Akan tetapi, saat Barman menginginkan begitu banyak nasehat tentang hakekat hidup. Human justru meninggalkannya. Ia wafat dengan wajah tersenyum di kursi kayu dalam pelataran rumahnya. Sebelum meninggal, Human sudah menuliskan surat wasiat tentang pewarisan rumahnya kepada Barman. Human sendiri tidak memiliki siapa-siapa. Bahkan ia hanya hidup sebatang kara saat bertemu dengan Barman.
Barman kemudian memilih untuk menempati rumah Human. Ia meninggalkan villa sekaligus gadis mudanya Popi. Saat malam-malam yang dingin, Barman yang duduk di atas kuda putihnya menuju pedesaan dekat pasar dan menemui siapa saja yang masih terbangun. "Berbahagiakah engkau?" demikian yang dibisikkan Barman pada setiap orang yang ditemuinya.
Orang-orang yang merasa sengsara dan menderita, mulai mengikuti langkah kaki Barman. Mereka mengharapkan kebahagiaan. Dan Barman yang mereka panggil "Bapak" adalah kunci dari kebahagiaan tersebut.
Dari atas bukit, Barman yang duduk di atas kudanya yang berwarna putih, kemudian berkhotbah. Di hadapan para pengikutnya yang berjumlah puluhan, Barman kemudian mengakhiri hidupnya secara tragis dengan melompat dari atas tebing. Para pengikutnya kemudian menguburkan jasadnya di puncak bukit tersebut. Barman bagi mereka adalah sahabat, Bapak, dan Juru Selamat. Siapa yang mengalami kegelisahan hidup, maka pandanglah bukit tersebut. Di puncaknya ada makam Barman. Si Juru Selamat bagi penduduk desa dan umumnya semua manusia.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Novel yang ditulis oleh Kuntowijoyo ini sarat dengan makna dan perjalanan spiritual. Ia menuliskannya dengan bahasa yang lembut dan penuh makna. Buku ini sangat cocok dibaca oleh kalangan mahasiswa, terutama sekali mahasiswa filsafat, sastra, dan sejarah.
Kekurangan buku ini hanya terletak pada kekhasan bahasa yang menggunakan kata-kata puitis dan sulit dipahami secara langsung tanpa mengulang-ulang membacanya. Bagian-bagian cerita yang tidak diurut dan tidak adanya daftar isi juga sedikit menyulitkan untuk memahami alur ceritanya.
Terlepas dari kekurangan di atas, menurut saya novel ini sangat bagus dan sesuai dengan realita kehidupan modern saat ini. Betapa banyaknya saat ini orang-orang yang menderita dan sengsara. Mereka menantikan datangnya seorang pemimpin (Imam Mahdi dalam Islam dan Ratu Adil dalam kisah-kisah Tanah Jawa). Pemimpin ini akan menegakkan aturan dengan seadil-adilnya. Jadi, meskipun Kuntowijoyo menuliskan di tahun 1970-an. Novel ini menurut saya masih relevan dengan kehidupan di abad ke-21 sekarang ini.
_ . _ . _ . _ . _ . _ . _
Selamat Membaca.!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H