Saya selalu merasa bahagia menjelang bulan Ramadhan tiba. Tentu saja, termasuk saat berpuasa. Ada banyak kenangan sekaligus hal yang menyenangkan di dalamnya. Dari mulai sahur, menjalankan beberapa tradisi, sampai dengan berbuka puasa bersama keluarga, dan rekan.
Bahkan beberapa hari sebelum berpuasa, ada tradisi yang hampir selalu dilakukan oleh keluarga saya, yakni tradisi munggahan. Suatu tradisi yang, menurut pengakuan Ibu, sudah dilakukan secara turun-temurun dan rutin menjelang hari berpuasa tiba.
Sederhananya, munggahan adalah kegiatan berkumpul bersama anggota keluarga besar, saudara, juga kerabat terdekatan. Dalam prosesnya, ketika munggahan, ada beberapa hal yang dilakukan; makan bersama, saling berbagi cerita, tidak lupa juga diselingi dengan berdoa bersama untuk segala hal yang baik---termasuk selama menjalankan ibadah puasa.
Menu makanan yang biasa disiapkan oleh Ibu pun tidak pernah berubah. Selalu ada ayam opor, kentang balado, bihun goreng, sampai dengan rendang daging. Semua dimasak dalam waktu bersamaan.
Saya pernah menanyakan perihal tersebut---kenapa Ibu memasak banyak sekali lauk. Pikir saya, bukankah bisa jadi mubazir jika tidak dihabiskan?
Namun, jawaban yang Ibu berikan memberikan saya sedikit insight, sampai akhirnya paham dengan maksud dan tujuannya---kenapa beliau bisa masak menu beragam di satu waktu.
"Menyambut bulan Ramadhan itu harus dengan suka cita. Salah satunya, berkumpul dengan keluarga. Masakan yang Ibu masak, kalaupun nggak habis, bisa dibagikan ke saudara atau tetangga terdekat. Jadi, nggak akan mubazir." Jawab Ibu sambil meracik bumbu opor ayam.
Ya, dalam tradisi munggahan, saat berkumpul dengan keluarga, saudara, atau kerabat terdekat, biasa juga melakukan sedekah kepada siapa pun yang membutuhkan. Menggalang dana untuk pembangunan tempat beribadah, bagi orang terdekat yang membutuhkan, atau kegiatan lain yang sekiranya memberi manfaat bagi orang di lingkungan sekitar.
Hanya saja, saat ini tidak terasa bahwa, sudah nyaris dua kali puasa, virus corona ada di sekitar kita. Pandemi yang belum juga minggat dari seisi bumi. Tentu hal ini membikin tradisi munggahan jadi sedikit berbeda.
Harus menjaga jarak, adanya perasaan was-was sewaktu berkumpul bersama keluarga juga kerabat, dan lain sebangsanya. Apakah semua hal tersebut bisa diatasi hanya dengan menggunakan masker dan jaga jarak? Rasanya, hal tersebut hanya menjadi paradoks tersendiri di kala pandemi seperti sekarang ini.