berbeda dengan cabang-cabang ilmu yang mempalajari hal-hal tertentu dari diri manusia. Dalam melihat manusia, filsafat selalu membagi menjadi dua macam pandangan, yaitu esensi dan eksistensi. Begitu pula, manusia dilihat sebagai materi yang memiliki dua macam bagian esensi dan eksistensi. Esensi dan eksistensi manusia ini menjadikan manusia ada di muka bumi. Esensi dan eksistensi bersifat berjalan secara bersamaan dan dalam perjalanannya dalam diri manusia, ada yang mendahulukan esensi dan ada juga yang mendahulukan eksistensi. Manusia yang menjalankan esensi menjadikan ia bersifat tidak bergerak dan meninjau lebih dalam tanpa melakukan aktualisasi. Adapun manusia yang menjalankan eksistensi tanpa melihat esensi, ia hanya ada, tetapi tidak dapat mengada (Kamaluddin, 2013, p. 5).
Kamaluddin (2013, p.5) menjelaskan bahwa “mansuia adalah makhluk Tuhan yang otonom, pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonik jiwa raga dan eksis sebagai individu yang memasyarakat”. Manusia diciptakan oleh Tuhan namun manusia juga diberikan otonom untuk menjalani hidupnya. Dalam menjalani kehidupannya, manusia diberikan kebebasan untuk dapat menyelesaikan dan mengatasi permasalahan dalam hidupnya.
Sedangkan menurut Marcel, tubuh manusia bukan subjek bukan pula objek, melainkan pada waktu yang bersamaan, harus dikatakan bahwa tubuh adalah kedua-duanya. Selanjutnya Marcel menjelaskan ‘aku adalah tubuhku, tetapi secara serentak, dipandang dari segi lain, aku juga mempunyai tubuhku’. Semua ini merupakan cerminan cara beradanya tubuh yang khas sebagai penengah antara manusia dan dunianya (Bertens, 1987, p. 59).
Bagi Berger, kedirian manusia tidak terlepas dari lingkungannya. Dunia manusia adalah dunia yang harus dibentuk oleh aktivitas manusia. Ha ini tentu merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwa hubungan manusia dengan lingkungannya bercirikan pada keterbukaan dunia (world-opennes). Titik awal pemikiran Berger tentang manusia berada dalam pemahaman tentang kedirian manusia, yang tidak diandaikan atas asumsi yang mendasari kodratnya, tetapi diandaikan atas eksistensi yang dasar akan dunia.
Dari penjelasan tersebut kita telah mendapat gambaran tentang manusia. Banyak pendapat tentang manusia ataupun peikiran tentang hakikat kedirian manusia. Hal ini semakin memperkuat bahwa manusia adalah makhluk yang unik dan menarik untuk digali.
Sumber:
Bertens. (1987). Panorama Filsafat Modern. Jakarta: Gramedia.
Kamaluddin, U. A. (2013). Filsafat Manusia; Sebuah Perbandingan antara Islam dan Barat. Bandung: CV Pustaka Setia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H