Pemikiran Hatta itu berlawan dengan konsep sistem presidensial, di mana semestinya pemerintah dibentuk tidak atas persetujuan DPR. Dalam sistem presidensial, presiden memiliki masa jabatan yang pasti (fixed term). Sehingga, menurut Lijphart, presiden tidak mudah dijatuhkan oleh parlemen.[1] Lembaga parlemen pun memiliki masa yang tetap sehingga tidak bisa dibubarkan oleh presiden.[2] Hal ini tentu saja bertolak belakang dari pemikiran Hatta yang lebih condong pada konsep parlementer, sekalipun ia kukuh memihak kepada presidensial. Ia sendiri mengatakan bahwa pemerintah dapat dibubarkan oleh parlemen melalui mosi tidak percaya. Jelas itu adalah konsep sistem parlementer yang, menurut Yudha, parlemen secara mudah dapat menjatuhkan kabinet hanya karena alasan politik, yaitu melalui mekanisme yang biasa disebut mosi tidak percaya (vote of cencure) terhadap kinerja kabinet dan terhadap kebijakan pemerintah.[3] Jika memang sistem ini yang diusung oleh Hatta, maka akan terjadi dominasi parlemen terhadap eksekutif sebagaimana terjadi pada Indonesia sebelum 1959 yang akibatnya mengganggu kontinuitas kebijakan pemerintah.[4]
[4] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik,Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm 298
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Hatta, Mohammad. 2014. Demokrasi Kita.Bandung: Sega Arsy
_____________ 1995. Sistem Pemerintahan dan Presidensial.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada