Sudah dari sejak kali pertama bekerja, rekan-rekan satu kantor saya selalu menegaskan bahwa, kerja itu harus punya tujuan. Ada motivasi. Biar kerjanya bisa selalu semangat. Nggak males-malesan karena ada sesuatu yang harus dilakukan dan diingat secara berkala.
Saya yang kala itu masih terhitung sebagai fresh graduate dan polos, bisa langsung bekerja aja udah syukur. Mangkanya saya bingung, motivasi apa yang dimaksud oleh rekan kerja saya---yang kebanyakan senior---itu.
"Ya, apalagi kalau bukan cicilan. Kalau kita punya cicilan, dijamin, kerja makin semangat soalnya tiap bulan harus bayar. Kalau nggak, bisa bahaya kita diteleponin debt collector."
Walah, walah. Saya pikir motivasi dalam hal apa, ternyata yang dimaksud oleh para senior itu malah punya cicilan, toh. Karena tidak ingin larut dalam perdebatan panjang, saya hanya mengiyakan perkataan tersebut, "Oh, gitu ya, Mas."
Sampai dengan saat ini, saya masih kepikiran ucapan tersebut. Emang betul, cicilan yang kita miliki itu berbanding lurus dengan semangat bekerja? Sebab, karena ucapan tersebut juga, saya malah jadi overthinking.
"Nanti kalau nggak sanggup bayar cicilannya gimana?"
"Nanti kalau keasyikan nyicil tapi lupa atau lebih parahnya ogah-ogahan bayar cicilannya gimana?"
"Terus kalau ada kebutuhan mendesak dan lebih prioritas dibanding cicilan itu gimana?"
"Kalau sampai diteror oleh debt collector pas nggak sanggup bayar, bukannya malah bisa jadi makin pusing dan bikin motivasi kerja turun?"
Dan seterusnya, dan seterusnya. Namanya juga lagi overthinking.
Jujur saja, sampai dengan saat ini, saya belum berani untuk apply kartu kredit di bank mana pun. Alasannya, karena saya khawatir nggak bisa membayar, lalai atas cicilannya, atau ketagihan menggunakan fasilitas dan segala kemudahannya lalu malah sulit untuk dibatasi penggunaannya. Pikir saya, jika masih bisa dan mampu membeli secara kontan, saya akan memilih langkah tersebut.
Selain itu, rekan kerja saya juga selalu menekankan, "Zaman sekarang kalau nggak nyicil sesuatu ya nggak akan punya apa-apa nantinya." Sebentar, sebentar. Setelah saya pikirkan berulang kali, sebetulnya kalimat ini punya dua sisi, layaknya mata pisau.
Pertama, ada betulnya juga. Ketika banyak kebutuhan tapi materi terbilang pas-pasan, nyicil atau kredit bisa menjadi salah satu solusi terbaik. Ingat, kebutuhan, lho, ya. Kalau dalam Psikologi, sih, rumusnya jika Ide mendominasi, dan Superego menjadi solusi, maka Ego harus mengambil keputusan dengan sebijak-bijaknya.