Namun, di sisi lain, tidak sedikit pula yang merasa tidak betah dan memilih untuk kembali mencari pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan.
Hal tersebut sah-sah saja dilakukan oleh pekerja mana pun. Sebab, pasti ada pertimbangan secara personal mengapa hal itu bisa dilakukan. Selama proses pengunduran diri sekaligus pencarian kerja dilakukan secara baik-baik, bukan menjadi suatu persoalan.
Saya pun pernah mengalami kejadian serupa. Lulus kuliah dengan gelar sarjana Psikologi, alih-alih sejak awal fokus bekerja di ruang lingkup HRD, saya malah diterima kerja lebih dulu di suatu bank BUMN ternama, tepatnya sebagai petugas admin merangkap customer service, dan bekerja selama total 2 tahun 10 bulan.
Kala itu, yang ada di pikiran saya, "Ya, sudahlah. Yang penting bisa dapat pengalaman kerja lebih dulu. Pelajari ilmu baru. Nanti dalam kurun waktu tertentu, cari posisi yang linier dengan latar pendidikan."
Toh, saya pikir, nggak ada salahnya juga, kan?
Namun, nyatanya tidak demikian. Segala pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan sebelumnya, terus diajukan oleh sebagian orang di sekitar saya. Juga disandingkan dengan pengalaman kerja pertama saya sebagai pegawai bank.
"Loh, kok lulusan Psikologi kerjanya jadi admin di bank?"
"Nggak sayang tuh, udah kuliah 4 tahun di jurusan Psikologi, tapi kerjanya di bank?"
"Kalau memang kerjanya di bank, ngapain dulu capek-capek kuliah di jurusan Psikologi?"
Dan seterusnya, dan seterusnya.
Beberapa hal tersebut diucapkan seakan apa yang saya jalani---sebagai lulusan Psikologi yang bekerja di perbankan---betul-betul salah.