Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Fenomena Ghosting Tidak Hanya Terjadi dalam Suatu Hubungan, tapi Juga Saat Proses Wawancara Kerja

11 Maret 2021   16:17 Diperbarui: 15 Maret 2021   09:32 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lewat, kata ghosting mulai ramai diperbincangkan kembali. Lantaran sempat tersebar informasi bahwa, ada seorang public figur yang meninggalkan kekasihnya tanpa kabar.

Saya nggak perlu jelaskan lebih rinci siapa orang tersebut. Lagipula, kabar tersebut sempat trending di Twitter selama berhari-hari. 

Jadi, sudah sewajarnya jika hal tersebut langsung diketahui oleh Netizen Maha Tahu, yang punya daya menelusuri cerita dan detail informasi melebihi FBI atau CIA. Betul-betul krezi.

Di luar dari cerita tersebut, saya pikir, ghosting merupakan fenomena yang sudah familiar dalam kehidupan sehari-hari, khususnya saat seseorang menjalani suatu hubungan.

Saya tidak bermaksud untuk menormalisasi persoalan ghosting, apalagi sampai menyepelekan.  Percaya sama saya, meski terkesan sederhana, efek dari ghosting selalu membikin mangkel para korbannya. Malah, terkadang menghasilkan pisuhan yang dahsyat dari mereka, yang  sudah menjadi korban ghosting.

FYI, selain kerap kali terjadi pada suatu hubungan, ghosting juga sering terjadi di ruang lingkup pekerjaan. Lebih khusus lagi, pada saat proses wawancara kerja.

Dalam situasi seperti ini, HRD sering kali dilabeli sebagai pelaku ghosting bagi para pelamar kerja. Sebab, menurut pengalaman mereka, setelah melalui serangkaian proses seleksi karyawan, para HRD terkesan ogah-ogahan dalam memberi kepastian, apakah kandidat yang sudah diproses dinyatakan lolos atau sebaliknya.

Para pelamar kerja juga berpendapat bahwa, kalau memang tidak lolos seleksi, ada baiknya diinformasikan saja. Jangan justru menghilang tanpa memberi kabar lanjutan sama sekali.

Sebagai recruiter, saya bisa memahami hal tersebut. Itu sebabnya, sejak awal bekerja sebagai recruiter, saya selalu memberi informasi terkait tenggat berapa lama seorang kandidat harus menunggu.

Sebagai informasi tambahan, saya juga memberi tahu bahwa, jika tidak ada informasi lanjutan sampai dengan tenggat tersebut, artinya kandidat yang bersangkutan belum bisa lanjut ke tahapan berikutnya/belum lolos.

Hal tersebut saya lakukan sebagai ikhtiar agar terhindar dari lingkaran ghosting. Entah bagi diri saya sendiri, maupun bagi para pelamar kerja. Lantaran, saya bisa memahami, di-ghosting itu nggak nyaman.

Sebagai seseorang yang bekerja di ruang lingkup HRD, saya juga bisa memahami, kenapa sampai ada HRD di luar sana yang sampai diberi label "tukang ghosting" oleh para kandidatnya. Sebetulnya, bisa jadi karena beberapa alasan.

Pertama, sebetulnya kandidat sudah diberi informasi terkait masa tenggat, berapa lama harus menunggu. Hanya saja, kandidat tersebut lupa atau tidak fokus saat diberi informasi tersebut.

Ketika terjadi situasi seperti ini, saran saya bagi para kandidat, boleh menanyakan langsung kepada HRD. Bisa melalui nomor telepon secara personal, telepon kantor, atau email.

Satu yang pasti, segala pertanyaan tetap harus disampaikan secara baik dan sopan. Mau bagaimana pun, kemampuan dalam berkomunikasi akan tetap menjadi penilaian para HRD.

Kedua, HRD lupa menyampaikan kepada kandidat. Untuk poin ini, cara pada poin pertama tetap bisa dilakukan. Solusi lain, pada akhir sesi wawancara, tidak ada salahnya langsung ditanyakan kepada HRD, prosesnya akan berapa lama. Atau harus menunggu berapa lama sampai akhirnya, secara tidak langsung, dinyatakan tidak lolos seleksi.

Untuk persoalan ini, bagaimana pun caranya, cepat atau lambat, semoga saja proses wawancara kerja di Indonesia, apa pun perusahaannya, bisa terus mengalami perubahan yang lebih baik.

Sebagai recruiter, saya juga ingin sedikit bercerita bahwa, tidak sedikit pelamar kerja yang melakukan praktik ghosting pada saat proses wawancara kerja. Tentu saja, hal ini juga kurang baik dan bikin para HRD, termasuk saya, mangkel setengah mampus.

Lah, gimana. Sudah diberi informasi untuk diundang proses seleksi karyawan, entah secara online atau diundang langsung ke kantor, sudah memberi konfirmasi/sepakat akan hadir, eh, tahu-tahu ketika hari-h, malah tidak ada kabar sama sekali.

Apa itu bukan ghosting namanya, Sob?

Maksud saya, jika kalian sedang berhalangan hadir atau kurang sepakat dengan waktu yang sebelumnya dijadwalkan oleh HRD suatu perusahaan, tinggal konfirmasi atau sampaikan saja. Para HRD juga akan memahami, kok.

Pokoknya, jangan sampai menghilang tanpa kabar gitu saja. Biar bagaimana pun, HRD juga manusia yang punya perasaan. Di ranah profesional, punya timeline sekaligus target masing-masing yang harus dikerjakan.

Meski harus diakui, tidak sedikit juga HRD yang merasa "bodo amat" jika ada kandidat yang tidak merespon sama sekali atau menghilang begitu saja pada saat jadwal yang sudah disepakati sebelumnya.

Sebagai win-win solution, karena baik HRD maupun para pelamar kerja itu pada dasarnya sama-sama membutuhkan, tentu saja segala sesuatunya akan menjadi lebih baik jika dikomunikasikan satu sama lain, tanpa ada pemikiran "siapa yang paling membutuhkan" di antara kedua belah pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun