Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Balada dan Pengalaman Menjadi Lulusan Psikologi yang Bekerja sebagai Karyawan Bank

26 Maret 2021   18:30 Diperbarui: 28 Maret 2021   15:02 2533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang memiliki impian untuk bisa bekerja sesuai dengan keinginan atau harapannya. Bisa sejalan dengan passion atau sesuatu yang disukai atau satu linier dengan latar belakang pendidikan.

Namun, dalam prosesnya, suka atau tidak, sering kali kenyataan tidak berbanding lurus dengan harapan.

Sehingga, pada waktu yang bersamaan, dalam proses mencari pekerjaan, seseorang--entah fresh graduate maupun yang sudah berpengalaman--akan dihadapkan dengan berbagai pilihan.

Dua di antaranya: mempertahankan idealisme untuk bekerja di suatu posisi tertentu atau bekerja di posisi apa pun yang penting bisa mendapatkan pengalaman kerja lebih dulu.

Apalagi, saat ini, sulit dimungkiri bahwa, untuk menempati posisi yang diinginkan di suatu perusahaan, seseorang dituntut untuk memiliki pengalaman yang linier dengan bidangnya. Sehingga dianggap sudah matang dan menguasai apa yang dikerjakan.

Lantas, apakah melakoni pekerjaan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan menjadi suatu kesalahan?

Jawabannya, tentu saja tidak. Seberat apa pun pengalaman kerja yang dijalani, meski tidak berbanding lurus dengan latar belakang pendidikan sebelumnya, akan memiliki nilai tersendiri. Bukan hanya sebagai pemanis dalam kolom pengalaman kerja pada CV.

Pada saat memasuki dunia kerja, sedikit banyaknya akan dimulai dari awal. Segala teori yang dipelajari pada saat perkuliahan, akan dikonversi menjadi praktik secara langsung.

Bahkan, tidak sedikit pula yang harus belajar lagi dari awal. Lantaran diterima kerja di posisi yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki.

Dalam proses dan realitanya, tidak sedikit yang akhirnya merasa nyaman dan secara profesional malah menguasai bidang ilmu yang sebelumnya tidak familiar sama sekali.

Namun, di sisi lain, tidak sedikit pula yang merasa tidak betah dan memilih untuk kembali mencari pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan.

Hal tersebut sah-sah saja dilakukan oleh pekerja mana pun. Sebab, pasti ada pertimbangan secara personal mengapa hal itu bisa dilakukan. Selama proses pengunduran diri sekaligus pencarian kerja dilakukan secara baik-baik, bukan menjadi suatu persoalan.

Saya pun pernah mengalami kejadian serupa. Lulus kuliah dengan gelar sarjana Psikologi, alih-alih sejak awal fokus bekerja di ruang lingkup HRD, saya malah diterima kerja lebih dulu di suatu bank BUMN ternama, tepatnya sebagai petugas admin merangkap customer service, dan bekerja selama total 2 tahun 10 bulan.

Kala itu, yang ada di pikiran saya, "Ya, sudahlah. Yang penting bisa dapat pengalaman kerja lebih dulu. Pelajari ilmu baru. Nanti dalam kurun waktu tertentu, cari posisi yang linier dengan latar pendidikan."

Toh, saya pikir, nggak ada salahnya juga, kan?

Namun, nyatanya tidak demikian. Segala pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan sebelumnya, terus diajukan oleh sebagian orang di sekitar saya. Juga disandingkan dengan pengalaman kerja pertama saya sebagai pegawai bank.

"Loh, kok lulusan Psikologi kerjanya jadi admin di bank?"

"Nggak sayang tuh, udah kuliah 4 tahun di jurusan Psikologi, tapi kerjanya di bank?"

"Kalau memang kerjanya di bank, ngapain dulu capek-capek kuliah di jurusan Psikologi?"

Dan seterusnya, dan seterusnya.

Beberapa hal tersebut diucapkan seakan apa yang saya jalani---sebagai lulusan Psikologi yang bekerja di perbankan---betul-betul salah.

Padahal, setelah saya pikir-pikir, tidak ada salahnya juga.

Pertama, bisa menambah pengalaman saya dalam bekerja sekaligus belajar hal yang baru. 

Kedua, apa yang saya pelajari sewaktu kuliah, masih bisa diaplikasikan. 

Ketiga, kemampuan baru yang dipelajari di luar disiplin ilmu sebelumnya bisa menjadi modal untuk melamar kerja di kemudian hari.

Nah, yang membikin saya mangkel setengah mampus adalah, pada saat saya memutuskan untuk resign, orang yang sebelumnya mencibir saya kembali berkata, "Yah, sayang banget resign dari bank. Padahal bonusnya lumayan, lho. Cari kerjaan sekarang juga susah."

Dari hal tersebut akhirnya saya belajar bahwa, kita memang tidak bisa membuat semua orang senang dengan keputusan yang kita buat.

Terpenting, apa pun pilihan yang kita jalani, tetap bisa dipertanggungjawabkan dan membikin kita tetap nyaman dalam bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun