KEN AROK MEREBUT TAHTANYA
By. Setyagi AM
Ken Arok berhasil merebut wilayah Jenggala, setelah sebelumnya membunuh Akuwu Tunggul Ametung, kira-kira terjadi pada tahun 1202 M (Prasasti lawadan tahun 1205 M, Ken Arok sudah menyerang Kediri sebagai raja Singosari). Kemudian Ken Arok menjadi Akuwu Tumapel dan memperistri Ken Dedes. Pada saat itu usia Ken Arok 20 tahun (Menurut Negarakertagama Ken Arok lahir 1182 M). Kemudian Ken Arok mengambil selir bernama Ken Umang. Ken Umang adalah seorang wanita yang dulu membantu Ken Arok saat berpetualang di masa mudanya.
Pada saat Ken Dedes diperistri oleh Ken Arok, sedang mengandung 3 bulan, anak dari Tunggul Ametung. Setelah lahir anak itu diberi nama Anusapati. Kemungkinan Anusapati lahir 1202 M atau 1203 M. Beberapa tahun kemudian lahir anak Ken Arok dari Ken Umang yang diberi nama Tohjaya, kemudian lahir pula anak Ken Arok dari Ken Dedes yang diberi nama Mahesa Wong Ateleng.
Semakin ramailah istana Tumapel dengan kehadiran tiga putra Ken Arok. Ketiga putra Ken Arok tumbuh menjadi kesatria-kesatria Tumapel yang gagah-gagah perkasa. Mereka mendapatkan bimbingan ruhani dari Danghyang Lohgawe dan mendapatkan bimbingan keprajuritan dari senopati-senopati Tumapel. Sehingga mereka bertiga menjadi kesatria yang pilih tanding.
Sejak menjadi Akuwu Tumapel, Ken Arok menjadi bawahan Kerajaan Kediri. Tetapi sejak 1202 M atau 1203 M, pertentangan Brahmana Siwa dan Pendeta Budha semakin tajam. Sehingga banyak Brahmana dan Pendeta dari Kediri yang mengungsi minta perlindungan ke Tumapel. Ken Arok tidak dapat menutup mata melihat kondisi di Kediri. Maka Ken Arok memutuskan untuk melakukan perlawanan terbuka dengan Kerajaan Kediri.
Ken Arok ditahbiskan oleh Brahmana Siwa dan Pendeta Budha menjadi seorang raja Tumapel dengan nama Kerajaan Singosari (Pararaton, 1481 M) Ken Arok mempunyai gelar "Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi." Pengangkatan sepihak Ken Arok menjadi Raja Singosari, pada tahun 1203 M.
Cepat atau lambat Ken Arok sebagai Girindratmajan atau Girindratmasunu (Negaraketagama, 1365 M), putra Sri Maharaja Girindra raja Jenggala harus meneruskan langkah untuk merebut Kediri. Setelah diawali dengan merebut keakuwuan Tumapel dengan membunuh Tunggul Ametung. Langkah ini akan diteruskan untuk menaklukkan Kerajaan Kediri. Kebetulan situasi Raja Kertajaya dari Kediri sedang bermasalah dengan Brahmana Siwa dan Pendeta Budha.
Ken Arok seorang yang berpandangan luas, melihat untuk melawan Kerajaan Kediri, membutuhkan kekuatan yang besar. Karena Kerajaan Kediri adalah kerajaan yang besar dan mempunyai kekuatan pasukan perang yang besar, serta pengalaman menghadapi segala peperangan sudah sangat matang. Senopati-senopati perang Kerajaan Kediri adalah senopati yang mumpuni baik secara individual maupun dalam gelar perang.
Raja Kertajaya sendiri adalah raja yang terkenal dengan kesaktiannya, mempunyai ilmu yang tinggi, sampai dapat duduk di ujung lancip dari sebatang tombak. Selain itu Kerajaan Kediri juga mempunyai panglima perang yang sangat terkenal yaitu Mahesa Wulungan (adik baginda raja) dan Gubar Baleman).
Tetapi Ken Arok tidak berkecil hati, Ken arok yang sejak lahir sudah hidup dalam dunia kekerasan, sudah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Ken Arok juga terkenal mempunyai ilmu-ilmu yang diluar manusia biasa, karena Ken Arok mendapat anugrah dikasihi oleh para Dewa. Sehingga dengan perhitungan yang matang Ken Arok memutuskan untuk memerdekakan Tumapel lepas dari Kerajaan Kediri.
Setelah menjadi Raja Singosari, Sri Rajasa segera menggalang kekuatan dari daerah-daerah sebelah timur gunung kawi. Ken Arok memberikan penghargaan pada orang-orang yang telah berjasa pada dirinya, ketika Ken Arok masih berpetualang dulu. Ken Arok memberikan penghargaan pada anak Mpu Gandring, beserta para pandai besi, Bango Samparan beserta anak-anaknya, anak Kebo ijo, Anak Danghyang Lohgawe yang bernama Wangbang, Pendeta di Turyantapada.
Selain itu Ken Arok juga menggalang kekuatan dari bekas prajurit-prajurit Kerajaan Jenggala yang banyak tersebar di sebelah timur gunung kawi. Ken Arok menghubungi bekas panglima perang Kerajaan Jenggala yang bernama Gagak Inget. Dengan demikian kekuatan kerajaan Singosari menjadi besar karena mendapat dukungan dari Brahmana Siwa dan Pendeta Budha baik yang berada di timur gunung kawi, maupun barat gunung kawi. Mendapat dukungan dari bekas prajurit kerajaan Jenggala yang tersebar di timur gunung kawi, dan juga teman-teman Ken Arok dimasa mudanya berpetualang.
Kerajaan Kediri lama-lama merasa terganggu dengan langkah daerah Tumapel yang telah melepaskan diri dan menjadi Kerajaan Singosari, walaupun belum sebesar Kerajaan Kediri, tetapi Singosari akan membahayakan kedudukan Kerajaan Kediri. Maka atas saran Mahesa Wulungan dan Gubar Baleman, Raja Kertajaya mengirimkan pasukan untuk menyerang Kerajaan Singosari pada tahun 1203 M atau 1204 M. tetapi serangan itu dapat dihantam mundur oleh prajurit gabungan Kerajaan Singosari.
Kemudian pada tahun 1205 M, ganti Kerajaan Singosari yang menyerang ibukota Kerajaan Kediri. Serangan tersebut berhasil menduduki ibukota Kerajaan dan Raja Kertajaya meloloskan diri ke Lawadan (Prasasti Lawadan, 1205 M). Di Lawadan Raja Kertajaya menyusun kekuatan kembali, kemudian menyerang balik ibukota Kerajaan kediri untuk merebut kembali tahta Kerajaan kediri. Serangan Raja Kertajaya yang didukung kekuatan dari daerah lawadan dan sekitarnya berhasil memukul mundur Kerajaan Singosari. Sehingga Raja Kertajaya kembali ke tahtanya sebagai Raja Kerajaan Kediri.
Sejak tahun 1205 M, Kerajaan Singosari dan Kerajaan Kediri saling bermusuhan, tetapi masing-masing Kerajaan belum ada yang berani untuk melakukan serangan. Terutama Kerajaan Singosari terus melakukan penggalangan kekuatan, baik menambah kekuatan, maupun memperbaiki kekuatan dan kemampuan perangnya.
Sri Rajasa dan senopati-senopati Kerajaan Singosari banyak melakukan latihan-latihan perang dan menggalang pemuda-pemuda wilayah timur gunung kawi untuk dilatih menjadi prajurit Singosari. Sehingga kalau sewaktu-waktu mendapatkan serangan dari Kerajaan Kediri, dapat mempertahankan diri.
Di kerajaan Singosari para Brahmana Siwa dan Pendeta Budha dapat hidup dengan tentram dan dapat melakukan kehidupan keagamaannya masing-masing dengan tentram tanpa dikejar-kejar prajurit, seperti ketika mereka masih di wilayah Kediri. Selain kegiatan keagamaan, dimasing-masing pertapaan yang banyak tersebar di wilayah timur gunung kawi, juga melakukan latihan-latihan seperti prajurit. Sehingga mereka dapat mempertahankan diri kalau dapat serangan musuh dari Kediri.
Peperangan kecil-kecil antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Singosari sering terjadi terutama di daerah perbatasan antara Singosari dan Kediri, yaitu disekitar desa Ganter. Masing-masing kerajaan, baik Singosari maupun Kediri membuat benteng pertahananan di desa Ganter.
Pada tahun 1222 M, permusuhan antara Kerajaan Kediri dan kerajaan Singosari tidak dapat dihindarkan lagi. Perang besar mulai dipersiapkan oleh senopati-senopati di kedua Kerajaan tersebut. Kerajaan Kediri yang mempunyai prajurit yang sudah mapan dan senopati-senopati yang pilih tanding sudah bersiap untuk menggempur Kerajaan Singosari.
Kerajaan Singosari walaupun baru berdiri, tetapi mendapat dukungan yang luas dari kaum Brahmana Siwa dan pendeta Budha, juga telah mempersiapkan sebaik-baiknya prajurit-prajuritnya. Hingga pada suatu saat terdengar oleh Sri Rajasa bahwa Raja Kertajaya mengumbar perkataan bahwa "kerajaan Kediri tidak dapat dikalahkan, kecuali Bhatara Guru sendiri turun ke bumi."
Mendengar sesumbar Raja Kertajaya itu, marahlah Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi, lalu memanggil semua Brahmana Siwa dan Pendeta Budha. Sri Rajasa mohon diijinkan untuk menggunakan nama "Bhatara Guru" untuk melawan Raja Kertajaya. Lalu Brahmana Siwa dan Pendeta Budha mentahbiskan Sri Rajasa dengan nama Bhatara Guru untuk menghadapi Raja Kertajaya.
Berangkatlah pasukan yang sangat besar menuju ke desa Ganter untuk menghadapi pasukan perang Kerajaan kediri. Ikut dalam pasukan Kerajaan Singosari, yaitu Danghyang Lohgawe, Mpu Purwa, putra-putra Sri Rajasa : Anusapati, Tohjaya, mahesa Wong Ateleng, putra Kebo Ijo, putra Danghyang lohgawe, putra Mpu Gandring dan senopati-senopati dari jenggala yang telah menjadi prajurit Singosari.
Dari Kerajaan Kediri dipimpin langsung oleh Raja Kertajaya, didampingi panglima perangnya Mahesa Walungan dan Gubar Baleman, serta senopati-senopati Kerajaan Kediri yang sudah berpengalaman dalam menghadapi medan peperangan. Prajurit kediri mengular mengiringi Raja Kertajaya.
Peperangan Kerajaan Kediri dan Kerajaan Singosari tidak dapat dihindarkan lagi berlangsung dengan dahsyatnya. Beberapa hari peperangan itu berlangsung. Banyak memakan korban, baik dipihak Singosari maupun dipihak Kediri.
Dua panglima perang Kerajaan Kediri akhirnya tewas dalam peperangan itu. Sehingga Raja Kertajaya harus berhadapan dengan Sri Rajasa yang memakai gelar Bhatara Guru.
Pertempuran Raja Kertajaya dengan Sri Rajasa berlangsung dengan dahsyatnya, saling mengadu kesaktian. Keduanya manusia yang tuntas ilmunya. Tak ada prajurit yang berani mendekat pada pertempuran dua Raja besar itu. Tetapi akhirnya Raja Kertajaya harus mengakui keunggulan Sri Rajasa.
Raja Kertajaya akhirnya dapat melihat sendiri bahwa Sri Rajasa benar-benar putra Siwa. Raja Kertajaya menyadari bahwa nyawanya tidak dapat tertolong lagi karena dia benar-benar sedang berhadapan dengan Bhatara Guru. Maka larilah Raja kertajaya ke arah bukit yang tertinggi di daerah Ganter itu dan dipuncak tertinggi itu Raja Kertajaya tewas oleh Sri Rajasa.
Akhirnya peperangan itu dimenangkan oleh Kerajaan Singosari, pada tahun 1222 M. Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi menjadi Raja Singosari dan Kerajaan Kediri menjadi negara bawahan Kerajaan Singosari. Semakin luas kekuasaan Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi, menguasai wilayah kerajaan Kediri dan wilayah kekuasaan kerajaan Jenggala.
Bandarjaya, 25 Juni 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H